06

1.9K 194 19
                                    

"Yang Mulia.. Isagi Yoichi telah sadarkan diri.."

Setelah mendengar kalimat dari pelayannya, Rin tanpa berpikir dua kali langsung bangkit berdiri dan berjalan tergesa menuju kamar.

Grekk

Pintu setinggi tiga kaki terbuka lebar. Rin masuk menatap Isagi yang terduduk di atas ranjang. Lelaki biru manis itu tengah meminum rauman pemberian tabib sebelum akhirnya memandang lurus ke arah Rin.

"Yoichi."

Rin merasa gelenyar aneh membuncah dalam hati. Jantung Rin seakan berhenti berdetak untuk sepersekian detik. Rasa lega yang tak terjabarkan saat melihat Isagi hidup setelah berhari-hari berjuang melawan maut.

"Yang mulia.."

Grep

Mata Isagi melebar seiring tubuh kecilnya mendesak ke dada Rin. Pria itu mendekapnya sedikit terlalu erat. Bibirnya melenguh merasa sesak namun segelintir isakkan membuat Isagi tidak jadi membantah. "Yang mulia.."

"Kau hidup, Yoichi.. Kau hidup.."

Isagi masih diam di pelukan Rin. Perlahan namun pasti, jemari kecilnya merambat menyentuh haori sang pangeran, terus naik kemudian menyelip untuk balik memeluk. "Yang mulia.. Kau menangis.."

"Lalu kenapa memangnya?! Apa aku tidak boleh menangis saat hampir kehilanganmu!"

"Bukankah Yang mulia akan bahagia jika aku tidak ada?"

Isagi meremat haori Rin. Meski bibirnya dengan dingin bertanya, tapi di lubuk hati yang terdalam, Isagi menginginkan jawaban yang sebaliknya.

Rin melepas pelukan guna menatap netra biru Isagi. "Aku tidak pernah bilang begitu. Tapi kalau kau hidup selain untukku, aku akan membunuhmu."

Isagi hendak menunduk, mematahkan ikatan mata diantara mereka namun telunjuk dan jempol Rin menyanggahnya. Menahan agar muka Isagi tetap melihat ke arahnya.

"Membunuhmu artinya membunuh diriku juga. Kalau kau mati, aku akan mati. Aku tidak bisa hidup, tanpa Isagi Yoichi.."

Bibir plum semerah sakura terbuka. Isagi menatap Rin dengan tanda tanya.

"Aku tidak mengerti.. Aku tidak seberharga itu, Yang Mulia.. Aku mengira kau sengaja mengenaiku agar aku pergi dari hidupmu.." Mata Isagi mulai berkaca-kaca. "Aku.. Banyak mengecewakanmu dan kau membenciku.. Kau.. Tidak membutuhkanku lagi.." Dengan dua tangan Isagi menutup muka.

Rin semakin medekat, mambuka tutupan tangan Isagi kemudian menempelkan bibirnya.

Netra Isagi yang berair semakin melebar.

"Yang

Cup

Mulia..."

Cup

"Kehilanganmu beberapa hari ini membuatku sadar aku memiliki segalanya, tapi tidak dengan waktu. Jadi aku akan mengatakannya sekarang, aku mencintaimu.. Yocchan.."

Isagi dibuat semakin kaget dan terbelalak. Ia baru saja bangun dari tidur panjang, namun rasanya seolah masih dalam dunia mimpi. Setetes air mata mengalir di permukaan pipi.

"Apa aku masih bermimpi? Jika iya tolong jangan bangunkan aku.. Rinchan.."

Rin menggeleng, matanya juga sama berair seperti Isagi. Emerald dan safir saling membelenggu dalam tatapan. Yang lebih besar menangkup pipi Isagi, mengelusnya lembut seperti yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Labium keduanya menyatu dalam ciuman lembut. Saling memadu guna menyatakan apa yang bibir keduanya tak sanggup ungkapkan.

Isagi bertumbuh dalam bayang-bayang Rin, membuatnya secara tidak sadar telah jatuh cinta pada sang pangeran keji. Bagaimana pun perlakuannya, sekalipun menyakitkan, cinta tulus yang tanpa Isagi sadari tumbuh di hati membuat ia bertahan dengan Rin.

Pintu ditutup, para pelayan yang menunggu di luar mulai menyingkir atas perintah sang pangeran.

Di kamar megah itu, lapisan demi lapisan kain yang membungkus tubuh keduanya mulai terburai ke lantai. Rin menjamah tiap jengkal permukaan kulit Isagi sedang bibirnya tak henti bercumbu.

Muka sampai telinga Isagi merona. Ia selalu merasa Rin hanya menjadikkan dirinya sebagai objek pemuas nafsu, namun detik ini pria itu memperlakukannya begitu lembut seolah porselin rapuh.

Bibir Isagi terbuka guna meraup udara. Matanya melihat ke langit-langit ruangan sembari tangannya meremas kain merah di bawahnya.

"Ahh.. Nghah... Y-yang mulia.." Netranya melirik ke bawah. Kepala Rin berada di antara pahanya. Pria itu mengulum kelamin sembari dua jarinya bersarang keluar masuk pada lubang Isagi.

Jari kaki Isagi mengerut, dadanya melengkung, dan desahannya semakin menjadi. Rin mengecupi abdomen Isagi, terus naik secara sensual sampai dadanya.

"Ahhh yang mulia.." Netra Isagi terbuka sayu, tangannya meremas rambut hijau gelap Rin yang mulai menghisap dan mempermainkan putingnya.

"Cantik.. Yoichi.."

Pujian itu membuat Isagi mengeluarkan cairan kental. Ia sangat malu dalam artian yang baik. Rin terkekeh, ia mengecup pelipis Isagi sebelum akhirnya kembali mengulum kemaluan Isagi dan menelan rakus cairan cintanya.

Isagi memerah semerah kepiting rebus. Ia menutup mulutnya sendiri. "Yang mulia.. Itu menjijikkan.. Apa yang kau lakukan."

Rin menjilat sudut bibirnya yang terdapat bekas cairan Isagi di depan mata empunya. "Tidak ada yang menjijikan darimu. Berhentilah memanggilku 'Yang Mulia'. Aku lebih suka kau memanggilku seperti dulu, mengerti hm?"

Isagi mengangguk nurut sembari Rin menangkup dagunya. Pria itu tersenyum, perlahan memasukkan jempolnya ke mulut Isagi dan si biru memejamkan mata, menghisap jempol Rin penuh penghayatan dan terlihat amat sensual.

Rin melebarkan kaki Isagi dan menaruhnya ke atas pundak. "Kau siap?"

Isagi mengangguk pelan. Rasanya selalu sakit saat Rin memasukkan penisnya yang tebal dan panjang ke dalam. Namun sensasi sakit hanya sebentar.

Dimabuk ekstaksi, dengan cepat Isagi mengeluarkan desah dan racauan manis kala Rin menumbuk lubangnya. Sisa rasa ngilu di pundaknya yang terluka seolah terbius hilang.

Rasa nikmat menyelimuti Isagi dan Rin. Dengan cinta semuanya terasa lebih intim dan mendalam. Rin membalik tubuh Isagi agar menungging, tangan keduanya saling menggenggam seiring genjotan demi genjotan terus tersalurkan.

"Ahhh.. Ah! Rin!"

Paha Isagi bergetar, tubuhnya dirasa terlalu kecil untuk menerima kenikmatan luar biasa dari sesi bercinta mereka. "Rin! Rin.. A-aku ingin melihat wajahmu.."

Rin berhenti untuk membalik Isagi agar menghadapnya lagi. Pria itu terlihat sangat kacau dan berkeringat. Rin melahap bibir Isagi sembari menyodok lubangnya.

Tangan Isagi melingkar di leher Rin. Kakainya mengangkang lebar. Cairan cinta meleleh semakin banyak setiap kali penis Rin keluar masuk di lubang Isagi.

"Rinhh.. Nghh.. Ahh♡"

Desahan Isagi di samping telinga Rin terdengar menggairahkan. Yang lebih besar pun mengeratkan pelukan seiring hujamannya semakin cepat dan liar.

"Rin.. A-aku keluar lagi.."

"Bersama Yoichi.. Arghh.."

"Ah ah ah aaAahhhh!

Glk glk glk

Kejantanan Rin mendorong banyak sperma ke dalam perut Isagi, seperti selongsong pipa yang menyalurkan semen. Perut kecil Isagi bahkan sampai terlihat kembung.

Isagi lemas saat Rin melepaskan penyatuan. Napasnya tak beraturan dan sesekali tubuhnya mengejang kecil.

"Yocchan.." Rin menarik tubuh Isagi kepelukannya di bawah selimut. Jari panjangnya menyibakkan poni Isagi untuk kemudian mengecup keningnya.

"Mmh.." Isagi yang tak sanggup membuka mata hanya melenguh.

"Aku mencintaimu.."


















You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 13, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Until Last Sakura Falls (Rnis)Where stories live. Discover now