27. Mudah Rapuh

60 5 0
                                    

"Sekarang, gadis itu sudah tak seceria dulu. Bahkan, dia terlihat mudah rapuh dengan segala hal."

-Maaf, Gladista-


"Tapi, kalo gue lihat barusan itu punggungnya kayak gue kenal banget. Siapa ya?" seorang mahasiswa itu terus penasaran terhadap wallpaper di telepon Gladista. Beruntunglah, dia hanya melihat sekejap pasa saat benda pipih milik Gladista jatuh. Andai saja dia tidak menabraknya, mungkin dia juga tidak akan pernah tahu gambar di layar depan telepon Gladista.

"Udah bilangin, dia idola gue juga." Setelah Gladista menjawab sebagai idolanya, seolah mahasiswa tersebut tidak percaya. Dia mengerutkan kening, dan mengecilkan matanya, seolah-olah sedang mencoba mencari kebenaran dalam diri Gladista.

Gladista yang ditatap seperti itu pun mengalihkan pandangannya, ia sedang mencari ide, apa yang harus Gladista lakukan untuk menghindari mahasiswa yang super penasaran ini. Ya, bisa di bilang Gladista takut akan kebocoran tentang siapa sebenarnya Gladista.

"Lo, bisa gak sih, tuh maskernya di copot. Mencurigakan banget. Emangnya gak pengap apa," ujarnya membuat Gladista ingin sekali mencabik-cabik perempuan yang berstatus sebagai mahasiswa di kampus ini.

Jujur saja, Gladista sangat ingin melepaskan masker yang sudah berjam-jam melekat di mulut Gladista. Tapi, apalah daya Gladista hanya bisa terus bertahan, jika ia ingin melepaskan pun tidak di tempat umum, seperti kantin. Ia harus pergi ke toilet, istirahat pun juga di toilet. Kecuali, jika Gladista ingin makan atau minum, ia harus mencari tempat yang sepi untuk bersembunyi, selain toilet.

"Lagi sakit."

Kapan sih nih orang perginya, pengin banget tahu siapa gue.

"Hm, maaf. Saya ingin pesan." Entah dari mana Christa melihat Gladista sedang terpojok kan disini. Tapi, itu tidak penting. Yang terpenting adalah Gladista sekarang sudah bisa pergi dengan alasan ada yang ingin pesan makanannya bu Dian.

"Oh, baik. Mari disana." Tanpa menunggu lama, Gladista langsung menyeret Christa untuk mencari tempat duduk yang jauh dari mahasiswa yang super penasaran dengan Gladista.

"Ya ampun, Chris. Makasih banget loh, gue tuh gak tahu mau gimana lagi tadi. Mana dia gak pergi-pergi. Pengin banget gue jambak rambut dia, tendang kakinya, sampai tersungkur." Christa yang baru saja mendengar celotehan Gladista menghela napas gusar.

"Terus, kenapa lo gak lakuin itu?" Gladista melongo dengan pertanyaan yang diajukan Christa.

"Lo pikir aja dampaknya, kalo gue lakuin itu, Chris."

"Lo tadi ada apa sih, Dis?!"

"Entar, gue cerita. Sekarang, lo mau pesen apa?"

"Gue pesen nasi telor, seblak telor, jangan lupa yang gurih sama pedes. Terus batagor, sama minuman es jeruk dan es teh manis." Gladista tidak tahu Christa sedang kenapa, mengapa dia pesan dengan jumlah yang cukup banyak?

"Banyak banget, Chris. Lo, fine kan?" Pertanyaan Gladista seolah-olah membuat mood Christa berantakan. Dia langsung duduk dengan ekspresi kesal.

"Gak! Udah sana! Oh ya, sama air mineral satu." Mungkin ini tidak merepotkan bagi bu Dian yang memasaknya. Tapi jika dengan Gladista sendiri, kalo merasa repot, ya benar. Ia merasa repot dengan cara bawanya. Mana cukup banyak apa yang Christa pesan.

°°°°°

"Chris, lo habis, makan sebanyak ini?" pertanyaan Gladista hanya di abaikan oleh Christa yang sedari tadi sibuk makan. Gladista yang merasa di abaikan pun hanya diam tak bersuara, ia mencoba mengalihkan pandangannya ke sekitar. Ia melihat dengan lekat mahasiswa-mahasiswa yang berada di kampus ini. Dan ternyata, jadi mahasiswa di kampus terkenal ini tidak se enak yang Gladista pikirkan.

MAAF, GLADISTA (END) Where stories live. Discover now