AllDerous 11 Taekwondo (2)

0 0 0
                                    

“Kenapa sama wajah Lo?”  

Semua pandangan terpusat pada Airlangga yang baru saja datang. Terlihat banyaknya lebam di wajahnya membuat teman-temannya sedikit khawatir. Pemuda itu hanya berjalan dengan santai ke arah sofa yang tersisa. Kemudian di hempaskannya tubuh besar dan gagah itu lalu memejamkan kedua matanya. Sejak kedatangannya, Airlangga belum menemukan sosok Giovano di markas besar AllDerous. Tempat ia berada saat ini, ia pun bertanya kepada Jordan mengenai keberadaan Giovano.

“Dimana Gio?” Tanya dengan mata masih terpejam.

“Gio ada di lantai dua. Gue udah manggil dokter, katanya tadi gapapa cuman keseleo aja mungkin sekarang dia tidur.” Jordan menjawabnya sembari bermain ponsel. “Ah bangsat kan kalah!” Serunya dengan kecewa sebab kekalahan yang ia terima dalam bermain game.

“Galvin kapan kesini deh, lama bener?” Jordan kembali bersuara dengan pandangan yang beredar. Pemuda itu tengah menanti kedatangan Galvin yang menjanjikan pizza dengan ukuran besar padanya. Namun sampai malam menjelang Galvin belum kunjung datang. Rakan yang sedari tadi hanya diam kini mulai beranjak dari tempat duduknya dan berpindah kesofa panjang tempat di mana Airlangga merebahkan tubuhnya.

“Soal misi kita gimana?” Tanya nya pada Airlangga.

“Kita bahas nanti, gue mau istirahat bentar.” Setelah menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh Rakan, Airlangga pun bangkit dari baringnya dan pergi menuju ke lantai dua.

Markas AllDerous memang sangat besar. Bukan bangunan usang yang mereka pilih sebagai tempat berkumpul, melainkan rumah mewah campuran warna abu-abu, putih dan hitam dengan tiga lantai di dalamnya. Lantai pertama sebagai aula pertemuan memiliki sebuah kantor khusus di beberapa ruangnya dan sebuah ruangan luas yang dijadikan tempat rapat atau sekedar bermain santai anak-anak AllDerous. Lalu ruangan khusus yang di peruntukan petinggi AllDerous. Di lantai dua kurang lebih ada dua puluh kamar dengan kamar mandi pribadi di dalamnya. Tujuh kamar utama yang berukuran besar dan mewah kembali di peruntukan petinggi AllDerous dan dua sisanya kamar tamu. Tiga belas yang tersisa hanyalah kamar biasa, kamar-kamar itu biasanya digunakan anggota AllDerous yang lain untuk menginap di sana. Tidak banyak anggota AllDerous yang berada di markas saat ini. Mengingat mereka juga memiliki urusan masing-masing dan pesan Airlangga agar tidak mencampur adukan urusan pribadi dengan AllDerous membuat mereka paham untuk tetap mementingkan urusan pribadi sebelum menyelesaikan urusan AllDerous.

Airlangga membuka kamar pribadinya yang berada di lantai dua. Ia menutupnya kembali dengan perlahan lalu kembali merebahkan diri. Sebuah ranjang besar yang berada di kamar pribadinya siap digunakan kapan saja. Pemuda itu juga kembali memejamkan mata dan tanpa sadar mulai memasuki alam mimpinya.

Dilain tempat Senno berusaha untuk mengobati lukanya sendiri dengan obat seadanya yang berada di rumah kecil miliknya. Pemuda itu tampak kesulitan saat harus meraih punggungnya yang juga memar sebab pertarungan tadi. Namun tiba-tiba seorang pemuda lain datang dan membantunya.

“Lain kali jangan terlalu berambisi.” Nasehat pemuda itu pada Senno.

Senno hanya tersenyum kecil untuk menanggapinya. Saat dirasa obat merah sudah mendarat tepat di atas lukannya, Senno sedikit meringis kesakitan.

“Bagian situ sakit kak.” Ucapnya sembari mendongak.

Kedua pemuda itu saling memandang sebelum Senno berbalik untuk menatap nya dengan seluruh.

“Gue udah ketemu sama AllDerous.” Senno mulai menceritakan pertemuannya dengan AllDerous di hari pertama sekolah hingga luka yang ia dapat hampir di sekujur tubuhnya. “AllDerous bukan orang-orang biasa.” Tambahnya dengan hembusan nafas kecewa. “Gue bahkan hampir kesulitan buat nyamaim mereka di taekwondo tadi.”

