30 : Beatrix

485 69 12
                                    





















Zander duduk di sebuah sofa di ruang tamu kediaman Beatrix yang terlihat begitu sunyi, Buitenzorg tengah di guyur hujan dan segelas teh hangat yang di sajikan menambah sedikit kehangatan di hari yang dingin itu.

Beatrix yang hanya tinggal bersama anak bungsunya Edwin terlihat masih cukup cantik di usia senjanya, Zander hanya dapat menghela nafas kala melihat bibinya itu, Beatrix adalah satu-satunya keluarga yang hadir di acara pernikahannya. Ayah dan ibu Zander memang telah tiada walaupun tak hanya Beatrix yang tinggal di Hindia Belanda nyatanya sebagian besar keluarganya yang lain tak menerima pernikahannya dengan Atikah jika syarat yang telah mereka beri belum terpenuhi.

"Katakan, ada apa Jacob? Kau terlihat tak baik-baik saja," Tanya Beatrix membuat Zander menghela nafasnya. Begitu berat masalah yang ia hadapi hingga ia tak mengerti harus memulai dari mana.

"Katakanlah, Jacob, kau tak perlu takut, kau tahu diriku tak seperti yang lainnya, bukan?"

Rasanya Zander ingin memeluk sang bibi dan menangis di pelukannya. Ia mulai merasa sedikit bersalah menikahi wanita yang tak sedikitpun menginginkannya, Zander merasa begitu egois, "begini ... " Zander mengusap wajahnya sekejap, "ku rasa, pernikahan ini begitu berat untuk di jalani," Ujar Zander membuat Beatrix sedikit terkejut. Ia pikir sang keponakan merasa begitu bahagia dengan pernikahannya selama ini.

"Mengapa tiba-tiba? Apa dia membuat masalah?"

Entah bagaimana Zander harus mengatakannya, bukan hanya masalah Atikah bahkan berniat membunuh bayi mereka, "dia sedang hamil."

Perkataan Zander sontak membuat Beatrix terkejut, kabar bahagia yang ia dengar di sore hari itu membuat bibir sang perempuan tua itu merekah, "mengapa sulit? Kau akan mendapatkan seorang bayi itu tandanya syarat keluarga besar kita akan segera terpenuhi, Jacob!" Seru Beatrix dengan nada bahagia.

"Tapi ... Dia nyaris membunuh bayi kami, Tante ... "

Sungguh sebuah pernyataan yang berkebalikan, Beatrix ternganga mendengarnya. Bagaimana bisa seorang ibu berniat membunuh bayinya sendiri bahkan sekejam-kejamnya perempuan Netherland Beatrix tak pernah mendengar ada seorang ibu yang berniat membunuh bayinya sendiri.

"Astaga, Bagaimana bisa? is hij gek geworden? (Apa dia sudah gila?)" Tanya Beatrix keheranan.

Zander tak bisa menjawab dan hanya menggelengkan kepalanya karena jujur saja dirinya juga tak paham apa yang Atikah pikirkan. Rasanya ia begitu membenci keadaannya sekarang.

"Sungguh tak tahu diri, apa dia tak tahu sebanyak apa hutang ayahnya kepada keluargamu?"

Zander tersenyum getir lalu menatap sang bibi dengan tatapan sedih, "ya, dia tau, tetapi, dia tak tahu alasan ayahnya berhutang. Kasihan sekali, bahkan hingga kini dia masih membenci ayahnya."

"die dwaas, die Van Gils,(si bodoh Van Gils itu), kenapa dia tak memberi tahu anaknya sendiri."

Zander hanya menggendikan bahunya, jujur saja ia tak tahu apa yang ada di pikiran Van Gils yang sengaja membuat Atikah membencinya. Tetapi Zander berpikir jika Van Gils hanya tak sempat memberi tahu hal itu kepada Atikah.

"Kenapa tak kau beri tahu sendiri? Dia istrimu sekarang Jacob."

Jacob menggelengkan kepala, "ia tak akan percaya, Atikah begitu keras kepala melebihi Oom Albert."

Beatrix tertawa mendengar nama mendiang suaminya di sebut, memang Albert Lodewijk adalah sosok yang terkenal sangat keras kepala dalam keluarga mereka. Bahkan di kalangan seluruh bangsawan Netherland.

"Kalau begitu, kau jaga istrimu hingga bayi kalian lahir, setelah itu biarkan aku yang bicara dengannya tentang hal-hal yang tak dia percaya dari kau. Sekarang kau pulanglah, jangan sampai istri gilamu itu membuat masalah."


Zander mengangguk lalu memeluk sang bibi, rasa sesak yang ia tahan ternyata dapat menguap begitu saja setelah bicara dengan Beatrix. Bagaimanapun Beatrix memang satu-satunya keluarga yang dapat ia percaya di antara paman dan bibinya yang lain, "met dank, Tante."






























***





















Esoknya, Zander telah kembali ke rumah dan Atikah masih tetap berada di kamarnya. Setelah kejadian pemukulan yang ia lakukan tempo hari Zander memang langsung mendatangkan seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap sang istri. Zander tak setega itu membiarkan luka yang Atikah derita karena itu juga salahnya, tetapi mengurung Atikah selama masa kehamilan juga memang ide yang telah ia pertimbangkan sebelumnya.


"Papa," Suara seseorang yang keluar dari arah kamar membuat Zander menoleh. Jose terlihat telah rapih mengenakan seragam sekolah menyapanya.

"Ya, kau akan berangkat ke sekolah?" Tanya Zander sembari melepas topi yang ia kenakan.

"Ya, ngomong-ngomong, apa Atikah tak akan keluar dari kamarnya? Kalian bertengkar?"

Ahh Zander lupa jika ia belum memberi tahukan soal hukuman yang ia berikan kepada istrinya itu.

"Ya, dia tengah sakit, jadi harus banyak istirahat. Kau segera pergi, Tatang sudah menunggu."

Jose lalu segera pergi tanpa bertanya lagi, sementara mata Zander kini tertuju ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup.

"Haruskah saya menemuinya?"































Tbc ...

Gimana, seru ga???







Pribumi [Jaedy]  Where stories live. Discover now