Derajat

213 29 4
                                    

Sekolah membunyikan bel terakhir, semua siswa berbodong bodong keluar dari kelas nya dengan perasaan gembira

Di saat anak lain berbahagia karna waktu belajar mereka berakhir. Daffa tidak menjadi sala satu orang berbahagia itu karna dirinya setelah bersekolah pun harus mengikuti les juga, Daffa sungguh merasa tak adil dengan hidupnya.

Suara musik datang dalam indra pendengaran, netra Daffa membulat kepalanya menengok pada asal musik yang ia dengar.

Sekelompok siswa sedang bermain alat musik dalam aula. Ada yang bermain gitar, piano, drum, dan sang vokal yang memegang mic nya sedang menyanyikan sebuah lagu di sana. Netra Daffa melebar seolah ada sihir yang membekukan nya melihat pertunjukan musik di hadapan nya.

Ingin sekali Daffa melangkah kan kaki mendekat dan bergabung. Tetapi langkah itu tak pernah terwujud, Daffa kembali melangkah kan kaki nya keluar dari gedung sekolahnya.

Daffa mengingat nasib Dika yang selalu menjadi ceomohan dan perbandingan dengan dirinya.

"Kamu jangan sampai kayak abang kamu itu Daf, main musik itu buang waktu aja gak guna sama sekali buat masa depan kamu."

"DIKA JANGAN PERNAH KAMU MAIN MUSIK LAGI!"

"Anak yang saya banggakan hanya Daffa. Dika, anak itu selalu saja membangkang."

"Lihat?! Semua nilai kamu hanya tuju puluh! Ini pasti karna kamu bermain dengan gitar mu itu Dika, gak malu kamu sama Daffa, adek kamu? Nilai paling rendah nya aja sembilan puluh lima."

Semua ucapan ayah nya tentang Dika berputar di kepalanya, saat Dika bermain gitar nya maka ayah dengan tega merebut gitar itu dan membanting nya ke lantai. Bahkan sang ayah tak segan memukul dan mencambuk Dika.

Daffa menggelengkan kepalanya ia tak mau bernasib sama seperti kakak nya itu, Daffa tak mau merasakan pukulan dan cambukan ayahnya.

Sampai pada depan mobil jemputan nya, Daffa terkejut saat pintu mobil itu terbuka.

Ayah nya berada di dalam mobil tersenyum pada Daffa. Juna, panggil saja ia Juna. Juna seorang ayah yang mempunyai bakat sandiwara yang tinggi, akting nya sangat bagus. Hingga semua mungkin akan tercengang dengan sifat di balik senyumnya.

"Les nya libur dulu, kita ke kantor cabang ayah sekarang."

Sesampai nya Daffa dan ayah nya di kantor, Daffa dan ayahnya berjalan menuju lift lantai atas, saat ayah nya berjalan semua karyawan menunduk kan kepala mereka memberi hormat. Bahkan yang duduk saja langsung berdiri saat mereka lewat.

"HEH LO ITU BABU YA! NGEPEL YANG BENER DONG."

Langkah keduanya berhenti terfokus pada sorakan yang baru saja terdengar. Rasa penasaran membawa mereka melangkah pada asal suara.

Mata Daffa membulat terkejut, langkah nya terhenti saat melihat pemandangan tak enak di hadapan nya.

Daffa melihat kuah dan segumpal mie di tumpahkan sengaja pada kepala ibu nya. Bukan hanya Daffa, tapi ayah nya juga terkejut melihat istri nya di perlakukan jelek oleh karyawan nya.

"BERANI NYA KAMU MENGANIYAYA PEKERJA SAYA?!"

Begitu sang ayah menghentak dengan nada tinggi nya, semua membeku pada tempat mereka dengan tatapan tak percaya apa yang baru saja mereka dengar.

Sementara wanita yang menjadi bahan olokan tadi hanya diam, menunduk dengan badan basah akibat kuah mie instan yang sengaja di tumpahkan pada baju nya. Genggaman nya pada tongkat pel itu bergetar.

"Daffa, bawa keluar dia."

Daffa mengangguk, ia lalu menghampiri bunda dengan matanya yang memanas, tanpa pikir panjang Daffa menarik tangan ibu nya keluar dari ruangan tersebut. Setelah nya mulai lah keributan.

Kapal LayarWhere stories live. Discover now