2. Sidang

15K 573 25
                                    

"Ayah, Ayah nggak boleh ninggalin aku sama bunda, Yah," rengek Ririn.

"Ayah nggak bakal ninggalin kamu nak, Ayah cuma ninggalin bunda. Ayah bakalan nikah sama Tante Fita," jelas ayah.

"Aku nggak mau punya bunda kayak Tante tikus itu! Dia itu jahat yah! Kemarin dia bentak-bentakin bunda! Ayah nggak tau kan? Soalnya Ayah nggak ada dirumah, jadi Ayah nggak tau. Ayah nggak pernah mau tau ding, sama bunda," kata Ririn.

"Kalo Ayah sama bunda pisah, kamu bakalan tinggal sama Ayah, Nak."

"Tinggal sama Ayah?! Terus kalo aku tinggal sama Ayah, bunda tinggal sama siapa?" tanya Ririn.

"Bunda sama kakek sama nenek. Bunda bakalan tinggal disana."

"AYAH ITU BENER-BENER NGGAK PUNYA HATI! AYAH NGGAK SAYANG SAMA BUNDA! AKU NGGAK MAU TINGGAL SAMA AYAH!" teriak Ririn lalu berlari keluar rumah.

Bunda hanya bisa menangis dari balik pintu. Saat Ririn membuka pintu rumahnya, ia melihat bundanya menangis. Ia memeluk bundanya dengan erat.

"Aku nggak mau Bun tinggal sama ayah. Aku maunya tinggal sama Bunda," kata Ririn.

"Ririn, nggak boleh gitu. Ayah kan sayang sama Ririn, makanya dia mau jagain Ririn. Ayah mau Ririn tinggal sama ayah." jelas bunda

"Kalo aku sama ayah, terus Bunda tuh sama siapa? Bunda nanti bakalan tinggal sendirian gitu?" tanya Ririn.

"Bunda mau pergi dulu ya, Ririn sama ayah nanti," kata bunda tidak mengacuhkan pertanyaan Ririn.

"Bunda mau kemana?"

"Nanti Ririn juga tau kok."

Ririn mulai menangis lagi. Seorang lelaki kecil menghampirinya. Ia menarik Ririn agar mau mengikutinya.

"Mau kemana kita, Dim?" tanya Ririn setelah beberapa menit berjalan tak tentu arah.

"Seberhentinya kamu nangis, Rin," jawab cowok yang dipanggil 'Dim' tadi itu.

"Aku capek. Cari tempat duduk yuk," ajak Ririn.

Ririn dan Dimas mencari sebuah tempat untuk beristirahat. "Rin, kamu tau nggak, dibelakang perumahan kita, ada danau kan?" tanya Dimas.

"Iya apa? Dimana emang? Aku nggak pernah liat disekitaran sini ada danau," jelas Ririn.

"Yaudah kalo gitu, ikut aku aja yuk. Aku tau kok tempatnya."

Ririn mengikuti Dimas yang di berjalan di depannya. Tangan Dimas menggenggam erat tangan Ririn. Dimas berhenti setelah sekitar 10 menit perjalanan.

"Ini Rin, danaunya."

"Ini yang kamu bilang danau, Dim?"

"Iya. Bagus kan?"

"Duh Dimas. Nilai IPS kamu berapa sih? Ini tuh rawa-rawa. Bukan Danau. Kalo Danau, pasti gede banget. Aku yakin, di dalemnya pasti isinya cuma ikan-ikan ternak kayak gitu."

"Nggak percaya aku."

"Ih ini anak dibilangin nggak percayaan banget sih. Sini deh mendekat," Ririn menarik tangan Dimas. "Tuh, ikannya aja, kecil-kecil begini. Ini juga bukan rawa-rawa sih. Ini apa ya namanya? Aku lupa."

Ririn berdiri tepat di pinggir rawa-rawa itu. Dimas berdiri di atas Ririn. Ide jahil Dimas tiba-tiba muncul.

"Rin, liat! Ada buaya tuh!" kata Dimas sambil menunjuk ke arah rawa-rawa.

