"Sudah tak ada lagi yang ingin kalian tanyakan?" tanya Sir Alex. Semua murid yang berada dikelas IX-1 lantas mengangguk.
Sir Alex tersenyum menawan. "Baiklah kalau tidak ada yang ingin di tanyakan. Silahkan menunggu kedatangan guru selanjutnya, jangan membuat keributan dan masalah. Paham? Kalau begitu, saya pamit. Thank you for your attention." Pria bertubuh jangkung dan kekar itu lalu beranjak meninggalkan kelas.
Melihat kepergian Sir Alex, George melirik sekilas pada jam yang bertengger pada dinding. George mengembuskan napas, bosan. Hanya kata itu yang terbayang di benak kepalanya. Gadis itu hendak bermain dengan ponselnya, namun entah mengapa—ada rasa bosan bermain ponsel.
George lalu kembali melirik, namun memandang Daniel. Tampak si Kutu Buku itu sedang asyik membaca materi pembelajaran hari ini dikarenakan Miss Freya tengah berhalangan hadir. Ia lalu kembali melengoskan pandangannya. Dasar Daniel, tak henti-hentinya membaca buku! Dirinya saja memegang gelar status juara umum, tak sesering itu membaca buku.
Sampai pada akhirnya, seseorang menepuk pundaknya—membuat George terperanjat kaget. Gadis itu lalu berbalik menghadap pada orang yang menepuk pundaknya. George menyengir tatkala mengetahui siapa orang yang telah menepuk pundaknya.
"Kau tahu? Aku hampir jantungan karena kau secara tiba-tiba menepuk pundakku!" celetuk George.
Sang tersangka utama hanya terkikih. "Maaf. Aku hanya ingin mengajak mu pergi ke taman. Kau mau? Lagi pula Miss Freya hari ini tidak masuk. Tak apalah kita sekali-kali menjadi murid nakal," ajak orang itu.
George memutar matanya. "Dasar kau! Kemarin-kemarin ku ajak bolos tapi kau mengelak dengan alibi jangan merugikan orang lain!"
Ya, sesuai dugaan kalian. Orang itu adalah Louis. Bukan orang lain.
Louis yang mendengar hal itu hanya cengar-cengir. "Ayolah, itukan kemarin-kemarin. Bukan sekarang."
George terdiam beberapa saat, sekilas ia melirik Daniel yang tengah sibuk berinteraksi dengan kekasih tercintanya—buku. George menaikkan bahunya. Lagi pula Daniel sibuk, kan? Tak ada salahnya apabila dirinya menerima tawaran Louis.
George mengangguk. "Baiklah. Aku mau," balas George.
Louis tersenyum lebar, tanpa berlama-lama Louis menggenggam tangan George dan menariknya keluar dari kelas. Akan tetapi, sebelum itu George telah meminta izin pada Ketua Kelas—Alexya. Namun, tentu saja, peristiwa tadi mengundang perhatian seluruh murid kelas IX-1. Seorang Louis Braith Quin, untuk pertama kalinya berinteraksi terhadap orang, terlebih lagi ia berinteraksi terhadap seorang gadis. Sangat mengejutkan bagi semua orang.
Di koridor, keduanya tampak berjalan bersanding dengan bertaut tangan secara tanpa sadar. Untung saja keadaan di koridor cukup sepi, sehingga menghindarkan mereka dari pusat perhatian siswa-siswi lainnya.
"George," Louis mulai membuka suara.
George menoleh, menatap polos Louis. "Iya?"
"Kapan hari ulang tahun mu?" tanya Louis.
George melengoskan mukanya, lalu terdiam sesaat. Setelahnya ia lalu menjawab. "Tanggal dua, bulan Mei tahun dua ribu tiga. Kau sendiri?"
"Tanggal dua puluh tiga, bulan Maret tahun dua ribu tiga," pungkas Louis. George yang mendengarnya lantas manggut-manggut.
Keduanya kembali hening. Mereka tetap tak menyadari tangan mereka yang saling bertaut. Sesampainya di taman sekolah, Louis mengajak George duduk di sampingnya—duduk di kursi taman kayu.
Saat terduduk, Louis baru saja tersadar bahwa tangannya dengan tangan George sejak tadi saking bertaut. Buru-buru Louis melepas genggaman tangan mereka. "M—maaf. Aku tak sadar sejak tadi menggenggam tangan mu," ungkap Louis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional [On Going]
Werewolf❝Dari jutaan manusia, mengapa harus dia?❞-GL ❝Untukmu sang fatamorgana, aku mencintaimu. Dari sang aksara amerta.❞-LBQ ❝Bahkan ketika kau pergi meninggalkan aku pun, hati ini ingin berbicara untuk menahan kepergianmu.❞-DS ••• George Lawrence adalah...