19 : Confess

575 108 12
                                    

Minji terus saja mendesah frustasi sejak tadi. Jeongwoo yang menyadarinya lama-lama merasa kesal juga.

Salah Minji sendiri karena tidak mau menerima kenyataan. Sudah tahu Jungwon itu memang ingin putus dengan Minji, dan gadis itu malah terus saja mengejarnya.

"Gue harus move on kayaknya, Woo."

"Bukan kayaknya, emang beneran harus!" tekan Jeongwoo malas, "Lo bego banget jadi cewek. Otak lo di mana, sih? RSJ?"

Pletak

Minji menjitak kepala Jeongwoo dengan sendoknya. Ya, sepulang sekolah, mereka menepi terlebih dahulu untuk makan bakso pinggir jalan.

"Gue mau cari cowok baru," cetus Minji sambil menatap langit biru.

"Ngapain nyari?"

"Ya, kan, buat usaha move on!"

"Gak harus nyari! Nih!" Jeongwoo menunjuk dirinya sendiri. "Ada gue, kan?"

Minji merotasikan bola mata malas. "Gak lucu tau, Woo."

Jeongwoo menghela napas. Sejujurnya dia agak—tidak, selalu—kecewa dengan respons Minji.

"Ji," tutur Jeongwoo pelan yang membuat Minji menoleh heran, "Sebenernya, lo nganggap gue apa? Gue di mata lo, dan peran gue di hidup lo itu apa?"

Minji menatap Jeongwoo dengan kening yang bergelombang. "Maksud lo? Kenapa tiba-tiba nanya? Gak asik banget muka lo serius gitu."

"Gue suka sama lo, Kim Minji," ungkap Jeongwoo spontan, "Tapi selama ini lo anggap itu sebagai candaan, kenapa?"

Minji diam, tak tahu harus menjawab apa. Jeongwoo memang sering mengatakannya, tetapi itu juga selalu berhasil membuat Minji terkejut.

Minji merasa bersalah ketika melihat ketulusan di balik mata serigala Jeongwoo.

Jeongwoo sempat menunduk untuk menetralkan emosinya. "Gue tau, resikonya gede kalo gue harus ngejelasin ini ke lo. Tapi gue gak bisa terus-terusan nahan perasaan gue. Setiap lo ngomongin Jungwon, gue selalu cemburu. Gue gak mau lo ngomongin Jungwon, entah kenapa gue masih aja dengerin lo, gue masih aja terus berusaha."

Kali ini Minji yang menunduk. "Maaf," lirihnya pelan, bahkan semut pun tak dapat mendengarnya.

"Udah tiga kali gue confess, tapi lo malah nganggap itu candaan. Gue peka, Ji, sebenernya lo menghidar, kan, dari kalimat itu? Padahal kalo lo nolak, gue ngerasa gak pa-pa. Justru, dengan lo yang selalu ngelak, itu yang bikin gue sakit," jelas Jeongwoo panjang lebar.

Minji mendongak, menatap Jeongwoo dengan sayu. "Maafin gue, Woo …."

Jeongwoo mengusap wajah dengan kasar. Sepertinya dia sudah terlalu berlebihan hingga Minji merasa bersalah begitu. Padahal tujuannya hanya ingin menjelaskan isi hatinya, namun dia rasa ini juga perlu agar Minji sadar.

"Kita pulang, bentar lagi sore." Jeongwoo beranjak, lalu menarik pergelangan tangan Minji setelah membayar makanannya terlebih dahulu.

* * *

Saat pulang, Jeongwoo langsung melenggang begitu saja, tak berniat masuk ke dalam rumah untuk mengacau seperti biasanya. Bahkan, Jeongwoo tidak berbicara sepatah kata pun kepada Minji, sepanjang perjalanan mereka diselimuti keheningan.

Kini, gadis bersurai panjang itu tengah merenung sambil merebahkan diri dan menatap langit-langit kamar. Ada yang aneh. Minji tidak merasa bersalah, dia malah merasa seolah … menyesal.

Minji sadar, selama ini Jeongwoo selalu ada di sampingnya. Jeongwoo bisa disebut terbilang cukup sabar menghadapi Minji. Apakah Minji terlalu membutakan diri?

Jika Minji benar-benar menyukai Jungwon, maka seharusnya dia tidak terpengaruh dengan ucapan Jeongwoo saat itu, bukan? Dia tidak akan memutuskan Jungwon. Namun, ucapan Jeongwoo berhasil memengaruhi hatinya, seolah dia harus menuruti Jeongwoo.

Minji tidak bisa bilang bahwa dia memiliki perasaan yang sama kepada Jeongwoo, dia belum bisa memastikannya. Lagipula, sejauh ini Minji hanya merasa nyaman atas perlakuan dan dukungan Jeongwoo. Tetapi, tak ada salahnya kalau Minji berusaha menerimanya, kan?

"Jeongwoo beneran suka, kan, sama gue? Apa gue harus coba nerima dia? Terus gue harus bilang gimana?" Minji mendesah frustasi, berguling ke sana dan ke mari.

Minji tidak bisa terus-menerus seperti ini. Lantas dia beranjak dari kasur, lalu berlari kencang menuju rumah Jeongwoo.

* * *

Canggung, itulah yang bisa menggambarkan keadaan saat ini. Jeongwoo hanya diam, begitu pun Minji yang menunduk sambil meremas jari-jemarinya.

"Woo," panggil Minji setelah menyusun kalimat dan mengumpulkan keberanian untuk membuka suara.

"Hm?" Jeongwoo hanya berdeham singkat, kemudian menyeruput susu-nya.

"Lo … beneran suka sama gue?" tanya Minji ragu-ragu.

Jeongwoo hanya diam, menatap Minji dengan datar. Apakah semuanya masih kurang jelas sampai Jeongwoo harus kembali menjelaskan?

Minji yang sadar akan situasi langsung membuang napas besar. "Katanya suka sama gue, tapi kok gak nembak?"

BRUTT!

Air susu yang ada di mulut Jeongwoo seketika keluar semua, bahkan sampai muncrat mengenai wajah Minji, dan Minji hanya bisa tersenyum menerima sambil mengusap wajahnya.

* * *

TBC

dikit dulu ygy, biar penasaran gimana kelanjutannya, azek.

karena bentar lagi cerita ini tamat (?), jadi kalo berniat silakan kunjungin book aku yang lain. makasih! <3

✔. ₊ Hello, Neighbor !Where stories live. Discover now