16. Tak ingin disentuh

394 16 0
                                    

Matanya menyipit dengan kesadaran belum terkumpul semuanya. Semilir angin sejuk memenuhi ruangan terasa indah untuk dilewatkan, namun sayangnya ada pemandangan membosankan di depan mata.

Menghela nafas kasar, hari ini Mbok Nem tidak bekerja karena sakit, sudah bisa ditebak bagaimana capeknya Mbok Nem mengurusi Putri, dan kini ia harus mau menggantikannya. Andai ia bisa menolak, sudah pasti ia akan tolak. Tapi masalahnya disini siapa yang akan menggantikannya, toh pekerjaannya lagi off alias tidak ada acara manggung sampai seminggu ke depan.

Kakinya yang hendak melangkah seketika tertahan memilih mengintip dari balik gorden jendela, melihat orang yang beberapa hari ini turut andil dalam urusan rumah tangganya.

Kriuk kriuk

"Aku ingin makan tapi sama ayah."

"Selamat pagi, Putri."

"Kevin," lirih bibir pucat itu, matanya menoleh mendapati dua laki-laki bertubuh jangkung datang sambil mengulas senyum padanya.

"Aku tidak kau anggap, Put?" protes salah satu laki-laki yang berjalan beriringan itu.

"Bastian, Kevin, kalian kemari?"

Mereka adalah Kevin dan Bastian yang sudah tak asing lagi di rumah itu. Semenjak terbongkarnya rahasia besar Marvel, keduanya sering bertandang ke rumah Putri yang awalnya ikut berdukacita perlahan merasa terpanggil untuk terus berada disamping Putri yang sekarang ini membutuhkan teman berbagi cerita.

"Ya, seperti biasa kita main kesini. Daripada keluyuran nggak jelas di luar." Bastian langsung duduk di kursi sebelah Putri yang masih kosong.

"Ini Put, ada seblak kesukaanmu." Kevin mengulurkan sebungkus plastic putih yang didalamnya terdapat tiga kotak berisi seblak yang masih panas.

Putri langsung membelalak penuh binar. "Terima kasih. Aku suka, dimana kamu membelinya? Bukankah ini masih pagi?" herannya, mana ada yang jualan seblak di pagi hari di sekitare rumanya.

Di lain tempat ada senyum lega di bibirnya. "Setidaknya dia benar-benar tidak gila."

"Biasa, tuh orang godain penjual seblak di pinggir jalan." Bstian menunjuk Kevin.

"Penjualnya laki-laki kalau elo, lupa." Kevin menoyor kasar jidat Bastian hingga merintih.

"Ya siapa tahu selera elo sudah belok,"

"Gue masih normal."

"Normal? Kayaknya dunia bakal kiamat kalau elo normal ...,"

"Elo lanjut, kita baku hantam sekarang."

"Wes ngeri lihatnya, ampun bos." Bastian bergidik ngeri melihat Kevin melipat kaos lengan pendeknya hingga terlihat lengan berototnya, tentunya hanya pura-pura.

Putri terkekeh hal itu mengalihkan perhatian kedua laki-laki yang sedang ribut itu. "Kalian lucu, selalu bertengkar disini. Apa kalian tidak capek?"

"Nggak apa-apa demi buat kamu tersenyum," timpal Kevin menatap Putri dalam.

"Manis banget mulut elo. Ingat dia sudah ada pawangnya."

Raut muram langsung tercetak jelas di wajah Putri mendengar ucapan Bastian.

"Pawang gajah maksud elo," canda Kevin yang tentunya dibuat-buat untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Yoi, itu elo tahu. Gue gajahnya, elo pawangnya, terus gue injak elo sampai mampuS. Wahaha." Terdengar garing, Bastian orangnya irit bicara dan seriusan terdengar aneh ketika membuat lelucon, justru membuat Putri tertawa mendengarnya. Putri menggelengkan kepala melihat dua laki-laki berbeda sifat itu bagaikan kucing dan tikus selalu bertengkar bila bertemu.

MELAHIRKAN ANAK untuk BERONDONGWhere stories live. Discover now