12 | Kamuflase Di Balik Airmata

682 88 6
                                    

Manda pun akhirnya mengangguk untuk memberi tanda pada Yvanna, bahwa dirinya akan membuat sketsa wajah laki-laki misterius yang tadi dilihatnya. Manda segera pergi dari ruang tengah menuju ke kamarnya, sementara Yvanna kini kembali menatap ke arah Talia dan hendak memberikan penjelasan tentang mengapa Talia dan anak-anaknya harus diungsikan ke rumah itu sementara waktu. Yvanna menggenggam tangan Talia dan menatapnya seperti dulu saat mereka masih anak-anak. Talia kembali menggunakan bahasa isyarat untuk bertanya pada Yvanna.


"Istriku bertanya, sebenarnya ada apa?" ujar Roni.

Yvanna terlihat menghela nafasnya selama beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Talia.

"Kamu pasti sudah dengar dari Suamimu, bahwa kami sedang menangani kasus yang berhubungan dengan ritual tumbal jual jiwa," ujar Yvanna.

Talia menganggukkan kepalanya, pertanda bahwa dirinya memang sudah tahu mengenai hal itu dari Roni.

"Jadi kamu jelas tahu seberapa sensitifnya perkara yang aku hadapi saat ini. Aku kembali melihat hal yang kulihat saat ..." Yvanna terdiam selama beberapa saat sambil mencoba menahan perasaannya yang bergejolak, "saat masih kecil. Aku kembali melihat hal yang terjadi di masa lalu ketika mencoba menyelami pikiran anak yang menjadi korban. Aku kembali teringat tentang bagaimana Ismi ditumbalkan oleh laki-laki jahat itu."

Kedua mata Yvanna berkaca-kaca, namun wanita itu tetap berusaha untuk menutupinya dan bertahan agar tidak menangis. Talia segera memeluk Yvanna dan berusaha menghiburnya agar tidak kembali teringat dengan apa yang mereka lihat di masa lalu. Seperti yang sudah Talia duga, Yvanna memang tidak akan pernah bisa melupakan kejadian buruk itu meski sudah bertahun-tahun berlalu.

"Aku menyesalinya, Lia. Aku menyesal karena tidak tahu lebih awal. Seharusnya aku sudah curiga ketika merasakan hal tidak beres, saat berada di dekat laki-laki itu. Seharusnya aku tahu, agar aku bisa menyelamatkan Ismi. Dia masih terlalu kecil, Lia. Dia masih terlalu kecil," ungkap Yvanna.

Pertahanan Yvanna akhirnya benar-benar runtuh dalam sekejap ketika mereka membahas mengenai masa lalu. Airmata itu nyata adanya dan Ben bahkan tidak bisa membayangkan betapa menyakitkannya hal yang Yvanna hadapi. Ben sama sekali tidak ingin menghentikan Yvanna menumpahkan perasaannya. Ben sadar, bahwa mungkin hal itu akan membuat Yvanna merasa jauh lebih baik, setelah selama ini hanya berusaha memendamnya sendirian tanpa mengungkapkannya kepada siapa pun.

"Dan hari ini aku melihat proses ritual itu lagi, Lia. Aku melihatnya dengan jelas melalui pikiran anak kecil yang masih koma di rumah sakit. Pada saat yang sama, aku mendapat firasat tentang kamu dan anak-anakmu. Saat firasat itu datang, entah kenapa perasaanku langsung mendadak tidak enak. Seakan kamu dan aku memang akan terkait di dalam perkara yang satu ini, seperti di masa lalu," jelas Yvanna. "Maka dari itu aku memutuskan untuk menempatkan kamu dan anak-anakmu di sini sementara waktu. Karena jika pada akhirnya kita akan sama-sama terhubung dengan perkara ritual tumbal jual jiwa untuk yang kedua kalinya, aku ingin kamu tidak berada jauh dariku. Agar aku bisa memberimu perlindungan yang sama seperti yang aku berikan bertahun-tahun lalu."

Talia melepaskan pelukannya dari tubuh Yvanna dan menatapnya seraya tersenyum sedih. Wanita itu kembali bicara dengan bahasa isyarat, dan kali itu tampaknya Talia berbicara dengan penuh penekanan dalam setiap kalimatnya.

"Istriku bilang, kamu masih sama saja dengan dirimu yang ada di masa lalu. Kamu tidak pernah peduli dengan dirimu sendiri dan lebih memilih peduli terhadap orang lain. Kamu tahu, Yvanna? Aku sangat benci pada sifatmu yang satu itu. Kamu baik terhadap orang lain, tapi kamu jahat pada dirimu sendiri! Sekarang jawab pertanyaanku, kapan kamu akan membahagiakan dirimu sendiri? Kapan kamu akan memperhatikan dirimu sendiri? Kamu sudah punya Suami dan bahkan kamu sedang mengandung calon anakmu. Kalau kamu terus bersikap jahat terhadap dirimu sendiri, maka tidak ada gunanya kamu menyelamatkan aku serta anak-anak panti asuhan yang tersisa waktu itu. Kamu membebaskan kami, tapi kamu malah mengurung dirimu sendiri di dalam penyesalanmu yang tidak ada ujungnya," Roni diam selama beberapa saat. "Itulah yang Istriku ungkapkan kepada Yvanna."

Zian kini menatap ke arah Talia.

"Permisi," tegur Zian kepada Talia.

Talia pun menatap ke arah Zian setelah mendengar teguran itu. Zian terlihat tersenyum dengan tenang.

"Begini ... Yvanna sama sekali tidak bersikap jahat terhadap dirinya sendiri. Dia hanya ... tidak ingin membuat Ibunya kecewa," ujar Zian.

Talia kembali bertanya dengan bahasa isyarat.

"Istriku bertanya padamu. Apa maksudnya hal itu?" Roni menyampaikannya pada Zian.

Zian menatap ke arah Tika selama beberapa saat, seakan tengah meminta persetujuan. Tika pun mengangguk pelan, memberi lampu hijau pada suaminya agar bisa bercerita pada Talia mengenai Yvanna. Ben juga tampak menunggu-nunggu mengenai apa yang akan Zian katakan.

"Ibunya Yvanna, yaitu Nyonya Larasati Harmoko, dulu juga memiliki kelebihan seperti yang Yvanna miliki. Tapi pada suatu hari, Ibunya Yvanna memutuskan untuk menutup kelebihannya tersebut setelah tahu bahwa Yvanna mewarisi kelebihan yang Beliau miliki. Karena hal itulah, Yvanna jadi sering lebih mengutamakan kepentingan orang lain ketimbang kepentingannya sendiri. Sejujurnya, Yvanna merasa tertekan akan hal itu. Ibunya sering berkata padanya, 'Jangan pernah mengecewakan Ibu dalam hal dan keadaan apa pun. Karena jika kamu mengecewakan Ibu, maka Ibu tidak punya pilihan lain selain membuka kembali kelebihan yang Ibu miliki dan itu artinya kamu telah membawakan beban baru untuk Ibu'. Dengan kalimat itu, Yvanna akhirnya terus berusaha patuh dan berusaha untuk tidak gagal dalam melakukan semua hal. Dia tertekan, tapi dia juga tidak mau mengakui itu. Padahal kami semua sudah tahu mengenai perasaannya yang sangat menderita," jelas Zian.

"Dari mana kamu tahu, kalau Ibu mertua kita tidak ingin Yvanna membuatnya kecewa dan selalu mengancam akan membuka kembali kelebihannya jika Yvanna membuatnya kecewa?" tanya Ben kepada Zian.

"Ben ... apa kamu ingat saat Yvanna terbaring tak berdaya akibat ulah Sasmita Rusdiharjo? Apa kamu ingat, mengenai apa yang dikatakan oleh Ibu mertua kita ketika semua orang sedang menangis karena takut Yvanna tidak akan bisa diselamatkan?" Zian bertanya balik dengan sangat tenang.

Ben tampak berusaha keras mengingat kejadian pada hari itu.

"Saat itu Ibu mertua kita mengatakan dengan sangat jelas kepada Ibumu, 'Seharusnya aku tidak meminta agar kelebihanku ditutup dan diredam. Seharusnya aku tidak egois dan tidak merasa ingin bebas dari tugas. Jika saja kelebihanku masih terbuka, hal ini tidak akan terjadi. Naya tidak akan terancam dan Yvanna tidak perlu berkorban. Aku benar-benar egois di masa lalu, Rin. Hingga akhirnya anak-anakku harus menanggung segalanya'. Kalimat itu bukan bentuk penyesalan yang sebenarnya, Ben. Itu adalah ungkapan kecewanya terhadap Yvanna yang dia anggap tidak mampu menemukan sumber masalah sejak awal. Airmata yang dia tunjukkan hanya pelengkap semata, dan yang tahu semua itu bukan hanya aku, tapi juga anak-anaknya yang lain termasuk Istriku," jawab Zian, atas pertanyaan yang Ben ajukan.

* * *

TUMBAL JUAL JIWAWhere stories live. Discover now