Chapter XIV

294 46 19
                                    

Matahari telah terbenam ke balik awan kelabu yang menggantung berat dan rendah di langit. Angin mengerang di antara dedaunan lebat, dan jubah hitam Hei Yanjing pun melambai-lambai. Percakapan singkat ini lumayan mengganggunya. Namun ia pun tak bisa sepenuhnya menyangkal pendapat Lao Wei. Pria berkacamata hitam itu kini terpaku menatap angkasa berselimut warna indigo kehitaman seiring malam perlahan menjejak. Anak rambutnya bergetar kala angin semilir menyapu wajahnya yang kaku.

Pikirannya bekerja keras dalam diam. Jemarinya bergerak perlahan menyentuh pistol pelebur jiwa di balik jubah panjangnya, juga sebilah belati perak yang selalu ada bersamanya. Dua senjata ini memiliki kekuatan mistis di mana ia bisa melenyapkan Xiao Hua kapan pun jika diperlukan.

"Aku akan pergi malam ini," ujarnya setelah menghela napas dalam-dalam. Menetralisir detakan jantungnya yang mirip ketukan genderang yang gelisah.

"Ke mana kau akan pergi?" Suara Lao Wei terdengar tidak senang.

"Ada beberapa hal yang harus kulakukan terkait masalah ini."

"Kau sangat bersusah payah demi pemuda itu. Jangan lupa, waktu kita mungkin singkat."

"Aku tahu." Hei Yanjing menjatuhkan puntung rokok ke tanah, menginjak kuat dengan sol sepatunya.

"Lagipula ini tidak akan lama. Aku hanya perlu memastikan sesuatu."

"Kau akan kembali malam ini juga?"

"Ya." Hei Yanjing mengangguk.

Xiao Hua ada di sini, ia pasti akan kembali secepatnya, Hei Yanjing meneruskan dalam batin karena ia yakin jika dia menunjukkan sedikit lagi simpati pada pemuda itu, maka Lao Wei akan semakin muak dan mungkin tidak bisa mengendalikan kebenciannya.

"Jaga pemuda itu untukku!" perintahnya seraya berbalik dan berjalan menuju pintu masuk bangunan gereja tua. Dedaunan kering terbang rendah di atas tanah, nyaris menyentuh tepian jubahnya.

"Ketua! Kau akan menuju Phoenix?"

Lao Wei mengikutinya dengan langkah tergesa.

"Aku tidak bisa menjelaskan padamu. Tapi ya, Phoenix akan menjadi salah satu tempat tujuanku."

"Itu cukup jauh. Kau yakin bisa kembali sebelum tengah malam?"

"Jangan khawatir. Aku akan meminjam sepeda motor besarmu." Hei Yanjing menoleh sekilas dan menyeringai. Langkahnya kini menuju satu sisi ruangan luas dengan barisan bangku kayu lapuk di depan altar.

"Kami bisa menyediakan jeep."

"Tidak. Itu akan cukup lambat di perjalanan. Sepeda motor lebih keren."

Sambil terus bicara, Hei Yanjing menuju altar di mana ia meletakkan kotak kayu berukuran sedang berisi benda-benda penting untuk proses penyucian. Dia mengambil sesuatu, mengatur sisanya, kemudian menutupnya. Dilihatnya Lao Wei berdiri di tengah ruangan, menatap bimbang padanya.

"Mengapa kau begitu tegang?" usiknya, menghampiri Lao Wei dan memberikan tepukan ringan ke atas bahunya.

"Ketua!" Beberapa orang anggota lain mengawasi dan membungkuk ringan padanya. Hei Yanjing mengangkat tangan dengan gaya santai.

"Aku pergi! Ingat, kalian harus tetap menutup pintu ruang bawah tanah, menyegelnya dengan mantera. Saat bulan muncul di langit, jangan sampai segel pintunya terbuka."

"Baik, Ketua!"

Langkah Hei Yanjing kian mantap saat kembali menuju ke pintu utama, mendorongnya hingga terbuka, dan melesat ke luar ke dalam gelap senja.

*****

Di waktu singkat selama ketidakhadiran sang ketua, Lao Wei tidak bisa mengenyahkan pikiran tentang Xiao Hua dari benaknya. Keputusan Hei Yanjing untuk sesaat membuatnya sangat gusar hingga tidak sabar untuk melenyapkan roh keji Rose Queen dari tubuh Xiao Hua.

𝐌𝐚𝐮𝐫𝐢𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐌𝐨𝐨𝐧𝐫𝐢𝐬𝐞 (𝐇𝐞𝐢𝐡𝐮𝐚) Where stories live. Discover now