03

114 20 6
                                    

"Gimana enak nggak? Kayaknya hampir semua murid sekolah kita pernah makan disini sih" Jafan bertanya dengan mulut penuh dengan mie ayam.

Ishel yang baru saja menyuap pun langsung memberikan satu jempolan tangan kanannya. Karena Ishel akui mie ayam depan sekolah mereka ini memang tidak ada dua nya. Apalagi di traktir.

Karena Ishel tadi memutuskan untuk makan mie ayam saja, Jafan pun hanya menurut. Dan mie ayam depan sekolah adalah pilihan mereka.

"Lo naik motor tiap hari ke sekolah? " Ishel bertanya sembari menatap motor sport milik Jafan yang terparkir tepat di samping gerobak mie ayam.

Jafan mengangguk, "iya. Lo sendiri juga tiap hari? "

Disamping motor Jafan terdapat motor matic milik Ishel, milik bunda Ishel lebih tepatnya.

"Nggak sih, bunda ke kantor hari ini pake mobil. Jadi, motornya gue pake"

"Kalo bunda lo pake motor? " Jafan bertanya menghadap sepenuhnya ke arah Ishel.

"Dianterin supir, pulang ojol" Ishel menjawab sembari menyeruput es jeruknya, setelahnya ia sedikit meringis karena rasa asam yang menyapa lidahnya.

"Daripada pulang ojol-"

Jafan menunjuk motornya, "-noh, jok motor belakang selalu kosong setiap gue pulang"

Ishel membuat ekspresi jijik, "buaya juga ya lo, ternyata nggak jauh beda dari yang lain"

Jafan tertawa terbahak-bahak, padahal niat awal memang serius. Tapi, memang terdengar seperti buaya jantan yang sedang menggoda buaya betina sih.

"Enggak, gue beneran serius. Sejak lo nolong gue semalem, gue ngerasa gue punya utang budi sama lo" Ujar Jafan pelan, pandangannya turun kembali ke mangkok mie ayam yang hanya tersisa mie nya saja. Sedangkan, ayamnya sudah habis.

Ishel menatap Jafan sebentar, "apaan deh, lebay lo. Santai kali" Ishel tertawa kecil.

"Serius, coba kalo lo nggak disitu, nggak duduk di halte. Kita nggak bakal pernah ketemu sih, karna nggak akan ada yang nolong gue"

Ishel terdiam, nada bicara Jafan sangat ketara jika ia benar-benar mengatakan yang sejujurnya.

Ishel kembali tersenyum mencairkan suasana, "enggak mungkin lah, kalo pun gue nggak ada gue, pasti ada yang nolong kok"

"Enggak shel, nggak akan pernah ada yang nolong" Jafan menatap ishel sepenuhnya, membuat Ishel tertegun.

"Lo orang pertama yang nolong gue, ratusan kali gue ngalamin hal yang sama kayak semalem, nggak ada satupun orang yang nolong kecuali lo. Gue cuma terkapar sampai pagi, untung nya ratusan kali pun gue masih bisa bernafas dan buka mata lagi untuk berusaha nyembuhin diri gue sendiri"

Ishel terdiam, atmosfer disekitar mereka menjadi hening. Awalnya yang hangat tiba-tiba menjadi canggung. Hanya suara kendaraan yang ramai berlalu lalang di sebrang jalan.

Ishel tidak berani membuka mulutnya, ia terlalu takut jika salah menanggapi.

Mereka hanya saling menatap dengan tatapan yang berbeda.

Jafan sepertinya merasa salah berbicara, seharusnya ia tidak menjabarkan sedetail itu. Dengan canggung Jafan memutus kontak mata mereka, berdehem pelan menghilangkan kecanggungan diantara mereka.

"Sorry shel, kayaknya gue berlebihan deh. Sorry beneran nggak bermak-"

"Nggak, "

Belum selesai Jafan berbicara, Ishel sudah menyela. "Gapapa, gue berusaha ngerti kok"

SempurnaWhere stories live. Discover now