9. Kedatangan Rayo

228 48 5
                                    

Malam hari yang sedikit mendung ini, membuat suasana hati Gabe semakin dibuat tidak karuan. Gabe terus menatap laki-laki di depannya dengan tangan dia gunakan sebagai penopang wajahnya. Berulang kali dia menghela napasnya berharap manusia di depannya ini mau menuruti ucapannya.

“Stop liatin gue kayak gitu?” ucap laki-laki itu tanpa menoleh ke arah Gabe. Dia terus menatap jalanan yang masih tampak ramai.

“Niat lo kesini sebenernya apaan sih? Gue nggak paham.” Gabe mengubah posisi duduknya menjadi bersandar pada kursi.

Laki-laki itu sama sekali tidak menjawab tetapi malah asik menyeruput es coklat yang semakin membuat Gabe geregetan.

“Rayo, lo nggak lagi buat masalah kan?” tanya Gabe sekali lagi untuk memastikan laki-laki yang dia panggil Rayo itu tidak sedang menjalankan misi kabur. “Rayand, pliss. Lo pasti ada jadwal kuliah juga kan?”

Rayand mencoba meraih tangan Gabe dan menepuknya dua kali agar Gabe tidak terlalu khawatir. Namun perasaan Gabe semakin tidak enak karena tindakan Rayandd tersebut.

“Gue nggak kabur, kak. Cuma kangen sama lo aja,” ucap Rayand dengan santainya. Dia malah memasang senyum termanisnya agar kakak perempuannya itu tidak marah lagi.

“Rayo, gue serius ya. Kemarin lo bilang ke gue kalo lo lagi berantem sama Papa.” Gabe mengingat kembali saat tengah malam Rayand mengatakan kalau dirinya habis bertengkar dengan Papanya.

“Halaah, itu cuma berantem biasa. Kayak yang biasa kita lakuin ke Papa.”

Kalau diingat-ingat kembali, Gabe dan Rayand memang sering bertengkar hanya karena hal sepele dengan orang rumah. Bahkan kalau bisa disimpulkan keluarganya ini dapat dikategorikan keluarga yang mudah marah dan mengambek. Tapi suasana akan baik-baik saja setelah mendiamkan satu sama lain selama satu malam.

“Gue cuma lagi capek aja sih kak, pengen jalan-jalan.” Rayand kembali meringis guna menyakinkan Gabe.

“Ini kalo lo nggak bilang yang sebenar-benarnya. Gue bakal telpon Papa sama Mama,” ancam Gabe pada Rayand berharap adik laki-lakinya itu bercerita kepada dirinya.

“Sumpahh kak, gue cuma pengen ketemu lo aja. Udah.”

Gabe tidak habis pikir dengan Rayand yang bisa pergi mengunjunginya. Bahkan kota asalnya dengan kota tempat berkuliahnya harus ditempul selama 8 jam perjalanan dengan kereta. Bisa-bisanya laki-laki itu pergi sendiri dan tiba-tiba menelpon kalau dirinya sudah berada di stasiun.

Pintu café terbuka dan menampilkan Jose yang berjalan dengan tergesa-gesa. Laki-laki berkacamata itu memakai jaket sedikit tebal karena memang cuaca agak sedikit dingin.

“Maaf ya Jos, gue jadi ngrepotin lo.” Kalimat pertama yang Gabe ucapkan karena kehadiran Jose di tempat ini.

“Nggak apa-apa.” Jose menepuk bahu Gabe dengan harapan perempuan itu lebih tenang, “gimana?”

Jose mengikuti arah pandang Gabe yang memperlihatkan seorang laki-laki yang tidak terlalu mirip wajahnya dengan Gabe. Kesamaan keduanya hanyalah memiliki kulit yang sama-sama cerah dibandingkan dirinya.

“Dia Rayand, adik gue. Biasanya gue cerita pake nama Rayo.”

“Gue Jose, temen sekelas Gabe.” Jose mengulurkan tangan dan disambut baik oleh Rayand.

“Gue Rayand. Sorry banget ya, Kak Gabe jadi ngrepotin lo malem-malem gini.” Rayand merasa tidak enak hati karena kehadiran Jose – teman kakaknya itu. Dia juga tidak tahu niat Gabe mengundang temannya itu hadir di sini.

“Jos, gue bisa nitip adek gue ke lo nggak. Cuma malem ini deh, dia nginep di tempat lo. Gue khawatir kalo dia sendirian gini.” Gabe menatap Jose dengan penuh harap.

Tiga Orang Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang