8

19 4 6
                                    

12 Desember 2019

Aku merenggangkan ototku, aku habis mengerjakan tugas latihan untuk UAS minggu depan. Laptopku masih menyala dengan tampilan output yang tadi aku kerjakan. Sudah larut malam, mataku lelah hampir dua jam menatap layar laptop itu tiada henti. Aku melepaskan kacamataku, mengambil handphone. Maneesa mengirimkanku pesan. Sebuah foto dirinya dengan lelaki bertubuh tinggi, agak gempal, tersenyum ke arah kamera.

Belum sempat aku membaca caption dibawah foto itu, Maneesa menelponku membuat aku sedikit terperanjat dengan suara nada dering yang terlalu keras.

"Ekhem.. halo, Man?"

"Lo darimana sih, daritadi gue kirim gambar lo baru lihat sekarang!"

Aku mengambil earphone di laci mejaku, memasangkannya ke handphone dan memasukkannya ke telingaku. Suara Maneesa terlalu berisik, bisa-bisa aku ditegur oleh Ayah atau Mama karena main handphone sampai larut malam.

"Habis belajar, kenapa sih? Tuh cowok siapa? Pacar lo?" Tanyaku lalu meminum air dingin di meja yang selalu aku sediakan karena biasanya tengah malam aku suka haus, dan malas untuk keluar.

"Namanya Danang, and suprise! Dia dari Bantul!"

Aku yang tadi bersandar di kursi meja belajarku, langsung menegakkan tubuhku. Mendengar kata Bantul seperti mendengar kata 'Aku mencintaimu', atau mungkin lebih dari itu rasanya.

"Kok lo bisa tau?" Tanyaku masih menutupi rasa bahagiaku, walaupun Maneesa tau sehabis ini aku akan berpekik kuat seperti ayam dipagi hari. Melompat-lompat seperti katak saat turun hujan.

"Dia temen satu organisasi gue. Tapi gue nggak bisa nanya lebih jauh sih, cuman tau dia dari Bantul karena lihat biodata dia aja di meja kerja BEM."

Aku manggut-manggut, sepertinya Danang ini bisa jadi informan yang baik. Walau belum tentu ia juga mengenal Aswa. Aku jadi rindu Aswa, surat terakhirnya memang manis, lagunya setiap hari aku dengarkan. Tapi rasa rindu pada yang belum kita temui itu, bagaimana ya mengatakannya.

"Kalau dia beneran kenal Aswa gimana?"

"Siap-siap aja, hati lo potek waktu denger ternyata Aswa itu bapak anak empat."

"...atau plot twist, Aswa itu bapaknya Danang. Genre hidup lo keren abis sih."

Lanjut Maneesa lalu ia tertawa terpingkal-pingkal di seberang telepon. Tak heran, Maneesa memang begitu. Pikirannya selalu saja begitu pada Aswa yang jelas-jelas dari postur tubuhnya di postingan instagramnya dia masih muda. Dan dari belakang saja aku sudah bisa melihat senyum manis Aswa.

"Amit-amit, Man. Tapi lo tanya-tanya dong sama Danang ya? Mana tau kan.." Ucapku dengan nada memohon.

"Lo ngeraguin gue atau gimana? Dari sebelum gue kabarin lo, Danang udah gue tanya-tanya. Tapi tuh pesan gue belum dibales, entar kalau di bales gue kasih tau ya. Ntar sebelum pulang ke Jakarta, pulang-pulang gue bawa informasi tentang Aswa."

Ini yang aku suka dari Maneesa, kecakapannya tentang sesuatu memang patut di acungi jempol. Ia sesekali meledek, namun sebisa mungkin membantu.

"Btw, Danang ganteng loh."

"Lo mau dua-dua? Sialan lo."

"Ih nggak, maksudnya. Cowok Bantul ganteng-ganteng ternyata."

"Wujud Aswa belum tau, gak usah melampaui batas gitu dong. Udah deh, udah malem. Gue mau bobok, entar ya siap UAS gue langsung balik.."

"Terima kasih, Maneesa. Engkaulah sahabat—"

Panggilan terputus, aku hanya tersenyum sembari membayangkan bagaimana Maneesa menanyakan hal itu pada Danang, mendadak pasti ia dikatakan sebagai mata-mata, agen ganda, atau mungkin wartawan.

After Blue Where stories live. Discover now