Pasal Pembuka: Dia yang kukenal pada masa lalu

117 11 1
                                    

Hi, ini aku tulis secara sadar untuk mengenang sebuah penyesalan atas kesalahan yang sebenarnya bisa diperbaiki, tanpa menunggu detik berikutnya berganti. 

Semoga suka dan menikmati ceritanya!

***

Tidak ada hal yang dapat dirinya lakukan selain menundukkan kepala dalam-dalam, hanya menatap lurus ke arah dua kaki telanjangnya yang tidak terawat sebab luka-luka di sana hampir memenuhi seluruh permukaannya selayak tato yang diukir dengan abstrak.

Mau menutupi bisingnya pengadilan dari orang-orang di dalam ruangan persegi dengan meja berwarna hijau sebagai pusat dari jalannya hukum pun tidak akan dapat dirinya lakukan sebab kedua tangannya tidak kalah mengenaskan. Borgol kuat itu telah mengapit kedua tangannya, menahan ruang geraknya agar tidak dapat dengan mudah bebas.

"Harusnya kita habisi dia sampai mati!"

"Gue harap dia dapet hukuman seumur hidup! Dasar manusia nggak berguna!"

"Pencuri emang selayaknya dipenjara!"

Pemuda dengan pakaian serba oranye itu hanya dapat menunduk—berupaya lebih dalam lagi—membiarkan rambutnya yang ikal itu menutup seluruh wajah babak belurnya. Ia menyadari bahwa ada yang patut dirinya syukuri atas apa yang telah dilakukannya selama ini, yaitu memanjangkan rambutnya sampai hampir mengenai dada, dan hal itu jelas bermanfaat dalam momen seperti ini.

Ingin rasanya ia menghilang dari dunia yang memuakkan ini, tetapi Tuhan lagi-lagi mengajaknya untuk bercanda dalam hidup. Membiarkannya sendirian menghadapi segala pengadilan dunia... atau hukuman yang memang selayaknya dirinya terima. Entah lah, pemuda itu tidak ingin mengetahui lebih banyak lagi karena kini... bahunya sudah ditepuk berulang kali oleh seseorang di sampingnya.

Itu pengacaranya, dengan kumis lele khasnya ia berdiri, sebab kini... hakim agung telah memasuki ruang persidangan.

Pemuda itu ikut berdiri dengan malas sebab ia muak melihat situasi di mana satu orang dapat dengan mudah mendapatkan atensi dan dipuja oleh yang lainnya. Perbedaan tatapan orang-orang yang berada di dalam sana berbanding terbalik ketika melihat ke arahnya. Perubahan tatapan jijik menjadi penuh segan itu rasanya ingin pemuda itu hadiahi dengan lemparan ludah seandainya ia tidak mengingat bahwa kini dirinya lah yang akan dihakimi lagi dan lagi.

"Silakan duduk kembali," ucap perempuan berbalut pakaian kebesaran berwarna merah dan hitam itu dengan tegas yang segera dituruti oleh semuanya.

Mendadak, segala cacian yang dituju olehnya menghilang ketika perempuan yang duduk di tengah meja berwarna hijau itu mengumpulkan beberapa berkas ke atas mejanya yang tidak berapa lama langsung menyalakan mikrofonnya kembali.

Bunyi nyaring atas mikrofon yang baru saja dipakai itu tidak mengusik orang-orang yang berada di dalamnya, sebab sebaris kalimat yang dibuka oleh hakim perempuan itu berhasil membungkam semua orang yang berada di sana. "Tuan Daniswara, Anda pernah sekolah di SMA Surya Cita, bukan?"

Pertanyaan itu jelas saja membuat si pengguna kaus oranye itu menaikkan kedua alisnya bingung. Namun, tidak ingin menghabisi tenaganya untuk berpikir hal-hal yang tidak perlu, ia hanya menganggukkan kepalanya sebagai sebuah respons. Tetapi, pengacaranya segera menyikut untuk memberikan jawaban yang lebih sopan. Jadi, ia mengangguk sembari berkata, "Iya, Yang Mulia."

"Ah, benar dugaanku." Kata-kata itu terbesit sebuah kelegaan sebab senyumannya kini terukir dan mengarah tepat menuju pemuda itu. Tampak begitu anggun dan manis dalam waktu yang bersamaan. Senyuman itu tidak luntur, tetapi kini tatapannya beralih kepada audiens yang hadir dalam persidangan itu. "Sebelum memulai persidangan, saya ingin mengenalkan orang paling cerdas dan kreatif yang pernah saya kenal, dia Tuan Daniswara, teman masa lalu saya dan seorang seniman yang karyanya berhasil buat saya jatuh hati berkali-kali."

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Say, "Don't Go."Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang