42. Fine Dining

32.6K 3.4K 286
                                    

Ga ada target komen di part ini, tapi jangan lupa komen yg banyak agar besok bisa update lagi yaa

Follow juga instagramku : hildawardani_

***

Audy

Aku menyemprotkan body mist ke beberapa area di leher dan belakang telingaku, sebagai sentuhan terakhir dari rangkaian persiapan menuju malam kencan bersama Gibran.

Setelah memastikan dari rambut sampai ujung kakiku harum mewangi karena berbagai produk body care yang aku gunakan, aku pun melangkah keluar dari kamar sambil membawa tas pemberian Arsal.

Yup, aku benar-benar menggunakan tas yang dibeli Arsal, meski secara look dan sebagainya sama saja dengan yang dibelikan papanya. Alhasil, tas dari Papa aku pre-loved di media sosial.

Tidak jadi dibeli oleh Marsha, sebab warna, model, dan seluruhnya benar-benar sama. Tentu saja kami tidak mau menggunakan barang yang sama, lantaran bisa dikira bahwa kami hanya memiliki satu tas dan dipakai bergantian.

Biarkan Erlan menabung dulu seumur hidup untuk membelikan tas dari brand yang diinginkan Marsha untuk seserahan pernikahan mereka kelak.

Meski berlebihan sebenarnya, aku yakin Erlan bisa saja membelinya jika mau. Orang tua Erlan di kampung halamannya memiliki perkebunan yang lumayan luas. Kami pernah berkunjung sekali ke sana dalam sebuah agenda liburan tahunan kami itu, lantaran kehabisan ide destinasi wisata kala itu.

Sejak memilih untuk kuliah di Jakarta, Erlan pun melanjutkan untuk menetap di kota ini, karena tidak tertarik dengan bidang perkebunan. Meski begitu, ia tetap mendapatkan bagian lahan dari orang tuanya, yang mana Erlan serahkan pada tenaga profesional untuk mengurusnya.

Erlan tetap mendapatkan hasilnya setiap bulan, meski tidak terlibat banyak dalam pengelolaan lahan tersebut.

Yaa, meski skala usahanya tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Arsal, aku pikir usaha keluarga Erlan juga lumayan.

Ngomong-ngomong tentang aset orang tua, kira-kira aku dapat warisan juga tidak yaa dari Papa Ardio?

Harusnya dapat 'kan, ya?

"Lho, kok lo udah balik?"

Aku terkejut saat berpapasan dengan Arsal saat keluar dari kamar dan mendapati Arsal muncul dari tangga.

Seingatku, ia baru keluar saat aku baru memulai make up. Aku saja baru selesai dan baru akan pergi, tapi ia malah sudah pulang lagi.

Arsal mengangkat kedua bahunya sambil tersenyum pelan, tampak enggan menjawab pertanyaanku.

"Cowok lo udah nungguin tuh di depan."

"Lo ketemu dia?"

"Tadi sempet kenalan."

"Lo ngomong apa aja?" Aku seketika menatap Arsal panik, khawatir ia mengatakan hal yang aneh-aneh.

Maksudku... aku dan Gibran belum resmi berpacaran. Aku hanya mengatakan hal tersebut pada Arsal, agar ia tidak menggangguku lagi.

Apa Arsal membahas hal itu pada Gibran? Apa ia memastikan bahwa kami benar-benar pacaran?

"Calm down, Sissy. Gue nggak cerita sespesial apa hubungan kita, kok."

Berengsek! Rupanya malah hal itu yang terlintas di pikirannya.

Oke, sepertinya kebohonganku masih aman. Buktinya Arsal masih menganggap bahwa Gibran itu pacarku, dari ucapannya tadi.

Aku pun memilih untuk melanjutkan langkahku dan enggan meladeni Arsal.

Namun, suara Arsal terdengan lagi.

My Gorgeous Sissy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang