23 | Berhadapan

697 77 6
                                    

Roni bisa merasakan di bawah kakinya aliran kekuatan yang baru saja berlalu. Pria itu langsung menyimpulkan bahwa ajian tutup langkah yang Yvanna keluarkan barusan benar-benar akan mengunci langkah Akbar di dalam area tersebut. Ia kemudian menatap ke arah Jojo yang notabene adalah sahabat baik Yvanna sejak masih SMP.


"Apakah dulu Yvanna juga sudah bisa menggunakan ajian-ajian yang dimilikinya saat ini? Saat kalian masih SMP maksudku," tanya Roni.

Jojo tersenyum dan mengangguk usai mendengar pertanyaan itu.

"Dia sudah bisa menggunakan ajian-ajian yang turun dari Kakek dan Neneknya sejak masih kecil, Pak Roni. Hanya saja, semakin dia dewasa, maka semakin banyak ajian yang dikuasainya. Yang perlu kita waspadai bukanlah ajian yang dia miliki, melainkan kekuatannya. Kekuatannya itu sering mendorong dirinya untuk melampaui batas yang sudah dia tetapkan sendiri. Maka dari itulah gunanya keberadaan Kak Tika, Istriku, dan juga Lili di sisinya. Mereka bertiga selalu ada untuk mengingatkan Yvanna agar tidak melepaskan kekuatannya melampaui batas," jelas Jojo.

Mendengar hal itu, Roni pun langsung menatap kembali pada Yvanna yang ada di bagian depan barisan mereka saat itu.

"Tapi saat ini, Dokter Lili tidak ada di sini. Dia justru ditugaskan untuk memantau kondisi korban di rumah sakit. Apakah itu tidak akan menimbulkan masalah?" Roni kembali mengajukan pertanyaan.

Senyum di wajah Jojo semakin melebar.

"Kita lihat saja nanti, Pak Roni. Apa yang saat ini ada di dalam pikiran Yvanna jelas hanya Yvanna yang tahu. Namun ada satu hal yang selalu aku dengar darinya sejak masih remaja. Bahwa dia tidak berhak mencabut nyawa seseorang, karena itu hanyalah hak Allah sepenuhnya."

Yvanna kini memberi arahan kepada Tika dan Manda untuk mengepung dari bagian samping. Jojo dan Ben ikut bersama Manda, sementara Zian dan Roni mengikuti langkah Tika. Yvanna berjalan sendirian menuju pintu depan rumah itu dengan sangat tenang. Kedua tangannya telah ia lapisi dengan sarung tangan hitam berbahan lateks yang dibawanya dari rumah. Ia berhenti tepat di tengah-tengah halaman rumah itu, lalu mengeluarkan ajian hempas tanding untuk mendobrak pintu rumah Akbar secara paksa dari jauh.

BRUAKKHHH!!!

Suara itu terdengar sangat keras, membuat semua orang yang tengah mengepung rumah tersebut dari bagian samping merasa kaget selama beberapa saat.

"Itu ... bukan pertanda buruk, 'kan?" tanya Roni kepada Zian dan Tika.

"Sebaiknya kita percayakan saja pada Yvanna," jawab Tika.

"Ya. Intinya dia tidak mungkin akan membuat Akbar mati begitu saja setelah laki-laki itu berlaku keji selama hampir dua puluh dua tahun. Ya ... setidaknya Yvanna akan membuatnya menikmati sisa hidup dalam kesengsaraan," tambah Zian, berusaha meyakinkan Roni.

Akbar buru-buru keluar dari ruang pertapaannya ketika mendengar suara keras dari arah pintu rumahnya. Ia terbelalak saat mendapati pintu rumahnya telah terbuka lebar dan pintunya sudah hancur berkeping-keping serta berserakan di lantai. Ia berjalan pelan-pelan untuk memastikan siapa yang baru saja menyerang rumahnya. Tatapannya bertemu dengan tatapan Yvanna ketika akhirnya ia tiba di ambang pintu rumah yang sudah terbuka lebar.

"Apa kabar, Pak Akbar Salim yang terhormat? Masih ingat siapa aku? Ah ... tentunya kamu masih ingat siapa aku, mengingat tadi pagi kamu mengirimkan wujud halusmu untuk membuat pikiranku dan pikiran Talia terganggu serta merasa berhalusinasi," sapa Yvanna seraya tersenyum.

"Mau apa kamu datang ke sini, Yvanna Harmoko? Mau membalas dendam atas kematian teman kecilmu, Ismi?" tebak Akbar.

Senyum di wajah Yvanna semakin mengembang. Akbar merasa sedikit bingung dengan ekspresi Yvanna di hadapannya saat itu.

"Pertama, tolong ralat namaku Pak Akbar. Aku bukan lagi Yvanna Harmoko sekarang. Aku adalah Yvanna Adriatma, orang yang datang ke hadapanmu untuk menghentikan ritual tumbal jual jiwa yang kamu lakukan sejak dua puluh dua tahun lalu. Kedua, aku tidak datang ke sini untuk membalas dendam atas kematian Ismi, meski kematiannya jelas adalah karena perbuatanmu yang keji. Aku merasa tidak perlu membalas dendam. Karena aku yakin bahwa Allah akan membalaskan kematian Ismi yang tidak adil terhadap dirimu," jawab Yvanna.

Akbar mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ia benar-benar merasa dipermalukan oleh seorang wanita muda seperti Yvanna. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak hanya karena Yvanna mengatakan bahwa tak perlu ada pembalasan dendam atas kematian Ismi. Padahal selama ini Akbar selalu menduga kalau pada akhirnya Yvanna akan kembali muncul di hadapannya untuk membalas dendam. Sayangnya, dugaan itu ternyata salah besar dan Yvanna justru mengolok-olok tebakannya yang salah.

"Apakah kamu tidak mau bertanya mengenai dari mana aku tahu tentang keberadaanmu dan keberadaan Talia, sehingga aku bisa mengirimkan wujud halusku menggunakan ajian sumbat akal tadi pagi?" Akbar berniat balik mengolok-olok Yvanna.

"Aku tidak perlu bertanya padamu. Kamu pasti sudah mendengar soal terpecahkannya kasus yang menyeret ritual tumbal susuan yang aku kerjakan, dan bahkan kamu juga tahu bahwa korban terakhir dalam ritual itu berhasil terselamatkan nyawanya. Jika kamu berniat mengejek aku karena sempat tidak menyadari tentang ajian sumbat akal yang kamu kirim, silakan saja. Tapi biar kuberitahu padamu satu hal sebelum kamu mengejek. Ajian sumbat akal yang kamu kirim itu terpatahkan oleh kedua Adikku yang tidak memiliki kekuatan apa pun. Serta, mereka berdua juga yang memberiku petunjuk mengenai caramu mengirim wujud halus, agar aku dan Talia merasa berhalusinasi. Aku menebak tentang ajian sumbat akal itu karena bantuan Adik-adikku. Mungkin kamu seharusnya sekarang merasa malu, karena ternyata yang berhasil membongkar perbuatan busukmu itu hanyalah orang biasa," ujar Yvanna, kembali menempatkan Akbar dalam kubangan rasa malu.

Akbar jelas merasa sangat marah karena hal itu. Laki-laki itu terus memutar akal, agar bisa membuat Yvanna terpancing emosinya. Karena hanya dengan memancing emosi Yvanna, maka Yvanna akan melemah dan pertahanannya akan runtuh. Akbar akan langsung bisa membuat Yvanna tumbang jika pertahanannya sudah runtuh.

"Kamu datang ke sini jelas bukan untuk berbasa-basi denganku, bukan?"

"Tentu saja bukan, Pak Akbar. Aku tidak merasa ingin berbasa-basi denganmu, meskipun dua puluh dua tahun lalu aku pernah mengenalmu dengan baik. Entah itu dirimu yang 'benar-benar baik', ataupun dirimu yang hanya berpura-pura baik."

"Oh ... aku jelas tidak pernah menjadi sosok yang benar-benar baik, Yvanna," balas Akbar, begitu santai.

"Tentu saja. Kamu 'kan bukan manusia. Kamu hanyalah Iblis berwujud manusia. Maka dari itulah aku ada di sini untuk menangkap dan menghentikan semua perbuatanmu," ujar Yvanna.

"Kalau begitu, apa yang kamu tunggu Yvanna? Kemarilah. Tangkap aku dengan kedua tanganmu sendiri," tantang Akbar seraya tersenyum licik.

"Oh, kamu akan menyesali tantanganmu terhadapku pada akhirnya, Pak Akbar," balas Yvanna.

"Mari kita lihat, siapa yang akhirnya akan menyesali semua hal pada malam ini," Akbar mulai tertawa mengerikan.

* * *

TUMBAL JUAL JIWAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt