Part 2 (Tetangga baru)

3 0 0
                                    

Suara keributan peralatan dapur menyambut Gayari yang membuka mata dengan mood bahagia pertamanya diumur 29 tahun ini, maklum saja karena biasanya moodnya selalu hancur ketika telinganya mendengar suara ribut dari depan rumahnya, suara sumbang tetangga yang pusing dengan status jomblonya.

"Loh, ayah? Ibu mana?" tanya Gayatri yang sudah selesai cuci wajah dan sikat gigi terlihat dari bias lembab wajahnya.

"Didepan lagi ramah-tamah sama tetanggamu" jelasnya setelah melirik anaknya sekilas dan kembali sibuk menikmati siaran berita pagi diruang keluarga.

"Ibu udah punya sahabat jannah jalur gibah lagi?"

"Kenapa? Panik? Makanya nikah sana biar nggak panikan kalau tahu ibunya ngumpul sama orang satu servernya"

"Kukira ayah temenku ternyata cepu!"

"Temenmu nggak ngasilin apa-apa Tri, mending temennya ibu bisa bahagia lahir batin"

"Dasar perkutut karatan!" sinis Gayatri sebelum berlalu menuju meja makan untuk melihat menu yang sudah dimasak ibunya pagi itu usai mendengar jawaban menjengkelkan ayahnya.

Belum sempat tangan kurus itu membuka tudung saji, suara khas milik Yumiati sudah mengalun keras dari luar memanggil anak semata wayangnya itu "Tri!".

"Semangat!" kata Prabowo melihat anaknya dengan wajah tertekuk berlalu memenuhi panggilan ibunya ke depan rumah.

"Nah ini anak saya bu, masih single" kata Yumiati ceria begitu Gayatri sampai didepan pintu rumahnya yang terbuka lebar.

"Kenapa bu?"

"Sini kenalan sama tetangga barumu!" kata Yumiati meminta Gayatri menghampirinya yang tengah berdiri berhadapan dengan beberapa ibu-ibu berdaster lengkap dengan belanjaan masing-masing.

"Ini bu Hj. Wid yang tinggal depan rumahmu" jelas Yumiati dengan menatap segan wanita bergamis coklat dengan bergo hitam yang memberikan senyum berwibawanya.

"Bu Kris, selaku ibu RT rumahnya sebelah kiri bu Wid" lanjutnya menunjuk sopan pada wanita berdaster motif daun gugur berwarna pink dibawah lutut.

"Sama ini mbak Gendhis, rumahnya disampingmu itu" senyum ibu melebar kearah wanita muda diantara ibu-ibu itu.

"Ah, iya perkenalkan saya Gayatri" kata Gayatri singkat dan menyalami satu persatu orang yang sudah diperkenalkan ibunya tadi.

"Dia ini anak saya satu-satunya, sebenernya saya nggak ikhlas dia keluar rumah tapi dianya ngeyel, jadi ibu-ibu semua ini tolong bantu saya jaga dia ya"

"Ibu apaansih?" tanya Gayatri begitu mendengar perkataan ibunya.

"Kamu tu satu-satunya yang masih gadis disini jadi wajardong ibu was-was, gimana kalau kamu digondol orang? untung kalau orangnya baik, kalau cuman mau morotin kamu gimana? Biarpun kamu nggak cakep-cakep amat tapikan kamu anak ibu satu-satunya"

"Nggak mungkinlah bu Yum, mbak Gayatri keliatannya tipe cewek independen yang nggak butuh cowok gitukok. Beda sama saya yang nggak bisa apa-apa sendiri biarpun sekarang lagi sendirisih, tapikan saya masih ada anak yang bisa jadi temen ngusir sepi" serobot wanita muda yang diperkenalkan Yumiati sebagai mbak Gendhis itu.

Dih, sok iye banget nih orang. Padahal tampangnya juga b aja, mending guelah batin Gayatri yang memangkap nada meremehkan wanita bernama Gendhis itu.

"Bukan nggak butuh cowok mbak, tapi memang saya terbiasa diajarkan mandiri oleh ibu dan bapak" jawab Gayatri tanpa menutupi nada sebalnya yang mengundang cubitan secara sembunyi-sembunyi dari ibunya.

"Ahahahaha, maaf ya mbak Gendis. Gayatri ini anak saya satu-satunya jadi ya dibiasakan apa-apa sendiri karena dulu ibu-bapaknya sibuk kerja, makanya jadi mandiri banget gini. Maaf ya, nak" jelas Yumiati memasang sikap bersalah padahal tangannya tetap setia bertengger dipinggang putrinya memberikan cubitan tak kentara.

"Bagus itu bu Yum kalau anaknya bisa mandiri, ponakan saya udah punya anak aja masih nggak bisa beberes rumah apalagi masak. Kebiasaan dimanjain, mentang-mentang anak satu-satunya. Jadinya nggak bisa mandiri dia sampe sekarang"

"Ah, bu Kris ini bisa saja" tanggap Yumiati sungkan mendapati anaknya dipuji orang yang terhitung penting di lingkungan baru tempat tinggal putrinya itu.

"Oh iya bu Yum sama mbak Gayatri ntar sore ke rumah saya ya kalau luang waktunya, mau ada demo panci"

"Jam berapa bu RT?" tanya Yumiati antusias menanggapi undangan ibu RT rumah baru anaknya itu.

"Jam 4 bu Yum, sekalian kenalan sama warga lain. Yasudah bu Yum, mbak Gayatri, bu Hj, mbak Gendis, saya duluan ya?! Dah selesai mainin burung kayaknya si bapak" jelas Widyawati sebelum berlalu menuju rumahnya yang terlihat sosok paruh baya bercelana training panjang dengan atasan kaos putih khas bapak-bapak terlihat dari depan rumah Gayatri.

"Saya juga permisi bu Yum, mbak Gayatri, mbak Gendis"

"Saya juga permisi bu Yum, mbak Gayatri, dah ditungguin anak di rumah" timpal Gendis yang segera berbalik arah menuju rumahnya seperti yang dilakukan Hj.Wid.

"Kamu itoloh omongannya dijaga! Kamukan nanti tinggal disini sendiri, jauh sama bapak-ibu. Kalau ada apa-apa itu yang bisa cepet nolongin tetangga jadi yang baik sama tetangga, ngerti?!" nasehat Yumiati sepanjang jalan masuk rumah anaknya mengabaikan wajah kecut anaknya.

"Ya habisnya kenapa ibu pake ngomongin soal masih gadis-gadis segala? Malu bu! Kayak dagangan aja diobral-obral terus, mana itu yang namanya Gendis julid banget lagi padahal nggak cantik-cantik amat cuman menang bodi aja"

"Kalau nggak mau diobral sana-sini makanya kawin! Noh bapakmu dah siap 24 jam dihubungin kalau kamu butuh wali" Sambar Yumiati cepat.

"Nikah bu! Nikah! Kawin-kawin emang ayam? Dahlah, aku ke rumah bu RTnya ntar malem aja abis mahgrib. Males ketemu orang julid"

"Heh! Malu sama bu RT, nggak sopan nolak undangan apalagi kamukan warga baru jadi harus mengakrabkan dirilah sama tetangga. Kalau nggak mau, ikut balik tinggal aja sama bapak-ibu kan dah biasa juga kamu dijulidin budhemu"

"Lagian aku juga nggak mau beli panci jadi nggak masalahlah nggak dateng"

"Masalah! Malu! Kan tadi udah ngeiyain undangan bu RT"

"Kan ibu yang ngeiyain, aku nggak ngomong apa-apa"

"Shhtt... Dah, nggak usah berantem terus! Ayo makan, bapak dah laper nungguin kalian ngegosip dari tadi" Lerai Prabowo yang menyadari perdebatan sepasang ibu dan anak itu akan lama selesai.

"Kalau laper kenapa nggak makan daritadi? Nunggu disuapin ibu? Bapak tuh sama kayak Tria, NGESELIN! Dah, ah ibu mau mandi aja daripada tensi naik" Omel Yumiati sebelum berlalu menuju kamar mandi yang berada dikanan dapur.

"Kamu kenapa hobi bangetsih berantem sama ibu? Lain kali kamu iyain aja mau ibumu daripada ngambek begitu, pusing bapak" Keluh Prabowo yang hanya mendapat dengusan malas anaknya sebelum berlalu masuk ke kamarnya setelah menyambar sepiring mendoan di meja makan.

"Susah juga ternyata kalau jadi paling ganteng sendiri di rumah, tahu gitu dulu buat satu lagi aja biar bisa ada temennya, hhhh... " Gumam Pranowo sebelum menarik kursi meja makan dan menikmati sepinya sarapan sendiri diruangan berukuran 5 m × 6 m itu.

÷÷÷÷÷




Rabu, 13 Desember 2023



~Anetarilasss~









You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 12, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DAYITAWhere stories live. Discover now