38 : Cerita lampau

474 76 7
                                    





Maaf kalo ada typo














Di usia Arne yang menginjak 6 bulan, wajah bayi itu semakin membuat Atikah terheran bagaimana tidak, gennya seolah lenyap entah kenapa bahkan ketika Atikah bercermin hanya rambut merekalah yang terlihat sama sedangkan sisanya tak bersisa.

Matanya melirik ke arah bingkai di meja rias di mana foto keluarga terbaru miliknya terlihat terpajang di sana, ada dirinya, Zander, Jose dan juga Arne, mereka terlihat tersenyum cerah membuat Atikah semakin heran apakah kebenciannya terhadap Zander dahulu adalah penyebab lenyapnya segala entitas Atikah pada sang putra?

"Kau sedang bercermin? Apakah dia cantik?" Zander yang tiba-tiba muncul dengan tangan yang merengkuh pinggang sempitnya sukses membuat gelenyar aneh dalam perutnya.

"Ya, tentu saja, saya terlihat cantik seperti ibuku," Jawab Atikah percaya diri, lantas tubuhnya berbalik guna membalas tatapan Zander.

"Apa saya boleh merasa heran dengan fisik Arne? Dia terlihat sama sekali tak mirip denganku, rasanya ada sedikit kemarahan di sini," Atikah menepuk dada bagian kirinya.

Zander terkikik lalu tangannya mengusap helaian rambut Atikah yang jatuh untuk ia selipkan ke telinga sang puan, "tak apa, dia tetap tampan."

Atikah terdiam menatap Zander mereka saling menyelami iris masing-masing hingga Zander akhirnya memulai ciuman yang lembut sembari meremat pelan pinggul sang istri.

Jangan heran, Atikah memang telah berhasil terjinakan dari segala sikap arogansinya. Zander berhutang banyak kepada Beatrix karena atas penjelasannya Atikah akhirnya dapat mengerti ketulusan dari seorang lelaki tak di nilai dari asal muasalnya.

Ciuman terlepas lalu Atikah tersenyum malu kala melihat Zander tersenyum lebar ke arahnya, "kau tau, Atikah, kau yang sekarang mengingatkan saya terhadap sosok kau saat kecil dulu."

Perkataan Zander sontak membuat Atikah bingung, maksud Zander tentang saat kecil? Atikah sungguh tak paham, "maksudmu?"

"Kau tak ingat, tapi kau dan saya pernah bertemu dulu, saat usiamu 9 dan saya 18."

"Sungguh?"

"Ya, kau ingin tau bagaimana kita dulu?"

Atikah mengangguk antusias membuat Zander gemas dan membawa sang istri duduk di atas ranjang mereka.









"Kau seperti Papa?" Tanya Atikah kecil sembari menatap Zander remaja. Mereka berjalan bersisian menuju ke arah halaman belakang rumah Atikah yang terdapat pohon mangga besar dengan buah yang lebat.

"Maksudmu?" Tanya Zander bingung dengan konteks yang bocah itu tanyakan.

"Kau, penjajah, seperti Papa?"

Ah, rasanya Zander ingin sedikit menjitak kepala bocah itu karena ucapannya yang terdengar kasar walaupun tak salah juga.

"Ya, kami berasal dari Netherland dan kau juga, kau anaknya, bukan?"

Mendengar pertanyaan Zander Atikah kecil mengerucutkan bibirnya kesal. Ia tak suka jika di samakan dengan sang ayah yang merupakan londo tulen itu.

"Tidak! Saya berbeda, saya anak dari Ibu saya, dia seorang pribumi!" Sentak Atikah dengan nada seakan hendak menangis tetapi entah kenapa Zander malah gemas melihatnya.

"Goed verdriet! Baiklah, baiklah. Jangan menangis, kau ingin permen?"

Pertanyaan Zander berhasil membuat Atikah terdiam, matanya yang sedari tadi berkaca-kaca ia usap dengan tatapan masih tertuju ke arah Zander, "kau memilikinya?"

Zander tersenyum lebar seraya menyamakan tinggi dengan bocah 9 tahun itu, "ya, tetapi berjanjilah, jika kita bertemu nanti kau harus banyak tersenyum dan tetap cantik seperti ini."












"Lalu kau menjawab dengan anggukan, kau mengambil permen dari saya dan menemani saya seharian," Ucapan Zander membuat Atikah tercengang. Ada rasa tak percaya kala mendengar ungkapan sang suami dan itu terlihat jelas oleh mata telanjang Zander, "kau tak percaya padaku?"

Atikah buru-buru menggeleng, "bukan seperti itu saya mengingat samar tentang teman Papa yang datang ke rumah sore itu, jadi itu kau?"

"Ya, itu saya yang baru saja datang ke Hindia  Belanda. Hubungan Papamu dan Papaku dulu baik-baik saja meskipun seperti yang kau dengan dari Tante Beatrix, keluarga Van Gils sama sekali tak menyetujui pernikahan kedua orangtuamu."

Atikah jelas paham soal itu, iapun masih merasa sangat bersalah atas sikapnya terhadap mendiang Gerard yang sama sekali tak ia pertimbangkan sisi baiknya.

"Dan ngomong-ngomong Atikah," Zander menarik tangan sang istri sebelum melanjutkan bicaranya, "apakah kau mau ikut dengan saya ke rumah Oom Diederik minggu ini? Ada hal yang harus saya lakukan untuk kau dan Arne."

Mendengar tuturan Zander Atikah mengernyit bingung, "ada apa? Kau tau mereka berada jauh di Batavia dan juga ... " Kalimat Atikah terputus mengingat bagaimana sikap sebagian besar keluarga Zander, "mereka tak terlalu menyukai saya?"

"Tak perlu kau pikirkan, kita harus datang ke sana dan memperbaiki keadaan. Kau tau saya selalu ingin yang terbaik untukmu dan Arne, kan? Keluarga kita adalah prioritas saya, Atikah."

Zander mencium lembut jemari sang istri. Tetapi Atikah tiba-tiba saja memiliki firasat yang cukup buruk karenanya.































Tbc ...

Bentar lagi last konflikkk
Semangat vote!!



Ngomong-ngomong aku seneng banget waktu liat ada di no 1 nya Jisung dari 22k+ cerita.

Ngomong-ngomong aku seneng banget waktu liat ada di no 1 nya Jisung dari 22k+ cerita

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Terimakasih uri Readers-nim <33






Pribumi [Jaedy]  Where stories live. Discover now