12. Fitnah

5.9K 558 19
                                    

A/N : Mohon maaf kemarin gak update wkwkwk libur yak. Sekarang update lagi, btw jangan lupa KOMEN dan follow ya readers ku tersayang, komenmu penyemangatku anjay✧・゚:*( ͡ꈍ ͜ʖ̫ ͡ꈍ )*:・゚✧

Next bikin ceritanya siapa lagi? Awowkwkwk

***

Caska terlihat sedang duduk murung memperhatikan sapi-sapi yang sedang dia jaga. Celana pendek, kaos berwarna biru, merupakan kaos partai yang dipinjamkan Ayah untuk Caska. Mengingat tidak banyak baju kaos yang Caska punya. Sarung kebanggaannya melingkar seperti selempang.

Tentu saja hal itu membuat Haikal yang baru saja kembali setelah membeli bensin, mendekat ke arah Caska dengan heran.

"Melamun lagi, nanti kalau sapi-sapiku pada kabur, kamu ganti rugi ya?"

Caska menoleh dengan malas, "Sapi-sapimu itu tidak pernah lepas dari pandanganku." Menghela nafas Caska melanjutkan ucapannya, "dipikir-pikir capek juga kalau kerjaannya hanya melihat sapi-sapi itu bermain."

Kernyitan dahi Haikal menandakan rasa herannya ketika mendengar ucapan Caska. Apa sekarang Caska sedang berada di titik jenuh melihat sapi?

"Bosen ya? Lihatnya sapi-sapi terus."

"Kalau gak sapi ya kambing, kalau gak kambing ya ke ladang lihat jagung," tambah Haikal.

"Bukan bosen, cuma ngerasa kalau aku harus cari pekerjaan yang lebih baik dari jagain sapi kamu," ucap Caska dengan menurunkan segala hormat padahal posisinya Haikal ini atasan Caska.

"Jaga sapi-sapi sama ngurus ladang adalah pekerjaan yang layak. Malah enak, kalau nanti aku lagi panen. Aku pasti kasi sekarung jagung buat kamu. Gajinya emang gak terlalu besar, tapi cukuplah."

Caska sebenarnya membenarkan ucapan Haikal tentang gaji. Tapi masih kebayang petuah Kak Ayu tentang pegawai dan asuransi.

"Tapi kalau kerja sama kamu, aku gak dapet asuransi kal."

"Bener sih, lagian jaga ladang sama sapi gak akan membahayakan kok. Kecuali kamu ngajak sapinya ribut terus kamu di sruduk."

Haikal mendelik penasaran, "kamu sebenarnya lagi ngerencanain apa sih cas? Gak biasanya murung karena kurang bersyukur."

Barulah Caska sadar kalau ucapannya agak kelewatan dan mungkin menyakiti hati Haikal. Rasa tidak enak menyerang hati Caska.

"Bukannya Caska kurang bersyukur, cuma ya. Aku sama Jea itu lagi program anak. Tapi kami saja masih menumpang di rumah orang tua. Kemarin aku gak sengaja denger kalau Jea di nyinyirin keluarganya," ucap Caska dengan lesu.

Haikal, "Hm ... Kamu benar. Keluarga Ayahnya Jea emang terkenal tukang julid dan nyinyir di desa ini. Tapi aku gak nyangka kalau keluargamu juga ikut kena nyinyir."

"Sebenarnya aku gak terlalu peduli. Tapi yang aku pikirkan itu Jea. Seandainya dia menikah dengan pria yang lebih layak, pasti sekarang dia bisa membungkam mulut Bu'dhenya itu dan membuatnya terlepas dari siksaan nyinyiran."

Haikal mengangguk setuju, "iya ya, coba Jea nikahnya sama aku aja."

"Kecuali kamu." Caska memberikan tatapan tajamnya pada Haikal.

"Lah, siapapun berhak dong yang penting layak untuk Jea. Lagian gini-gini aku tuh punya berhektar-hektar ladang dan banyak ternak. Karyawanku gak cuma kamu kok, ada yang lain. Cuma kalau kamu khusus jagain sapi aja dulu," jelas Haikal.

"Tidak boleh! Dan tidak akan terjadi. Karena Jea itu ditakdirkan untuk menikah sama aku. Kami juga tiap malam usaha bersama untuk buat anak, biar kamu tau!" Ujar Caska setengah marah, karena cemburu ketika Haikal memamerkan hartanya untuk merebut Caska.

Suprise! Marriage | ZHONG CHENLEWhere stories live. Discover now