Part 11: Akur

575 61 23
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Sebenarnya kita sama. Hanya saja cara kita mengekspresikan luka itu berbeda."

-Khalifi Alby Fachri-

🕊

Alby masih duduk di sana meskipun bayangan Yudha sudah menghilang belasan menit yang lalu. Ternyata, semua perkataan Yudha tadi berhasil menganggu pikirannya. Apalagi ketika Alby mengingat perempuan itu seringkali sudah pergi tanpa ia tahu kemana.

"Apa karena itu dia sering pergi pagi-pagi sekali?" Alby bertanya pada dirinya sendiri. Jika benar, harusnya perempuan itu memberitahu dirinya agar ia tidak berprasangka yang tidak-tidak.

"Mas Al ngomong sama siapa?"

Suara itu sukses membuyarkan semuanya. Alby sedikit kaget melihat sosok perempuan yang sudah duduk di tempat Yudha tadi. Lengkap dengan senyuman yang tidak ingin ia lihat.

"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Alby dengan wajah datar seperti biasa.

Perempuan yang memakai seragam yang sama dengannya lantas melebarkan senyum. Ia sama sekali tidak memedulikan ekspresi Alby yang mungkin tidak menginginkan dirinya di sana.

"Baru aja, Mas. Eh, Dok," Perempuan itu meralat panggilannya barusan. Ia sadar jika masih di rumah sakit.

"Oh, ya. Dokter apa kabar? Udah lama kita enggak ketemu," ujar perempuan bernama Felisya Gladiska itu.

"Seperti yang kamu lihat. Saya baik," balas Alby cepat. Sebelum Felisya menanyakan sesuatu lagi, buru-buru Alby berdiri dan hendak pergi. Namun, perempuan yang merupakan anak dari sahabat papanya kembali memanggil namanya.

"Kenapa?"

Felisya juga bangun dari duduknya dan menghampiri Alby. Sebelum itu, ia mengambil sebuah paper bag ukuran sedang yang ia letakkan di sisi kanan.

"Ini buat Dokter!" Felisya langsung menyodorkan paper bag tersebut.

"Apa ini?"

"Itu makanan, Dok. Aku sendiri yang masak. Semoga kamu suka, ya," kata Felisya langsung meraih tangan Alby dan mengaitkan tali paper bag itu di jemarinya.

"Fel, tapi sa-"

"Terima kasih sudah menerimanya!"

Belum sempat Alby mengatakan penolakan, perempuan itu sudah berlari pergi meninggalkan dirinya. Sekarang ia hanya bisa mengamati makanan itu dengan helaan napas.

Teringat masih harus follow up pasien, ia lantas pergi meninggalkan tempat yang hampir ramai dengan beberapa pegawai rumah sakit yang hendak sarapan.

Sepanjang menelusuri koridor rumah sakit, Alby tidak hentinya memikirkan cara agar tidak membuang makanan yang ada di tangannya. Kalau dibawa pulang pasti sudah basi karena ia akan bekerja sampai sore, tapi kalau dibuang pun kasihan perempuan itu yang sudah repot-repot memasak.

Beruntung ketika sampai di depan nurse station, ia melihat Devan dan juga temannya. Sepertinya, mereka akan pergi ke bangsal untuk memeriksa pasien yang datang dari IGD.

Pembantu Halal [TERBIT]Where stories live. Discover now