Part 15: Calon Istri

579 63 21
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Sesekali kita perlu mencari jalan pintas agar terlepas dari sesuatu. Meskipun jalan itulah yang nanti akan melahirkan sesal yang baru."

-Khalifi Alby Fachri-

🕊

Alby dan Naura sama-sama dibuat terkejut dengan kehadiran sepasang suami istri yang menatap mereka dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Spontan, keduanya berdiri ketika pasangan itu berjalan ke arah mereka.

"Sepertinya, Mama harus tarik ucapan Mama kemarin deh, Pa. Putra kita ternyata tidak pernah kesepian di rumah," sahut Kaila--mamanya Alby.

"Mama kapan di sini? Kok enggak kabari Al? Bukannya kalian pulang Minggu depan?" Alby menyambut orang tuanya dengan rentetan pertanyaan.

Khalif dan Kaila hanya geleng-geleng melihat sikap putra semata wayangnya. "Enggak dipeluk dulu, disuruh duduk atau apalah gitu, Al? Kamu enggak kangen sama Mama?"

Alby yang sadar dari keterkejutannya lantas tersenyum. Ia langsung mendekati orang tuanya, mencium tangan mereka bergantian lalu memeluknya. Pemandangan itu berhasil membuat perempuan yang melihatnya tertegun sekaligus kagum.

Ternyata, dibalik sikap dinginnya, dia jadi anak kecil kalau di depan orang tuanya. Batin Naura diakhiri senyum tipis.

"Al kangen banget sama Mama," ujarnya.

Kaila mencium kening Alby dan kembali memeluknya. Sudah hampir dua tahun ia tidak bertemu dengan putranya itu. Terakhir ketika mengunjungi Alby di Belanda. Itu pun karena ada urusan pekerjaan. Ia sangat senang, darah dagingnya sudah kembali ke rumah.

"Papa enggak dipeluk, nih? Cuma Mama doang?" sahut Khalif yang berdiri di samping mereka.

Kedua ibu-anak itu melerai pelukan mereka. Alby tersenyum ke arah papanya. Seperti mamanya, Khalif juga sangat merindukan putranya.

"Kenapa enggak kabari kalau mau pulang? Alby 'kan bisa jemput."

Kedua orang tua itu saling pandang lalu tersenyum entah apa maknanya. "Coba cek hape kamu, berapa kali Mama telepon?"

Alby mengecek ponsel di saku celananya. Ia lupa kalau meletakkan benda itu di atas mejanya tadi dan tidak sempat mengecek notifikasi di sana.

"Enggak apa-apa. Lagian ada Kang Rudi dan bi Nur yang jemput."

"Syukurlah," kata Alby merasa bersalah kepada orang tuanya.

"Ekhem. Mama enggak dikenalin, nih, sama pacar kamu?" cicit Kaila melirik ke arah Naura yang masih berdiri di sana.

Alby juga sempat menoleh sebentar lalu kembali melihat mamanya. "Dia bukan pacar Alby, Ma. Alby enggak pernah pacaran," jelas Alby membuat orang tuanya mengangguk. "Dia itu ... temannya Alby."

"Mau siapapun itu, kenalin dong sama kita. Benar enggak, Pa?" Kaila menyenggol lengan suaminya.

Alby tidak tahu harus bagaimana menanggapi pertanyaan orang tuanya. Kalau Alby jujur tentang Naura, bisa-bisa mereka berpikir yang tidak-tidak. Tapi kalau Alby mengarang, ia sendiri tidak pandai mengarang sesuatu.

Melihat putranya hanya diam, Kaila lantas beranjak ke tempat perempuan tadi. Naura yang menyadari itu langsung meraih tangan Kaila dan menciumnya. Ia sudah tahu apa yang ingin ditanyakan wanita di depannya.

"Assalamu'alaikum, Bu. Saya Naura," Naura memperkenalkan diri.

"Pa, namanya Naura!" Kaila memberitahu suaminya.

Pembantu Halal [TERBIT]Where stories live. Discover now