Chapter IV

408 66 11
                                    

Kau akan menjadi ancaman berbahaya yang muncul saat kedok kegelapan turun. Saat kau bergegas keluar begitu kegelapan malam berkeliaran, merenggut nyawa setiap orang yang berani keluar dari pintu rumahnya.

Fighting

Angin dingin menyengat pipinya dan menyadarkan Xiao Hua pada masalah yang dihadapi ketika kenyataan pahit dari lingkungan barunya mulai meresap. Dia melihat sekeliling pada mobil-mobil yang ditinggalkan, dinding-dinding bercoret-coret, kawat berduri, jeruji di semua jendela, dan dia tiba-tiba merasa sangat sendirian.

Jarak ke apartemennya hanya tinggal sepuluh menit lagi, tapi rasanya seperti seumur hidup karena mesin mobilnya tiba-tiba mati. Ini adalah kecerobohan yang teramat memalukan. Dia melirik jarum penunjuk bahan bakar dan mengerang sebal. Bagaimana bisa dirinya sekalut ini hingga kehabisan bahan bakar di tengah jalan.

Mengumpat samar, dia melangkah keluar dari dalam mobil ke udara malam yang dingin menggigit, dan mencoba menghubungi Jiasha. Asistennya itu pasti masih berada di sekitar museum karena ia selalu pulang belakangan. Saat dilanda kesulitan tak terduga semacam ini, kadang Xiao Hua berharap dia punya teman di sisinya. Ingatannya kembali pada si kawan baru dan dia bertanya-tanya apakah dia bisa mengatasi setiap masalah sendirian setiap hari. Meskipun dirinya cukup tangguh dan bisa mengatasi semuanya sendiri, tapi kapan rasa sepi akan berakhir?

Ada suara-suara dari jarak beberapa meter ke arah di mana bangunan berdinding kusam melahirkan bayangan gelap ke sekitar jalan.

Jantungnya berdetak lebih kencang saat dia melihat beberapa aktivitas di sebelah kiri, di seberang jalan. Dia menegakkan kepala, sementara panggilan pada Jiasha belum juga mendapat jawaban. Kemudian dia mendengar teriakan dan tawa aneh, dan dia tidak bisa tidak memperhatikan apa yang sedang terjadi.

Terlepas dari dirinya sendiri, Xiao Hua berjalan beberapa langkah ke sumber suara. Sepertinya ada penganiayaan. Matanya menyipit, lumayan ngeri. Dia belum pernah melihat yang seperti ini selama di Phoenix. Setidaknya, tidak melihat secara langsung.

Beberapa pria mengambil langkah di sekitar korbannya, lalu mengangkat sepatu bot mereka tinggi-tinggi dan menurunkannya, menendangi sosok yang terbaring di tanah, nyaris tak terlihat. Xiao Hua takut mereka akan menginjak korban itu sampai mati.

"Hentikan!" dia berteriak.

Ada suara berderak yang sakit saat tendangan mereka mengenai sasaran.

Tanpa pikir panjang, Xiao Hua menyeberang jalan, langsung ke gerombolan pria yang sekarang mulai berbalik memperhatikannya. Mereka memandangnya dan senyum jahat mereka melebar saat mereka saling menyikut.

Dia melirik ke arah korban. Wajahnya berdarah dan memar, dan dia tidak sadarkan diri.

Dia menatap sekumpulan bajingan tengik, amarahnya mengalahkan rasa takutnya, dan berdiri di hadapan mereka, melupakan bahan bakar mobilnya untuk sesaat.

"Apa yang kalian lakukan? Mengeroyok seseorang hingga nyaris mati? Pecundang !" teriaknya kepada kelompok itu.

Seorang pria yang paling besar membalas dengan tawa.

"Apa masalahmu?" dia bertanya, suaranya menggeram. Aroma minuman keras memenuhi udara. Langkah kaki berderap mendatangi Xiao Hua, setidaknya ada lima orang pria besar.

Jantung Xiao Hua berdebar kencang di dadanya, adrenalinnya bekerja. Dia berhasil menghindar dan melompat mundur sebelum mereka mencapainya.

Kembali ke mobil mogok adalah langkah salah. Xiao Hua yakin jika mereka melihat mobil bagus ini, mereka akan semakin ganas dan lapar. Selain murka karena dirinya menyela kegilaan mereka, kawanan preman itu akan sangat bersemangat untuk merampoknya.

𝐌𝐚𝐮𝐫𝐢𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐌𝐨𝐨𝐧𝐫𝐢𝐬𝐞 (𝐇𝐞𝐢𝐡𝐮𝐚) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang