4. The Day

253 56 7
                                    

Jisoo baru keluar dari kamarnya setelah selesai melatih kelancaran bicaranya untuk presentasi karya lukisnya besok. Hari esok akan menentukan bisa atau tidaknya Jisoo menempuh pendidikan di Sekolah Seni Yeseol.

Jisoo menuju kamar Hyoyeon dan Lisa untuk tidur bersama. Mereka hanya memiliki dua kamar, maka Lisa tidur sekamar dengan Hoyeon. Sebab terlalu bersemangat rasanya Jisoo tidak akan bisa tidur malam ini. Dia ingin bercerita banyak hal pada Lisa. Jisoo tidak peduli meski adik dan ibunya itu akan merasa terganggu nanti.

"Lisa-ya, Eomma harap kau bisa mengerti. Jisoo unnie sudah menunggu setahun untuk ini, bisakah kau melakukannya juga? Eomma butuh waktu untuk mengumpulkan lebih banyak uang. Tahun depan, Eomma berjanji kau akan sekolah di sekolah impianmu itu. Lisa mengerti?"

"Memang hanya Jisoo unnie yang penting untuk Eomma. Aku akan selalu menjadi nomor dua."

Telinga Jisoo tersambar kalimat-kalimat itu. Hatinya tertusuk ribuan duri. Ternyata dia harus mengorbankan mimpi Lisa untuk memenuhi mimpinya. Kenapa ibunya berbohong? Hyoyeon bilang Jisoo tidak perlu khawatir, tapi diam-diam ibunya membicarakan hal seperti itu dengan Lisa. Jisoo tidak mungkin tega bersikap egois pada adiknya sendiri.

Jisoo harus mendapatkan beasiswa itu, sehingga ibunya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk sekolahnya, sehingga ibunya hanya harus fokus pada biaya sekolah Lisa.

Jisoo kembali ke kamarnya. Hatinya gundah gulana. Berbaring menatap langit-langit kamarnya. Jisoo hanya harus percaya pada dirinya, bahwa dia bisa mendapatkan beasiswa.











____________________



Jisoo merasa tubuhnya dipenuhi energi pagi ini. Semangat membakar bercampur jantung berdebar. Raga Jisoo serasa ingin segera melesat keluar rumah.

Jisoo memahami alasan wajah Lisa tertekuk seperti sekarang. Jisoo berjanji akan segera menghilangkan raut itu dari wajah Lisa.

"Aku berangkat dulu, Eomma."

Hyoyeon memeluk, lalu mencium puncak kepala putri sulungnya. "Kau pasti berhasil, Jisoo-ya. Anggap saja kau sedang bicara dengan Eomma saat di sana."

Jisoo mengangguk yakin. Dia menghampiri adiknya. Mengusap poni Lisa seperti biasa. Lisa menepisnya agak kasar. Jisoo awalnya agak terkejut, tapi dia segera memakluminya.

"Lisa memang sedang agak sensitif. Mungkin dia baru putus dengan kekasihnya."

Godaan Hyoyeon hanya semakin memperkeruh suasana hati Lisa. Jisoo ikut tertawa kecil meski itu tidak lucu sama sekali. Bukan karena putus dari kekasihnya, Lisa seperti itu karena merasa putus dengan mimpinya. Jisoo rela melepas mimpinya untuk Lisa. Jika Jisoo gagal mendapat beasiswa, dia akan langsung mundur. Tidak ada yang lebih berharga dari melihat adiknya tersenyum.

"Aku pergi."

Jisoo menuju Sekolah Seni Yeseol dengan sebuah taksi. Senyumnya tak berhenti merekah, meski merasa agak kesulitan karena harus membawa kanvas lukisnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya ia akan segera bertatapan langsung dengan idolanya. Jisoo akan memberikan ekspresi terbaiknya begitu Taeyeon menatapnya.

Rasanya dia ingin menangis dan berteriak sebab terlampau bahagia. Jisoo membuka kain putih yang menutupi lukisannya. Lukisan yang dia buat dengan sepenuh hati dan segenap emosi positif dalam dirinya. Daripada dikatakan demi mendapat beasiswa, Jisoo mengerahkan seluruh kemampuannya hanya untuk Kim Taeyeon.

Jisoo turun dari taksi. Dia dapat melihat masa depan yang cerah. Jisoo seratus persen yakin dia akan menang hari ini. Jisoo juga melupakan satu fakta, bahwa Taeyeon juga memiliki satu orang putri.

Incomplete: Part 1. Found It ✓Where stories live. Discover now