24 : Special Part

615 53 0
                                    

hwhw ada yang kangen aurin kaahhh???

berhubung aku kangen sama cerita ini jadinya aku bikinin spesial part! semoga bisa enjoy, ya.

sebelum baca, jangan lupa apa? vote dan komennya! ^^

***

Kelulusan sudah diumumkan. Remaja-remaja yang pening dengan buku, akhirnya bisa mengistirahatkan diri dengan tidur sepanjang hari atau bermain ke karaoke dan hang out bersama temannya sebelum kembali melanjutkan kehidupan baru entah dengan berkuliah atau pun bekerja.

Bagi beberapa orang, adalah hal lazim bagi Jeongwoo menunggu puluhan menit di ruang tamu rumah Minji.

Sejak resmi berpacaran dengan suara mesin cuci yang menjadi saksi, hubungan Jeongwoo dan Minji terhitung sudah berjalan selama enam bulan. Minji masih ketus seperti biasa, dan Jeongwoo yang selalu tersenyum lebar di setiap harinya.

Terdengar langkah seseorang menuruni tangga, sontak Jeongwoo mendongak. Bibirnya tersenyum simpul membalas sapaan yang dilontarkan Minji.

Jeongwoo bangkit dari duduk sambil melipat tangan di depan dada. Matanya menatap lurus pada Minji. Minji tampak sangat cantik, tetapi ada raut kekesalan yang berusaha Jeongwoo tahan.

"Aku cantik, kan?" tanya Minji tersenyum lebar.

"Habis cipika-cipiki langsung balik, ya, gue ada janji sama Haruto." Jeongwoo terlihat tidak mood begitu mengatakan itu.

Kening Minji lantas berkedut, ada hal aneh yang dia dapati dari pacarnya itu. "Kenapa lagi?" tanyanya judes.

"Lo pikir?" balas Jeongwoo malas.

Minji berdecak. "Baperan amat, sih. Gue bilang cuma mau basa-basi doang, gak usah berlebihan deh. Lagian di sana juga gak tau bakal ada Jungwon atau enggak."

"Mau basa-basi tapi dandan sejam lebih." Jeongwoo memalingkan wajahnya.

Minji menghela napas. Untuk hari ini, dia tahan agar tidak emosi. Kasihan, Jeongwoo habis tanding futsal tadi dan dipaksa Minji untuk mengantarnya.

Kening Jeongwoo yang mengerut kembali datar begitu dirasa ada yang melingkar di tangannya. Ada Minji yang sudah menempel di sana. Gadis itu terlihat sangat imut dengan senyuman manisnya.

"Sok imut lo?" tanya Jeongwoo malas.

Minji rolling eyes sambil melepaskan gandengannya. "Udah ah, buruan!" Minji berjalan keluar, meninggalkan Jeongwoo yang kini mendengus kesal.

***

Matahari sudah naik, hari ini terlihat begitu berwarna dengan awan putih tebal dan langit biru yang cerah. Minji yang baru saja datang bersama Jeongwoo langsung disambut oleh sapaan dari Aurin.

Aurin mengadakan birthday party di rumahnya, tepat di taman belakang dengan kolam yang cukup besar. Berbagai minuman dan camilan memenuhi acara, tak lupa musik yang menggema, orang-orang tentu menikmatinya.

"Minji, akhirnya lo dateng!" Aurin terlihat antusias dengan kehadiran Minji.

"Iya, Rin. Happy Birthday, ya. Sorry gue telat." Minji hanya tersenyum canggung sambil memberikan hadiah. Entahlah, dia tiba-tiba merasa tidak enak. Minji teringat dengan apa yang dilakukannya pada Aurin sejak pertemuan terakhir mereka, padahal Aurin terlihat sangat baik buktinya dia diundang dan disambut dengan senyuman hangat.

"Thank you," balas Aurin memeluk Minji. "Eh, Woo, lo kalo mau gabung aja bareng yang lain. Haruto, Gyuvin, sama Ricky lagi pada nge-DJ tuh deket kolam."

Sebelumnya Jeongwoo menatap Minji meminta jawaban, lalu berpamitan untuk gabung dengan yang lain begitu Minji mengangguk setuju.

Minji mengedarkan pandangannya, teman-teman Aurin tidak terlalu banyak, tetapi pesta terlihat begitu menyenangkan. Para tamu sibuk dengan makanan, menari, bahkan ada yang berenang karena acara potong kue sudah selesai.

Sebenarnya agak aneh bagi Minji menghadiri birthday party di siang bolong begini, masalahnya ini acara Aurin-orang yang dianggapnya sebagai musuh.

"Rin, gue nyariin tau-taunya di sini." Seorang cewek berambut sebahu tiba-tiba datang.

"Eh, iya, sorry. Ini tadi temen gue baru dateng."

Minji sempet terkejut mendengar Aurin memperkenalkannya sebagai temannya, padahal mereka tidak dekat sama sekali. Awalnya mereka hanya tahu nama, lalu sedikitnya berinteraksi juga karena Jungwon. Setelah insiden menjambak Aurin di malam itu, Minji tidak pernah bertemu lagi dengan Aurin di sekolah lebih tepatnya selalu menghindar. Dan dengan adanya undangan dari cewek itu, membuat Minji berpikiran macam-macam.

Apakah Aurin akan membalas dendam dengan mempermalukan Minji di acara ulang tahunnya ini? Kira-kira seperti itu pertanyaannya.

"Halo, gue Bae, sepupunya Aurin." Cewek itu mengulurkan tangan memperkenalkan diri, terlihat asing dan Minji yakin bahwa dia tidak satu sekolah dengannya.

"Iya hai, gue Minji," balas Minji.

"Oh iya, gue ke sana dulu ya, dapet telepon nih." Bae langsung melenggang menjauh dari Aurin dan Minji.

"Lo dapet kabar dari Jungwon?" tanya Aurin memecah keheningan yang tercipta beberapa saat sebelumnya.

Minji hampir tersedak ludah sendiri mendengar pernyataan itu, merasa heran dengan Aurin. Mengapa gadis itu menanyakan Jungwon kepadanya? Bukankah dia sendiri adalah pacarnya Jungwon?

"Bukannya lo pacar dia ya, Rin?" tanya Minji ragu-ragu.

"Pacar? Sejak kapan pacaran?" Aurin terkekeh mendengarnya, namun di detik berikutnya tatapannya berubah sayu.

Aurin menghela napas, sejujurnya agak berat untuk mengatakan hal ini kepada Minji. "Gue gak bisa kalo harus terus hidup dengan anggapan lo kalo gue pacar Jungwon. Gue sama Jungwon gak pernah pacaran, Ji, kita cuma temen TK. Dia minta gue buat pura-pura lagi deket. Gue gak tau alasan pasti dan detail-nya, tapi dia cuma bilang mau bikin lo benci dia."

"Gue tau apa yang udah dilakuin Jungwon itu gak pantes dimaafin. Tapi dia sebenernya baik, dia sayang sama lo, cuma caranya aja yang salah. Gue harap lo gak bener-bener benci sama dia, Ji."

Minji menunduk, entahlah matanya tiba-tiba terasa berat, air asin yang mulai menghalangi pandangan membuatnya merasa sesak.

"Dan sekarang, semenjak kelulusan, gak ada satu pun orang yang tau kabar Jungwon. Entah apa masalahnya, tapi gue yakin dia punya alasan yang kuat buat ngelakuin semua ini-mutusin buat ninggalin lo, dan menghilang dari kehidupan kita."

Kebenaran itu membuat Minji merasa lebih sakit. Betul, bukan? Selama ini harapannya bukan harapan palsu. Jungwon pasti masih mencintai dan menyayanginya, Minji tidak mungkin salah menilai karena sudah mengenal Jungwon.

Sampai sekarang mungkin tidak ada orang yang mengetahui apa keinginan Jungwon. Dengan sikapnya yang tak tentu, yang membuat semua orang bingung, tentu ada satu alasan kuat yang pasti Jungwon pilih sebagai keputusan akhir.

Namun Minji tak seharusnya menangisi Jungwon. Hubungan mereka sudah lama usai, dan kini ada Jeongwoo yang menjadi pengganti kekosongan hatinya. Jeongwoo yang selalu ada, selalu sabar, dan selalu mengerti apa mau Minji. Cinta Minji memang besar untuk Jungwon, tetapi tidak ada yang lebih besar dari kasih sayang Jeongwoo terhadap Minji.

Minji merasa beruntung, harus.

Minji merasa beruntung, harus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
✔. ₊ Hello, Neighbor !Where stories live. Discover now