“Oh jadi luka ini ulah AllDerous?” Tanya pemuda itu pada Senno.

Senno hanya mengangguk, pemuda itu kemudian beranjak dari tempat duduknya. Melangkah mendekati jendela dan melihat hujan yang tengah turun dengan derasnya. Kedua tangannya mengepal kuat dengan air mata yang hampir turun membasahi pipinya. “Sehebat apa anak-anak AllDerous mereka cuman jalan pintas buat gue!” Ucapnya penuh semangat. “Suatu saat nanti semuanya akan terbalas.” Tambahnya dengan seringai mengerikan.

“Entah itu Senno Albara atau Calishia Senna Wijaya, gue tetep ngedukung Lo dari belakang.”

Airlangga terbangun dari tidurnya. Pemuda itu menatap ke arah arloji yang masih melingkar di pergelangan tangan kirinya yang memperlihatkan pukul sembilan malam. Dirabanya nakas yang berada di samping tempat tidur, sebuah ponsel yang tergelek di atasnya di ambil olehnya dan ia mulai membuka suatu aplikasi. Dengan penglihatan yang masih meredup Airlangga menuliskan beberapa pesan kepada seseorang. Saat tengah asik menulis sebuah pesan singkat, pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang. Airlangga mempersilahkan oleh yang berada di luar kamarnya untuk masuk.

Pintu terbuka dan ia mendapati Galvin telah berdiri diambang nya. Ditutupnya kamar Airlangga oleh Galvin lalu kemudian pemuda itu melangkah menghampiri Airlangga. Baju seragam yang masih melekat di tubuh temannya, membuat Galvin hanya mampu menggelengkan kepala. Seperti sudah hafal dengan bagaimana sosok Airlangga, Galvin dengan kotak P3K di tangannya mendaratkan dirinya di atas ranjang Airlangga.

“Kali ini sama siapa?” Tanya Galvin langsung pada intinya. Galvin tidak perlu menjelaskan terlalu rincih mengenai pertanyaannya, Airlangga langsung mengerti dan hanya tersenyum remeh pada dirinya sendiri.

“Sama anak baru di sekolah.” Jawab Airlangga santai.

“Anak baru itu yang cari masalah?” Galvin kembali bertanya. Airlangga hanya menggelengkan kepalanya ya sebagai jawaban kedua.

Galvin tidak ingin bertanya lagi. Pemuda itu dengan telaten membantu Airlangga untuk membersihkan luka-lukanya.

“Kalo habis gelud bersihin dulu luka Lo baru tidur.” –Galvin

“Iya dok!” –Airlangga

“Gue denger Giovano juga kena?” -Galvin

“Heem.” –Airlangga

“Sebenernya ada apa?” -Galvin

“Taekwondo” –Airlangga

“Sampe kaya gitu?”

Galvin bingung, bagaimana teman-temannya bisa berakhir dengan banyak luka hanya karena sebuah ekstra. AllDerous bukanlah untuk mereka yang lemah. Apalagi sebagai ketua, Airlangga tidak pernah pulang dengan kata kalah dalam apa pun itu. Entah seorang macam apa yang membuatnya bisa berakhir seperti ini. Setelah selesai membalut luka di lengan kiri Airlangga, Galvin beranjak dari duduknya, menaruh kotak P3K di atas nakas sebelah ranjang Airlangga.

“Rakan tadi tanya ke gue, soal misi kita.” Galvin kembali mengajukan pertanyaan setelah dia kembali mendaratkan tubuhnya di atas ranjang Airlangga. “Gue juga udah tau soal itu. Jadi gimana?”

Airlangga menghembuskan nafasnya lesu.

“Gue udah mikirin ini mateng-mateng, gue juga udah minta bantuan ke berbagai pihak khususnya keluarga Jordan buat dapet informasinya. Tapi kali ini hacker yang kita lawan beda. Situs itu akan berganti setiap harinya. Jadi untuk bisa nangkep mereka kita perlu waktu yang lama.” Jelas Airlangga pada Galvin.

“Apa kita bilang aja kalo kita kualahan?” Tanya Galvin balik pada Airlangga.

“Jangan Vin, Mr black udah banyak berkontribusi buat AllDerous, masak cuman pekerjaan sepele kaya gini kita ga bisa.” –Airlangga

“Yaudah, kita pikirin lagi sambil ngerjain lainnya. Soal Arena balap itu, juga gimana?” –Galvin.

“AllDerous harus bisa ambil alih Arena itu.” Jawaban terakhir Airlangga yang penuh ambisi membuat Galvin menyunggingkan senyuman nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALLDEROUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang