C10

200 34 0
                                    

"Jadi gue harus panggil Muntaz atau Bayu?" Tanya Clara saat mereka berjalan menuju mobil Bayu.

"Terserah lo, tapi gue suka dipanggil Mumtaz." Oleh orang-orang tertentu, lanjut Bayu dalam hati.

Bayu menatap Clara yang berjalan di sebelahnya. Gadis itu nampak berpikir keras. Sebenarnya Bayu takut Clara akan terpengaruh dengan obrolannya bersama Derren tadi, tapi sepertinya gadis ini baik-baik saja. Atau setidaknya memperlihatkan kalau ia baik-baik saja.

"Kakak lo bilang, orang-orang biasa panggil lo, Bayu." Bayu mengangguk.

"Huum, tapi kadang gue pengen aja dipanggil Mumtaz. Karena kalau dipanggil Bayu itu lebih kayak gue jadi kembaran Biya. Nggak salah sih, cuma kadang pengin aja jadi Mumtaz bukan Bayu kembaran Biya."

"I see, gue tetap panggil Mumtaz kalau gitu." Bayu terkekeh sebelum membukakan pintu mobil untuk Clara.

"Lo masuk dulu."

"Lo nggak masuk?"

"Tunggu Biya," Clara mengangguk mengerti. Mereka memang akan pulang bersama. Dan sepertinya Bayu memang tidak akan dengan sadar berduaan bersama non mahram.

"Gue juga tunggu di luar aja kalau gitu."

"Dia mungkin sedikit lama. Derren cukup keras kepala, mereka akan berdebat dulu pasti."

"Kalian bertiga berteman?"

"Entahlah, hanya saja orang tua kami bersahabat, sangat dekat. Jadi sejak kecil kami udah kayak tiga serangkai."

"Berarti dia juga anak baik-baik," Bayu terkekeh.

"Semoga dia memang cukup baik untuk jadi suami Biya."

Clara nampak terkejut. Jadi ini jawaban dari rasa penasarannya.

"Mereka menikah?" Bayu mengangguk sebagai jawaban.

"Lo tau, Biya itu ka-"

"Hayo, lo ghibahin gue ya?" Bayu cukup terkejut dengan Biya yang sudah ada di belakangnya.

"Sok tau lo," Kelak Bayu.

"Udah ah, ayo balik." Ucap Biya berjalan lebih dahulu memasuki mobil.

"Clara nggak apa kan gue ikut kalian?" Belum sempat Clara menjawab Biya sudah kembali membuka suara.

"Tadinya gue mau pulang sama Derren tapi Bayu minta gue bareng kalian. Katanya biar bisa nganterin lo balik."

"Kaak, apaan sih." Clara justru terkekeh karena untuk pertama kali ia melihat Bayu merengek. Selain itu hatinya menghangat karena Bayu sampai meminta kakaknya pulang bersama agar biasa mengantarnya.

"Ck, iya kan?"

"Nggak."

"Oh, jadi gue bisa bareng Derren aja nih?"

"Telat, kita udah keluar parkiran."

"Alasan. Oiya Bay, mampir beli seblak ya."

"Nggak, lo kemarin udah makan seafood pedas, nggak boleh pedas-pedas lagi hari ini."

Clara menyadari satu hal, ternyata Bayu memang seperhatian itu, entah hanya kepada keluarga dan dirinya atau memang dasarnya dia tipe yang perhatian.

Saat melirik untuk melihat respons Biya, Clara bisa melihat raut kecewaan.

"Gue nggak mau diomelin Derren lagi." Jelas Bayu. Sepertinya mereka memang tiga serangkai. Clara rasa hubungan ketiganya lebih dari sekadar anak dari orang tua yang bersahabat.

"Nanti malem lo juga dapat omelan." Ucap Biya tanpa sadar. Saat mendengarnya, rasa bersalah Clara kembali muncul.

"Eng, sorry Mumtaz, lo jadi berantem sama Derren." Kata Clara karena ingin rasa bersalahnya tuntas.

CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang