039 Tidur Bersama

497 77 17
                                    

Ujung-ujung jilbab pashmina berwarna cokelat yang menutupi mahkota perempuan itu disilangkan ke pundak. Kain yang lembut itu menjuntai di punggung perempuan yang tengah menari itu. Dialah Neima Devira, perempaun yang diperhatikan Fashion dari salah satu sudut ruangan serba guna SMK 3.

Tak hanya Fashion yang terfokus kepada gerakan gemulai guru Seni Budaya tersebut, seluruh siswa juga memperhatikan gerak pinggul yang ditutupi dengan selendang itu. Para pelajar yang kelasnya diampu Neima juga memerinci lentik jemari Neima yang bagaikan memercikkan bunga api. Setiap gerakan tampak memukau.

Musik berhenti. Gerakan Neima pun ikut berhenti. Mata Neima meliar untuk melihat seberapa banyak siswa yang menyimak gerakannya. Tampaknya ia telah berhasil membuat perhatian mereka hanya tertuju kepadanya. Sesaat kemudian sebuah tepuk tangan memicu tepukan gemuruh yang membuat semarak ruangan serba guna tersebut.

Orang yang memulai aksi tersebut tersenyum kepadanya. Bibirnya bergerak untuk menggumamkan sebuah kata sebelum pergi, "Cantik."

Neima kontan melotot dengan kelakuan rekan sejawatnya itu. Kegilaan semalam ternyata terus berlanjut. Neima pun bergeleng-geleng. Tanpa ia tahu interaksi mereka diperhatikan oleh beberapa muridnya yang pura-pura tidak melihat apa pun. Ketika Neima menyudahi materi pelajaran siang itu, pecahlah pekik dari perempuan-perempuan yang berasumsi bahwa ada hubungan spesial di antara guru-guru mereka.

"Gumus banget ih! Gua juga mau ada yang nungguin diem-diem, Anying."

***

Sebuah botol yang berembun menyambut kedatangan Neima ke kantor sehabis mengajar. Ia duduk sembari menerima minuman itu dari tetangga mejanya. Tak perlu ditanya betapa dahaganya ia. Neima membuka botol dan agak kesusahan karena tangannya licin akibat keringat. Si pemberi minuman mengambil alih dengan tanggap kemudian menyodorkan kembali botol itu setelah tutupnya dia bukakan.

"Thanks." Neima berkata sesudah meneguk air beberapa tegukan. Ia lebih segar dan seakan tenaganya terisi kembali.

Fashion memberikan ia seulas senyum. "Hati-hati," ucap Fashion setelahnya.

"Untuk apa itu?" balas Neima masih memegang botol yang isinya tinggal separuh. Ia senang menggenggamnya karena dingin.

"Minumannya bisa bikin Kak Nei jatuh cinta sama saya," bisik lelaki berkaca mata lebar itu dengan senyum lebar.

"Heh? Ada apa di dalamnya?" Neima bergidik kalau-kalau benar ada peletnya. Ia spontan melempar botol itu kepada Fashion.

"Ada-ada aja pokoknya. Kalau besok Kakak membalas perasaan saya, salahkan airnya."

"Apa kau sudah tidak waras? Kamu yakin itu manjur? Pake dikasih tahu dulu."

"Urusan saya sama yang membolak-balikkan hati itu mah, Kak. Kalau Dia bilang iya, maka Kakak tidak bisa menolaknya."

Jawaban itu sudah jelas menunjukkan bahwa Fashion berbohong tentang apa pun itu yang berhubungan dengan dunia perdukunan. Namun, Neima tetap menganggap itu betulan. Dia pergi ke toilet dengan langkah lebar untuk memuntahkan isi lambungnya. Sekembalinya ke kantor, mukanya tampak merah.

"Kak Nei!" Fashion berseru kecil menyaksikan tubuh Neima terduduk dengan napas terengah di sebelahnya.

"Sekali lagi kamu seperti ini, aku balas lebih parah dari ini!" ucap Neima melirik bengis kepada Fashion.

Asumi dan Dena yang memperhatikan kedua orang itu hanya menggeleng-geleng. Enggan mencaritahu lebih jauh.

"Saya ngapain Kakak?"

Neima merotasi bola matanya. Ia menemukan botol sisa minuman itu di meja Fashion. Neima mengambilnya lalu memukul kepala Fashion dengan itu.

"Aduh! Kenapa saya malah dipukul?" Tak dia biarkan Neima memukulnya untuk ketiga kali. Dua kali cukup menyakitkan. Fashion merebut benda itu dan melemparkannya ke dalam tong sampah.

NEIMA Berdua Paling BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang