4

3.7K 254 3
                                    

Haechan masih terduduk di atas tanah dengan beberapa kerikil tajam yg sempat menancap di ujung kakinya yg tak ber-alas.

Haechan menguatkan kakinya yg kini terasa begitu sakit dan gemetar di waktu bersamaan.

Saat pikiran nya berkecamuk, dari kejauhan sebuah cahaya tiba-tiba datang. Gemerisik daun dan ranting-ranting patah karena langkah kaki seseorang, perlahan tapi pasti mulai mendekat ke arah nya.

Apakah itu Mark?

Haechan mulai panik. Haechan melihat ke sekelilingnya,
mencari sebuah benda untuk mempertahankan diri. Sampai mata nya jatuh pada sebuah patahan kayu yg cukup panjang namun runcing di bagian ujung nya

Haechan meraih benda itu meskipun dalam hatinya tersenyum kecut, mana mungkin benda itu bisa melindungi nya.

Haechan memaksakan kakinya untuk berdiri, namun luka di lutut nya membuat kaki gadis itu sulit untuk berlari. Sambil menahan nyeri, haechan berusaha bergerak lebih cepat.

Gerakan langkah nya kalah cepat dengan suara langkah kaki di belakang nya.

"Tuhan, aku mohon"

Haechan tidak henti-hentinya untuk berdua agar pria itu tidak menemukan nya. Air matanya kembali mengaburkan pandangan nya. Dengan segera, haechan mengusap nya dengan punggung tangan nya yg kotor.

"Haechan!" Suara penuh Geraman itu menggelegar di keheningan malam. Suara yg ia kenali.

Mark!

Haechan menoleh ke belakang. Dia memaksakan kaki nya untuk berlari lebih cepat dalam kegelapan. Namun, lagi-lagi haechan terjerembab ke tanah. Ia jatuh telungkup, membuat luka di lutut dan di lengan nya semakin dalam dan lebar.

"Ah!" Haechan menjerit dan mengaduh pada rasa nyeri di sekujur tubuhnya.

Para saat yg sama pria bermata biru paling gelap yg pernah di lihat oleh haechan, telah sampai di hadapan nya.

Aura nya yg begitu menakutkan, membuat haechan gemetar. Air mata nya tak lagi terbendung, mengalir bagai hujan di pipi nya.

"Siapa yg menyuruhmu untuk kabur?" Mark tidak meneriaki nya serta membentak nya. Namun nada rendah dan mengancam pria itu cukup untuk membuat bulu kuduk haechan berdiri.

Haechan ketakutan. Mata pria itu benar-benar membuat nyali haechan menciut dah lebih dari itu...di sebagian lubuk hatinya yg lugu, haechan merasa familier dengan sosok gagah Mark.

Tapi bagaimana bisa? Bukankah haechan belum pernah melihat apalagi bertemu dengan Mark?

"Kenapa kau diam? Apa kau tidak punya mulut?" Mark berjongkok di hadapannya lalu menyapukan buku jari nya untuk menghapus air mata di kelopak mata haechan. Tangan nya menari di sekitar wajah nya yg berbalut pasir dan tanah.

Suara haechan tercekat. Jantung nya berdebar dengan kencang. Lidah nya terarah ngilu....namun haechan memberanikan diri untuk berteriak.

"Ja...jangan sen..tuh!" Haechan menepis tangan Mark di wajah nya. Suara nya bergetar dan goyah, dan cukup keras, membuat Mark semakin tersenyum sinis kepada nya.

Haechan susah payah berdiri menahan sakit. Lalu mengacungkan kayu runcing di tangah nya.

"Jangan coba-coba mendekat!"

Mark tertawa melihat senjata yg di pakai gadis itu. Ia mengindahkan ancaman haechan, kaki nya terus melangkah mendekati nya.

"Ja...jangan mendekat..." Suara nya semakin lirih.

"Kenapa, sayang? Bukankah kau ingin bermain-main denganku? Dengan senang hati, aku menerimanya" Mark maju lebih dekat. Tangan nya yg besar dan berotot itu dengan sigap meraih kayu runcing dari tengah haechan. Dengan sekejap senjata itu kini telah berpindah tangan.

Dorothy Where stories live. Discover now