My Love Will Never Lose You (selingan pt2)

2.3K 166 33
                                    

Special new year
Warn! Hanya selingan!

.
.
.

Naruto berjalan santai melalui trotoar sepi di pagi hari. Hari Minggu adalah hari libur jadi wajar saja jika pagi itu masih sepi. Senyum hangat merekah dibibirnya, kakinya melangkah riang untuk bertemu pujaan hati.

Beberapa menit berjalan ia sampai ditaman kecil dekat apartemennya, Naruto berhenti sejenak, dipandanginya kursi panjang ditepi taman tepat dibawah pohon rindang. Tempat yang sering sekali ia kunjungi bersama kekasihnya. Senyum hangat senantiasa terpatri dibibirnya, ah... Naruto jadi kangen pada pacar tsundere nya itu.

Ia kembali melangkahkan kakinya, lima menit dari taman ia berhenti lagi didepan sebuah kedai es krim. Lagi lagi memori manis bersama kekasihnya terngiang. Jantung Naruto berdebar, entah kenapa semangatnya meluap saat mengingat kembali waktu yang mereka habiskan disini. Sasuke yang berkata tidak begitu menyukai makanan manis justru memakan lebih banyak scoup es krim dari pada dirinya.

Tak ingin berlama disana Naruto kembali melanjutkan langkahnya, dua ratus meter dari toko es krim ia berhenti lagi didepan sebuah toko bunga.

Ino florist and Bouquet.

Naruto mendorong pintunya pelan, lalu masuk kedalam toko. Senyum cerah ia berikan kala melihat Ino -pemilik toko- tengah menyiapkan buket bunga pesanannya.

"Selamat pagi, Ino-san." Sapanya dengan ceria, Ino tersenyum melihat kedatangan langganannya.

"Selamat pagi naruto-kun. Tepat waktu seperti biasa eh, untungnya pesananmu sudah selesai."

"Hehe kau tau sendiri, Sasuke pasti mengamuk kalau aku terlambat."

"Hahaha ya sudah kalau begitu sebaiknya kau cepat cepat sebelum dia berubah menjadi macan!" Katanya penuh canda. Naruto terkekeh kemudian mengangguk setuju, terbayang dibenaknya wajah Sasuke yang sedang kesal

"Aku bisa membayangkan wajahnya."

"Nah ini pesananmu, titip salam untuk Sasuke." Ino lalu menyerahkan buket bunga pesanan Naruto, buket yang penuh dengan bunga favorit Sasuke. Naruto menerima, lalu tersenyum lembut pada Ino.

"Hem, akan aku sampaikan. Kalau begitu aku permisi dulu, terimakasih bunganya, jja ne."

Naruto melanjutkan langkahnya, diam diam menghirup aroma bunga yang terhembus angin, wangi sekali fikirnya. Wajah Naruto melembut, ia bisa membayangkan wajah kekasihnya yang akan merengut dengan pipi bersemu merah karena kesal sekaligus senang. Naruto terkekeh geli, Sasuke itu benar benar tsundere, ia berkata jika dirinya laki laki dan tak suka diberi bunga atau hal feminim lainnya tapi ujungnya diterima juga -dia bahkan menyimpannya didalam vas agar tak layu.

Sepuluh menit lagi dan Naruto akan sampai di kediaman kekasihnya. Beberapa bulan lalu Sasuke pindah, ia terpaksa pindah karena keadaan. Awalnya Naruto tak terima, dia bahkan begitu marah kala itu. Namun perlahan ia melunak dan mengerti.

Langkah menjadi pelan saat memasuki area pemakaman, tangannya menggenggam erat buket bunga untuk kekasihnya. Senyumnya yang sempat hilang kini kembali terbit, begitu lebar dan cerah. Ia lalu berhenti tepat didepan sebuah pusara. Ia lalu meletakkan buket bunga yang ia bawa, lalu berdoa singkat didepan makam.

"Sasuke, aku datang. Maaf ya, aku tidak membawa jus tomat kesukaanmu, sebagai gantinya aku membawa bunga kesukaanmu."

"Oh iya, ino-san menitip salam,"

Angin berhembus lembut, mengayun rambut pirang Naruto yang mulai memanjang. Senyum hangat senantiasa terpatri dibibirnya, sekalipun matanya memanas dan perih karena menahan diri untuk tidak menangis.

"Kau tau dia berkata kau akan berubah menjadi macan jika aku terlambat." Naruto terkekeh, suaranya hambar dan dipaksakan. Tawanya lalu hilang, diganti senyum kecil yang terlihat begitu perih dan menyakitkan.

"Sasuke, aku sudah baik baik saja seperti yang kau lihat dari atas sana. Aku sudah tidak menangis lagi, aku melanjutkan kuliahku. Aku tidak merusak diriku lagi. Aku juga rajin minum obat penenang yang dokter berikan padaku."

Naruto teringat pesan terakhir Sasuke padanya. Lelaki itu sekarat karena kanker tapi masih saja mengomelinya waktu itu. Ia berpesan untuk tidak menangisinya secara berlebihan. Meminta Naruto untuk terus melanjutkan hidupnya, meminta Naruto untuk melupakan dirinya. Hal mustahil itu tentu saja tak bisa dipenuhi Naruto, ia bahkan nyaris bunuh diri. Menggeleng pelan Naruto mencoba untuk menghilangkan kenangan terburuk itu dari kepalanya.

"Oh iya, Kiba juga menitip salam untukmu, si puppy itu benar benar cerewet sekarang."

Naruto menunduk, senyum dibibirnya kian menyayat hati, bibirnya tersenyum namun air matanya tak bisa dibendung lagi. Buliran bening itu jatuh, menetes ditanah kering lalu hilang.

"Na Sasuke, apa kau merindukanku? Karena kau tau, aku sangat merindukanmu, aku... aku sangat-"

Naruto tak mampu meneruskan kalimatnya, setiap kata yang akan keluar dari tenggorokannya seperti pisau bermata dua. Dadanya sesak dan tenggorokannya sakit. Tangan kurusnya terangkat untuk menghapus jejak air mata di pipinya. Lagi lagi senyum lembut mengembang dibibirnya.

"Aku sangat mencintaimu, aku tak akan pernah bisa berhenti mencintaimu. Ahaha kau pasti akan berkata jika aku ini menggelikan,"

Naruto berdiri dari posisinya, menepuk pelan celananya dari debu yang mungkin menempel. Ia memandang lekat pusara kekasihnya, tangannya terulur mengelus batu nisan yang bertuliskan nama lengkap dari kekasihnya, Uchiha Sasuke.

"Baiklah, sudah saatnya aku pulang, Kiba menitipkan akamaru padaku bisa gawat kalau anjing bongsor itu merusuh di apartemen kita. Jja ne, aku akan kembali lagi Minggu depan."

Naruto melangkah pergi meninggalkan area pemakaman. Kali ini ia tak ingin berjalan kaki seperti saat ia datang. Melewati jalan yang sama hanya akan membuatnya kembali terjatuh dan tenggelam dalam kesedihan. Ia sudah berjanji pada Sasuke untuk tidak menangis lagi.

Naruto itu seperti angsa. Mahluk setia yang tak akan pernah mencari pengganti pasangannya sekalipun pasangannya telah tiada. Cintanya untuk Sasuke tak akan pernah hilang sekalipun sosoknya telah pergi.



End

Baca lagi sambil revisi trs denger lagunya mataku malah berembun T.T

Happy new year 🥳

Last ChanceWhere stories live. Discover now