25 : Kenalkan pada Kevin

10.3K 788 10
                                    

Gianna tak peduli jika Devira membocorkan tentang dirinya kepada Emir, sebab ia tahu pasti semuanya akan terbongkar dengan seiring waktu. Fokus Gianna sekarang ada pada nasibnya saat ini, bagaimana Izhar membawa sang anak ke restoran dan mengatakan sibuk mencari pekerjaan.

"Dan lo pikir gue juga nggak sibuk kerja?" dumelnya, sembari membersihkan ruang kerjanya yang dibuat berantakan oleh Zein.

Anak itu telah tertidur lelap di atas kasur, Gianna tadi memarahi anaknya karena tak bisa ditegur, ruangan jadi berantakan karena rasa ingin tahu Zein yang terlalu tinggi. Namun, Gianna tidak memberikan cubitan atau pukulan, sebab sadar bahwa sudah banyak waktu yang ia lewatkan untuk bersama anak, maka tidak ingin meninggalkan kesan buruk.

"Apa gue sewa babysitter?" Gianna bermonolog.

Ia meraih ponsel dan menelepon seseorang yang sering dimintai pendapat, yaitu Bintang. Ya, kakak iparnya itu memang sering dijadikan tempat meminta saran tentang anak, meskipun perbedaan usia mereka yang tidak terlalu berjarak jauh, tetapi Bintang lebih memiliki banyak pengalaman.

"Halo, Kak," sapanya.

"Halo, Dek, tumben nelpon, setelah sekian purnama."

Gianna memang sudah jarang menelepon abang dan kakak iparnya, karena tidak ingin terlalu membuat khawatir atau menimbulkan persepsi dari sang abang bahwa dirinya butuh perhatian oleh karena kejadian perselingkuhan tersebut.

"Ada perlu aja," akunya jujur, "Kak, minta saran dong, menurut Kakak, aku harus punya pengasuh anak atau nggak usah?"

"Lah, emang si Izhar ke mana? Udah nggak mau dia jagain anak?"

Ya, ini pula salah satu alasan mengapa Gianna jarang menelepon kakak iparnya. Bintang dan Gavin memiliki sifat yang sama, yaitu meletup-letup jika tentang masalah yang dialami Gianna, dan pasti si pelaku akan dibenci oleh mereka berdua, menjadi bahan olok-olok.

"Dia lagi usaha nyari kerja, Kak, jadinya sekarang Zein dianter sama dia ke sini," jelasnya, "gimana ni, Kak? Apa aku harus sewa babysitter aja?"

"Dan babysitter dibiarin tinggal di rumah?" Bintang mendengkus, "nggak! Yang ada suamimu kegatelan godain babysitter itu."

Gianna tersenyum kecut. "Kalau itu nggak masalah, sih, Kak. Dosanya, bukan dosaku. Aku udah nggak mikirin dia lagi, yang penting anakku ada yang jagain."

"Gi, kamu sadar atau gimana? Terus, kamu sibuk cari nafkah dan dia di rumah enak-enakan sama pengasuh anakmu, akhirnya Zein malah nggak dijagain dengan benar."

"Iya juga, sih," Gianna menyetujui itu, "yang ada Zein bakalan ditelantarin, ya."

"Nah, itu tahu. Kalau kamu mikirin pisah, sih, gampang. Kamar kamu di rumah ini masih kosong, Zein juga ada yang ngurus kalau di sini."

Tawaran yang sangat menggiurkan, tetapi tak langsung Gianna iyakan. Sebab, jika menerima maka akan selamanya Gianna bergantung pada abang dan kakak iparnya, kemudian jika punya masalah antara anak, yang ada mereka jadi bingung dan tak menutup kemungkinan akan saling diam.

Sebenarnya belum pernah terjadi di antara mereka, hanya saja Gianna ingin meminimalisir bertengkar sesama saudara, karena dirinya hanya memiliki abang dan kakak ipar sebagai keluarga terdekat.

"Kak, aku tutup dulu, ya, mau ke depan," ucapnya.

"Nah, kan, menghindar lagi kamu. Emang secinta itu sama Izhar?"

Gianna tak menjawab pertanyaan tersebut. "Udah, Kak, aku mau balik kerja, daa...." Memutuskan sambungan.

**

"Menurut lo, Vin, di dunia ini ada cinta yang nggak berkhianat?" tanya Gianna, setelah diam sekian menit di hadapan temannya itu.

Kevin menyelesaikan kunyahannya dan menelan nasi bakar miliknya, kemudian menjawab pertanyaan tersebut. "Ada, nyokap-bokap gue."

Gianna mendekatkan wajahnya pada Kevin. "Emang lo percaya salah satu dari mereka nggak pernah tergoda atau sekedar lirik-lirik orang lain."

"Sumpah, topik lo terlampau jauh sama nasi bakar," sela Kevin, "udah, makan aja, nggak usah dipikirin."

Gianna berdecak, mulai memakan nasi bakarnya, mata melirik ke layar ponsel yang menyala, menampilkan chat dari seseorang. Gianna tersenyum cerah, sembari melihat ke area parkir rumah makan tersebut.

"Lo jangan kaget, malam ini kita makan bareng bapak-bapak," ujarnya.

"Ha?" Kevin meneguk air putih di hadapannya. "Maksudnya?"

"Pokoknya diam aja, dan jangan lo bocorin kalau gue masih punya suami."

Kevin tersedak, padahal sedang tak minum atau makan. "Si-sialan lo!" umpatnya, "ingat Zein, woi!"

Gianna berdecak, disentilnya jidat temannya itu. "Diem aja, gue nggak pakek perasaan, kok, dan ini juga demi Zein, biar kelak gue agak tenang ngurus anak gue sendirian."

Ngomong-ngomong soal Zein, tadi sore telah dijemput oleh Izhar dan dibawa pulang. Ya, Zein hanya sebentar dititipkan pada Gianna, sebab tadi katanya Izhar tengah menghadiri sesi wawancara di tempatnya melamar pekerjaan.

Gianna tak akan berharap banyak pada Izhar, berubah atau tidaknya pria itu, ia sudah tak peduli. Fokusnya sekarang ada pada ketenangan diri sendiri, serta kepuasan akan hal yang ingin dicapai.

"Bukan gue yang minta dia ke sini, dianya aja yang nggak punya teman makan malam. Ya... sebagai teman yang baik, gue ajak ke sini, dong."

Kevin masih tercengang dan tak langsung mempercayai ucapan temannya itu. "Lo balik ke diri lo yang dulu," katanya sembari mengingat bagaimana Gianna di masa kuliah, "lo ingat, waktu ngelempar buku tebal ke muka mantan lo?"

Gianna yang sedang sibuk mengunyah, hanya bisa mengangguk.

"Gue lihat di sini lo keren banget, padahal dia cuma ceritain keburukan lo ke temannya, tapi ternyata lo balas mukul dia di depan semua teman-temannya," Kevin mengenang masa lalu, "jadi, sekarang lo lagi balas kelakuan Bang Izhar?"

"Bisa dibilang kayak gitu, jiwa muda gue balik lagi," ujarnya.

"Gila, ya, lo cuma sebentar doang berjiwa keibuan dan istri berbakti, sekarang gue lihatnya malah balik ke masa lalu," Kevin mengacungkan jempol, "gue dukung, meskipun agak ngeri nanti ending-nya kayak gimana."

Gianna hendak membalas ucapan tersebut, tetapi penampakan seorang pria yang baru masuk rumah makan, membuatnya mengangkat tangan agar Emir menyadari keberadaannya.

"Itu orangnya, Vin," Gianna tersenyum cerah kepada Emir, "emang udah bapak-bapak, tapi pesonanya masih kayak seumuran kita."

Kevin menoleh, mencari sosok yang sedang menjadi fokus Gianna. Ya, benar apa kata temannya itu, jika dilihat bahwa pria tersebut memang sudah terlihat kebapakan, hanya saja wajahnya yang memang tampan membuat siapapun tahu pasti bahwa sudah tampan sejak muda.

"Duitnya banyak, Gi?" tanya Kevin tanpa melepaskan pandangan dari Emir, "kalau iya, gue dukung lo."

"Gue belum tanya soal penghasilan, tapi rumahnya gede, dan mobilnya Civic. Menurut lo gimana?"

Kevin menelan ludah susah payah. "Bang Izhar kalau tahu ini, pasti bakal ketar-ketir, Gi," kembali menatap temannya itu, "langsung telepon dia aja, bilang kalau lo udah dapat pengganti."

**

Yang mau baca cepat, segera ke aplikasi/web karyakarsa.

Cari menggunakan judul. Di sana udah tersedia sampai bab 29, dan nanti akan tamat kira-kira di bab 45.

Sebentar lagi, ya. Hihihi

Balas Dendam Istri Sah (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang