01

193 24 1
                                    

Ting

Ishel yang baru saja mendudukkan diri di kursi halte langsung merogoh sling bag miliknya, guna mengambil ponselnya yang baru saja berdering. Satu panggilan dengan nama 'bunda' terpampang di layar ponselnya. Tanpa berpikir panjang, Ishel menggeser tombol hijau tanda ia menerima panggilan dari sang bunda.

"Halo bun, kenapa? "

"Kamu kok belum pulang? Biasanya jam 7 udah sampe, ini udah mau jam 9 kok belum keliatan wujud kamu dirumah? "

"Maaf bun, Ishel ada lemburan tadi. Abis pulang sekolah sore tadi Ishel enggak langsung part time, Ishel sempet kerkom juga. Jadi, part time nya ambil lemburan bentar."

Ishel memandang ke depan, ke jalanan malam yang masih ramai lalu lalang berbagai macam kendaran.

"Sekarang udah mau pulang, kan? " Suara sang bunda dari seberang kembali terdengar.

"Iya bun, baru nunggu bus terakhir ini! " Jawab Ishel dengan sedikit berteriak karna ramainya jalanan.

"Ya udah, hati-hati ya nak" Putus sang bunda.

"Iy- EH! " Ishel baru akan mengiyakan pesan bunda nya, namun kejadian yang berada tepat di depan mata nya membuat Ishel berteriak terkejut.

"Ishel! Kenapa, ada apa nak? " Nada panik sang bunda dari seberang terdengar, Ishel seakan sadar dan dengan cepat menjawab dan memutuskan panggilan.

"Enggak bun! Ada kecoa! Ya udah Ishel tutup dulu ya, bus nya udah dateng"

Terdengar jawaban bunda mengiyakan Ishel, dengan segera ia memutuskan panggilan antara keduanya.

Namun, jika kalian percaya Ishel berteriak karena ada kecoa. Kalian salah besar.

"Eh, lo kenapa? Sini gue bantu berdiri" Ishel dengan segera menaruh ponselnya dan mendekati seorang pria yang tersungkur didepannya. Keadaan pria tersebut cukup mengenaskan jika Ishel lihat. Muka lebam, pelipis dan hidungnya berdarah, juga punggung tangan kanan nya yang sama mengeluarkan darah segar.

Ishel memapah pria tersebut untuk duduk di kursi halte yang awalnya ia duduki, "lo jangan kemana-mana dulu, gue beli obat merah sama air putih dulu ya" Ishel berkata demikian setelah memastikan bahwa pria tersebut masih sadar, walaupun terlihat dengan jelas dia meringis menahan sakit di tubuh nya.

Pria tersebut hanya mampu menganggukkan kepala sebagai jawaban atas perintah Ishel.

Ishel langsung berlari ke minimarket terdekat, sebenarnya jika dipikir-pikir Ishel itu orangnya tidak terlalu peduli dengan orang lain. Ishel tipe orang yang tidak mau mencampuri urusan orang lain. Tetapi, melihat pria tadi yang sepertinya berjalan saja sudah tidak kuat, Ishel merasa terketuk hatinya untuk menolong.

Se-perginya Ishel, pria tersebut hanya terus mengelus perutnya yang tiba-tiba nyeri. Terus meringis menahan perih. Ia sedikit bersyukur karena ada seseorang yang menolongnya. Jika tidak, pasti ia akan mati terkapar di pinggir jalanan. Membayangkan saja sudah mengerikan.

"Sorry lama!" Ishel datang tergopoh dengan membawa satu kanton kresek yang berisi obat merah dan dua botol air.

Pria tersebut hanya tersenyum menanggapi nya, "lama apaan, belum ada 5 menit" Batinnya.

Ishel sibuk mengeluarkan tisu yang selalu ia bawa kemana-mana di dalam sling bag nya. Tak lupa, mulai membuka obat merah yang ia beli.

"Sorry, tapi mending lo basuh muka lo dulu. Itu darahnya meleber kemana-mana soalnya" Ishel menyodorkan satu botol air yang mana diterima oleh pria di sampingnya.

SempurnaWhere stories live. Discover now