"Mana?!" tanya Ririn panik dan spontan ia menghadapkan tubuhnyaa ke arah yang ditunjuk Dimas. Dimas mendorong Ririn dari belakang.

Byur! Suara ceburan badan Ririn yang di dorong oleh Dimas.

"Dims.. hulft- aku- hulft- tol- hulft" kata Ririn yang tak bisa berenang.

"Hahaha, nggak usah pura-pura deh Rin. Kamu kan jago olahraga, pasti kamu pinter renang. Aku nggak ketipu sama kamu Rin," Dimas berkata sambil tertawa. Yang diketawai hanya mampu melambaikan tangannya.

"Ayo Rin sini. Kamu nggak usah pura-pura gitu," kata Dimas di sela-sela tawanya.

"Dim-hulft.. Tol-hulft," teriakan Ririn mulai melemas.

"Ririn?! Kamu beneran nggak bisa berenang?! Ririn!!" Dimas langsung ikut menceburkan diri menuju ke arah Ririn. Ia benar-benar tak tahu kalau Ririn tak bisa berenang.

Setelah beberapa menit ia berhasil menyelamatkan Ririn. "Rin, maafin aku Rin. Aku nggak tau kamu nggak bisa berenang. Rin, bangun dong. Maaf Rin," kata Dimas panik. Ia menepuk-nepuk pipi Ririn.

"Aku harus minta tolong siapa? Kak Ian juga nggak disini. Hp aku basah lagi!" kata Dimas. "Rin, bangun dong Rin. Jangan becanda dong Rin. Aku takut Rin," kata Dimas khawatir.

Dimas akhirnya berlari mencari bantuan. Ia berlari dengan sangat kencang ke arah rumah Ririn. Di tengah jalan menuju rumah Ririn, ia menabrak Ian.

"Kak Ian! Untung kakak ada disini!"

"Kamu kenapa sih dek? Baju kamu basah gini juga. Habis darimana?"

"Ntar aja aku jelasinnya kak! Sekarang kita harus bawa Ririn ke rumah sakit!"

"Ke rumah sakit?! Ngapain?!"

"Ntar aja kak aku jelasinnya! Sekarang kakak gendong Ririn, aku cari bantuan dulu. Aku panggilin pak supir dulu! Buruan kak!" kata Dimas bersiap berlari.

"Iya tapi Ririn dimana?!" Teriak Ian.

"Di danau yang biasanya kita buat tempat main itu kak!" jawab Dimas tanpa menoleh ke belakang. Ia berlari ke arah rumah Ririn, mencari supir di rumah Ririn.

Ian sudah setengah jalan menggendong Ririn ketika sebuah mobil berhenti di depannya. Dimas turun dari dalam mobil itu dan tubuhnya masih basah kuyup. Mobil melaju kencang menuju rumah sakit. Tak lama kemudian, mereka tiba di rumah sakit. Ririn segera dilarikan ke IGD.

"Kenapa bisa Ririn sampe tenggelam Dim?" tanya Ian akhirnya.

Dimas menceritakan semuanya. Dari di rumah Ririn hingga Ririn tenggelam.

***

Sidang perceraian ayah dan bunda Ririn berlangsung lumayan lama. Mereka harus dimediasi dulu supaya jernih pemikirannya. Setelah keluar dari pengadilan, ponsel bunda Ririn berbunyi.

"Kenapa, Ian?" tanya bunda. "Ini beneran?! Di rumah sakit mana sekarang Ririn?!" tanya bunda panik.

Segera setelah bunda menyetop taksi, ia meluncur ke rumah sakit yang disebut oleh Ian. Pikirannya kalang kabut. Suaminya belum tau keadaan Ririn. Ia tak ingin Adit tahu Ririn dirawat di rumah sakit.

"Hallo? Ian dimana? Tante Lita udah di loby. cepetan kamu kesini nak." kata bunda.

Tak butuh waktu lama, hanya 5 menit Ian menemukan Dina.

"Tante, Ririn koma." kata Ian.

———————————————————————————

Broken HomeWhere stories live. Discover now