Gara gara hujan

202 13 0
                                    

*Membaca Al-Qur'an lebih utama*

Hujan terus mengguyur kota Bandung tidak henti-hentinya. Beberapa pengendara terlihat meneduh tepat di emperan toko yang berada di sepanjang jalan. Nabila sendiri yang sudah basah kuyup memilih terus melanjutkan perjalanan pulangnya karena hari sudah terlalu malam. Ia takut dirinya tidak berani pulang nanti kalau lebih Malam lagi.

Begitu sampai kawasan apartemen. Dengan cepat Nabila naik ke lantai tepat unitnya berada. Tangan nya sudah keriput karena terlalu lama kehujanan dan juga dengan badan yang menggigil kedinginan, Nabila membuka pintu akses apartemen.

Begitu masuk, ia langsung disambut oleh Dito yang seketika langsung berdiri dari duduknya. Nabila juga ikut mematung di depan pintu apartemen melihat kehadiran Dito yang nyatanya belum pulang dari apartemennya.

"Kamu kehujanan? Kenapa gak neduh dulu?" Tanya Dito yang tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Kalau neduh, kelamaan nantai pak. Malam banget saya pulang." Nabila menjawab sambil berjalan menuju kamarnya.

"Kenapa gak nelpon saya?"

Nabila langsung berhenti melangkah begitu mendengar hal ini. Menelpon? Ia tidak memiliki hak meminta jemputan dari sudah ganteng ini. Yang ada nanti malah disangka yang tidak-tidak.

"Saya gak mau ngerepotin, Pak."

Nabila langsung masuk kamar bahkan tanpa menunggu Dito mengucapkan banyak kalimat. Membuat lelaki itu sedikit kesal dan khawatir secara bersamaan.

"Nabila! Nabila! Buka pintunya. "

"Nabila!"

Dito terus menggedor pintu kamar gadis itu. Hingga sebuah teriakan membuat tubuh Dito langsung menegang kaku dan tersenyum malu.

"SAYA MAU PAKAI BAJU, PAK."

"O-oh... Ya-yaudah, silahkan ganti baju."

Tak ada sahutan dari Nabila, Dito sendiri memukul kepalanya ringan sambil terus menggerutu. Apa sih yang dipikirkan otak nya ini, sampai memaksa masuk ke dalam kamar gadis yang sedang berganti baju.

Ya kali tadi dia ikut ke sana, emang mau ngapain? Mau bantuin buka bajunya? Atau mau nolong memakaikan baju? Aish... Pikiran Dito sudah melantur entah ke mana-mana.

Bunyi pintu terbuka membuat Dito langsung melihat ke arah pintu tersebut, di sana berdiri Nabila yang tengah canggung. Rambut gadis itu tertutupi oleh hijab instan yang terlihat basah karena rambut Nabila juga basah.

Dito meneguk ludahnya kasar. Kurang ajar, sepertinya ia harus menginstal ulang otaknya lalu di laundry, agar tidak kotor seperti ini.

"Emm.. pak! "

Dito tersentak kaget. Dengan tubuh yang duduk dengan tegak. Dito berusaha mengeluarkan suaranya, namun anehnya ia seperti berdebat melihat penampilan Nabila yang memakai baju tidur bermotif Minion. Sangat imut sekali.

"Nabila."

"Iya, Pak."

"Bisa jangan panggil saya, Pak. Saya bukan bapak kamu." Ketus Dito yang kesal dengan panggilan Nabila terkesan tua terhadapnya.

"Eh? Maksudnya?" Mata Nabila mengerjap pelan, dan sumpah hal ini sangat imut bagi seorang Dito.

"Ekhem... Kenapa kamu gak mau manggil saya mas seperti manggil Hafidz?"

Nabila mengernyitkan dahinya heran, ini maksudnya Dito si dosen Izrail gak cemburu kan?

"Emmm bapak mau dipanggil mas? Tapi kan bapak dosen saya, lagian saya panggil pak Hafidz mas itu karena pak Hafidz suami dari sahabat saya. "

"Yasudah kalau gitu, kenapa aku gak kamu jadikan suami kamu aja."

Uhuk!

Nabila langsung tersedak ludahnya sendiri. Ia melihat Dito dengan terkaget-kaget, ini dosen Izrail gak demam kan? Tapi yang kehujanan kan dia, bukan dosen Izrail, kenapa yang demam malah si Izrail?

Atau lagi kesurupan? Tapi masa iya ada setan yang bisa memasuki tubuh Izrail, bisa-bisa nyawa setan itu habis dicabut Dito.

"Emm... Maksud saya itu bukan begitu."

"Jadi gimana, Pak. "

"Emm... Akh, sudah lah! Kamu banyak tanya, saya mau pulang aja."

Dito langsung bergegas pulang, bahkan jalan lelaki itu tidak lagi santai sampai-sampai hampir menabrak lengan sofa. Nabila sendiri menggaruk kepalanya tidak mengerti, apa yang merasuki dosennya itu? Sampai bertingkah absurd dan membingungkan seperti itu.

"Emm .. Pak!"

"Ya," sahut Dito sembari membalik badan.

"I-itu kemeja bapak ketinggalan."

Dito meringis malu, astaga kenapa ia bisa sekonyol ini hanya berhadapan dengan gadis bau kencur seperti Nabila. Sangat-sangat tidak manusiawi.

Setelah mengambil kemeja yang tertinggal, Dito langsung melipir keluar dari apartemen tanpa banyak kata. Bahkan di luar sana masih diguyur hujan deras. Sedikit ada rasa khawatir di hati nabila, sedikit yah, gak banyak.

Nabila menutup pintu apartemen dan langsung merebahkan dirinya ke atas tempat tidur.

Hari ini ia lalui dengan banyak kejadian aneh nan langkah, apalagi mengenai Dito yang baru saja bertingkah sangat tidak elegan. Sungguh menggelitik hatinya.

Nabila melihat ke arah tv yang masih menyala, memperlihatkan sebuah film yang sedang tenar saat ini, keluarga Cemara. Akh! Ia sangat iri dengan keluarga yang ada di dalam film ini. Kenapa sangat harmonis dan saling menyayangi? Kapan ia akan merasakan seperti itu? Ia sangat iri sekarang.

"Abi sama Abang apa kabar yah?" Lirih Nabila yang merasa sangat merindukan Abi dengan abangnya yang sudah sangat lama tidak bertemu dengannya.

Terkahir setelah kejadian itu, Andrian hanya sekali menghubungi nya, setelah itu tidak pernah, bahkan kedua orang itu tidak perlu repot-repot mencari dirinya.

Nabila menghela nafasnya lelah, nasibnya kenapa begitu tragis sih? Kematian sang ummi bukan keinginan dirinya, itu semua sudah takdir tuhan, tapi kenapa semua dilimpahkan kepadanya?

Nabila sedikit melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ternyata sudah larut, pantas saja ia merasa sedikit ngantuk dan juga mungkin karena udara sangat dingin sekarang.

Begitu merebahkan diri, mata Nabila langsung berubah menjadi satu dan hendak tertutup rapat, namun telinganya menangkap suara pintu yang terbuka. Ia langsung duduk dari tidurnya.

Ya Tuhan, kenapa sangat horor? Siapa yang membuka pintu itu? Tapi yang memiliki kunci akses hanya dirinya dengan Dito, si dosen Izrail. Mana mungkin dosennya itu kembali lagi, atau jangan-jangan ada yang tertinggal.

Nabila akhirnya memutuskan keluar kamar, dengan sigap ia mengenakan hijab instannya. Dengan mengendap-endap ia melihat ke arah kamar Dito yang tepat berada di samping kamarnya terbuka lebar, kepalanya melongo ke dalam kamar, dan di sana sama sekali tidak ada siapapun. Lalu kenapa pintu ini terbuka?

"Ngapain kamu ngintip-ngintip?"

"ALLAHUAKBAR! ASTAGA BAPAK IZRAIL!"

Dito tertawa terbahak-bahak, apalagi melihat wajah Nabila yang sangat gokil dan jelek sekali. Ah! Bukan jelek, tapi menggemaskan.

Boleh gak sih, Nabila ia bawa pulang ke rumah terus jadi guling di kamarnya? atau gak jadi temen tidur pengganti istrinya.

Eh, Astagfirullahal adzim... Dito langsung memukul kepalanya yang sedang dalam fase kehaluan tingkat tinggi. Sungguh menyebalkan! Tapi tidak ada salahnya kan ia berharap mendapatkan istri yang sejenis dengan Nabila? menggemaskan, dan juga ngeselin. tapi lebih banyak bikin gemas sih. heheheh




Dear, mas DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang