03

1.7K 208 8
                                    

Dari kejauhan, Isagi melihat Rin bersama para pasukannya berjalan. Lelaki itu pun menunduk, membungkuk hormat sementara sang Pangeran melalui dirinya tanpa melirik.

Sejak hari itu, seminggu terhitung sudah Rin tak pernah memanggil Isagi dengan alasan apapun. Isagi tak pernah diundang ke pestanya atau secara pribadi melayaninya.

Isagi lantas melanjutkan langkah menuju ruang tari. Sebagai penari istana, pada sore hari dia harus mengikuti latihan untuk upacara pelantikan putra mahkota.

"Kau sangat pandai menari." celetuk seseorang membuat Isagi menoleh kala latihannya usai.

"Bachira.. Sedang apa di sini?"

Pemuda yang disebut namanya tersenyum. "Melihatmu menari. Terlihat cantik-eh" Keduanya sama-sama setengah merona dan memalingkan muka. "Maksudku, gelang kaki yang kau pakai.. Cantik."

"Ah iya.."

"Kakimu sudah tidak sakit?"

Isagi menggeleng seiring perjalanan mereka berdua kembali ke paviliun pelayan. "Iya, ramuan dari tabib membuat lukanya tertutup dengan cepat."

"Hmm, syukurlah kalau begitu.."

.
.
.

Suara petasan, kembang api, dan gong ramai terdengar. Malam pelantikan putra mahkota menjadi Raja baru begitu meriah. Para rakyat diizinkan untuk masuk dan menikmati pesta yang diselenggarakan oleh kerajaan.

Di sisi lain, Pangeran Rin hanya duduk lesu meminum anggur di kursinya. Membosankan, semua terasa abu-abu, dan berisik.

Suara gelang kaki dan musik mulai dimainkan dan para penari masuk ke dalam ruangan. Sekilas bibir tipis Rin terangkat seraya memperbaiki duduk kala melihat Isagi. Lelaki itu menari dengan cantik bagaikan teratai di danau tenang dan indah seperti sisa jingga sebelum langit dilahap malam.

Sampai sebuah telunjuk mengarah pada Isagi, detik itu senyum di bibir Rin memudar. Ia menatap ke arah Yang Mulia Raja, tak percaya orang itu akan memilih Isagi untuk menjadi penghias malamnya.

Isagi tak punya pilihan, ia hanya mengikuti tradisi kerajaan di mana yang dipilih oleh Raja harus tunduk dan bersedia menjadi penghangat ranjang selama semalam.

Bersamaan dengan Isagi yang menaiki anak tangga, Sang Pangeran bangkit berdiri dari tempatnya dan pergi. Matanya menyala penuh dengki.

PRANKK PRNKK

Semua nampan emas berisi cawan dan jamuan yang lewat tak tanggung-tanggung disibak semua. Rin mengambil katana, mengeluarkan dari sarungnya dan gelap mata menghancurkan isi kamarnya sendiri.

"HgAargghh!!!"

.

"Aahh.."  Isagi memegang pundak Raja. Matanya terpejam sedang bibirnya terbuka guna merintih dan meraup napas sebisanya.

Yang Mulia Raja sesekali menyesap kulit putih susu Isagi hingga menorehkan ruam kemerahan. Ia menghentak secara konstan membuat gelang kaki si biru jadi bernyanyi.

Di ruangan megah itu, tak sekalipun Isagi membuka mata. Wajah mereka terlalu sama sampai dengan netranya. Bahkan di saat seperti ini Isagi masih memikirkan Itoshi yang lain.

Derap napas terengah semakin menjadi saat keduanya hampir tiba di puncak. Tangan Isagi mengepal, tubuhnya telah kembali telentang di atas kasur berlapis sutra.

Indah, adalah apa yang sedang dilihat dan dipikirkan Sae saat ini. Rintihan kecil yang lolos dari bibir mungil Isagi, lelehan bening yang mengalir dari kelopak matanya, rona jambu pada pucuk hidung dan pipinya, dadanya yang membusung kecil. Semuanya terlihat manis.

Until Last Sakura Falls (Rnis)Where stories live. Discover now