03 🔞

5.9K 74 3
                                    

Hestia meraih rambut belakang Nimir, memaksa mereka kembali bertatapan. "Sudah ku duga, kau memang berbeda dari yang lain." Hestia meraup bibir Nimir dan menciumnya cepat.

Pinggul Hestia kembali bergerak. Bibirnya dengan lihai melumat bibir Nimir dan memainkan lidahnya. Tangannya memeluk leher pria itu dan menarik tengkuknya, memperdalam ciuman mereka.

Jiwa Hestia yang selama ini hampa terasa begitu berbunga. Setiap sentakan pinggulnya, ia bisa merasakannya dengan begitu jelas dan nikmat. Ciuman itu seakan terasa seperti candu baginya. Mata Hestia mengkabut. Tubuhnya mulai terbakar panas. Ya, inilah yang selama ini Hestia cari. Sebuah kenimatan yang tak bisa ia rasakan sepuluh tahun terakhir.

Nimir menggigit bibir Hestia ketika ia akan mendapatkan pelepasan. Pikirannya sudah kosong dan hanya hawa nafsu yang menghantui, membakarnya hingga ke dalam.

Entah sejak kapan tangan Nimir bisa digerakkan. Tapi pria itu mencengkeram pinggang Hestia ketika ia mendapatkan pelepasannya.

Nimir menyandarkan tubuhnya di kursi, melihat penampilan Hestia yang sudah berantakan. Lagi-lagi ia tak tau apa yang sedang terjadi, otaknya seakan tak bisa berpikir jernih.

Kening Nimir mengkerut ketika Hestia berdiri, membuat penyatuan mereka berakhir. Cairan bekas persetubuhan mereka terlihat celas di sekitar celana Nimir dan paha Hestia.

Nimir memejamkan matanya dan mengurut keningnya yang tiba-tiba penih. Ia kembali melirik paha Hestia dimana cairan putih kental menetes hingga lantai.

"Kau bisa tenang, aku tak akan hamil dan meminta pertanggung jawabanmu." Hestia menunduk melihat pahanya, tapi cairan itu terlalu banyak. Padahal mereka hanya melakukannya dua kali.

"Siapa namamu?" Suara Nimir terdengar serak. Perasaannya masih campur aduk.

Hestia kembali mendekatan tubuhnya dan itu lamgsung membut Nimir waspada. Wanita itu meraih dasi Nimir dan melepasnya. Ia tersenyum ketika mendapati wajah waspada Nimir.

"Hestia Orba." Jawabnya dan menjauhkan tubuhnya. Ia membersihkan cairan yang mengalir di pahanya menggunakan dasi Nimir.

Melihatnya, Nimir semakin tak habis pikir bagaimana Hestia bisa bersikap seenaknya dengan begitu tenang.

"Apa motifmu sebenarnya?"

Hestia mengambil celana dalamnya dan memakainya. Ia merapikan rambut tergerainya yang berantakan dan memberikan senyum manisnya. "Sudah ku bilang, aku hanya ingin merasakan penismu."

Entah kenapa harga diri Nimir semakin tercoret. Ia seakan hanyalah baju yang dijual di mall dan bisa dipakai ketika seseorang penasaran.

Hestia kembali mendekati Nimir dan memasukkan dasi kotor itu ke kantong kemeja atas. Lagi-lagi Hestia kembali tersenyum, seakan ia terlihat sangat bahagia. "Aku akan memberimu kehormatan dan akan mengunjungimu lagi."

Hestia mengecup sekilas bibir Nimir dan pergi dari sana. Tak lupa ia mengambil kartu nama pria itu yang ada di meja kerjanya. "Aku akan menghubungimu." Ucap Hestia sembari mengangkat kartu nama Nimir.

"Sialan!" Nimir meraih telfon yang ada di mejanya dan menekan tombol satu. "Bawakan aku setelan baru." Ucapnya dan langsung memutus sambungan.

:::

"Lihatlah siapa ini. Apakah sebentar lagi kiamat akan datang?" Suara sambutan dari seorang wanita langsung terdengar ketika Hestia memasuki sebuah ruangan. Ia menaruh tasnya di meja dan duduk di kursi yang sudah lama kosong.

Wanita yang tadi menyambut Hestia pun menatap atasannya itu dengan pandangan menyelidik. Wajah bahagia Hestia terlihat sangat mencurigakan. "Kau tidak mengurung pria di rumahmu kan?" Tanya Wendy dengan curiga. Pasalnya atasannya itu sangat tak kompeten dalam menjalankan bisnis fashion yang dikembangkannya. Ia sering pergi rntah kemana, menghabiskan waktu bersama para pria yang berbeda.

Wanita yang Tak Pernah Bisa TerpuaskanWhere stories live. Discover now