Chapter 024

16 3 0
                                    

Beberapa Minggu kemudian, semuanya kembali berjalan dengan normal. Kiana tetap berkuliah dengan wajah baru serta semangat baru. Dia menerapkan ilmu dari Noah untuk bersikap masa bodo kepada mereka yang tak suka padanya.

Lebih baik Kiana menggunakan otak mungilnya untuk memikirkan skripsi dan juga wisudanya nanti. Dia tidak mau dan tidak boleh mengecewakan Noah dan juga Fares yang sudah bersedia membantu kuliahnya.

Kiana harus membuktikan bahwa apa yang Noah serta Fares lakukan adalah tidak sia-sia. Kiana harus berhasil dan buat mereka bangga.

Sementara Quincy, gadis itu sedang membiasakan dirinya lagi setelah beberapa Minggu ini rutin konsultasi. Hari ini dia ada jadwal memotret.

Ulan mengatakan bahwa model kali ini adalah anak kuliahan yang sedang reunian di sekolah. Quincy yakin akan sangat rame, untungnya sih bukan reuni akbar.

"Mbak, mereka mau sekalian dibuat video gitu katanya."

Quincy menatap ke arah Ulan lantas berkata, "Ya udah siap-siap."

Gedung sekolahnya banyak dan besar-besar, khas sekolah elit. Setelah memasuki gerbang sekolah, kini bisa Quincy lihat kumpulan anak dengan seragam sekolahnya. Kira-kira ada tiga puluhan orang.

"Mereka satu kelas Mbak, katanya minta foto yang banyak biar satu orang megang 20 foto," ucap Ulan.

"Lah emang kita disuruh bagiin juga?"

Ulan menggeleng. "Enggak, ntar mereka yang bagiin, cuma harus ada segitu. Berarti 600 foto Mbak, belum termasuk album."

Quincy meringis, tugas Nina makin numpuk dan otomatis dia juga akan membantu. "Huft, oke, Lan. Kamu hitung-hitung aja, jangan lupa kasih diskon. Mereka udah pesen banyak."

"Siap, Mbak!"

***

Quincy tidak tahu jikalau mereka meminta dua sesi; satu sesi menggunakan baju sekolah, satunya lagi menggunakan baju santai. Alhasil, sampai  siang tim Quincy belum selesai. 30 anak 30 kali foto untuk single, belum yang berkelompok.

Quincy agak kerepotan, namun bisa di atasi karena para model juga ikut berkontribusi dalam berpose. Jadi, sang fotografer terbantu juga. Sementara Quincy ambil bagian candid.

Mereka ini cantik-cantik dan tampan. Quincy tidak tahu mereka semester berapa, mungkin umurnya awal dua puluhan.

Tapi, Quincy merasa risih dengan para cowok yang memperhatikannya. Ini bukan ge-er, tapi memang beberapa dari mereka terus melirik ke arahnya.

Walaupun Quincy sudah memasang wajah jutek dan galak, tapi mereka tetap melirik. Quincy kurang nyaman. Untunglah mereka istirahat dulu, jadi Quincy buru-buru menghindar dari mereka.

"Kenapa Mbak?" tanya Riri.

"Enggak, coba aku lihat hasilnya."

Riri menunjukkan kameranya pada Quincy, walaupun dia perempuan tapi skill fotografinya jangan diremehkan. Riri itu hobi berfoto, passionnya di sini.

Tapi, karena faktor ekonomi dan orang tua yang tak mendukung, dia jadi melupakan hobi dan kesukaannya. Beruntung Quincy bertemu dengannya, Riri jadi bisa menyalurkan hobinya di sini—sekaligus dapat uang.

Sedangkan Kiki, dia anak jalanan yang tak memiliki orang tua ataupun sanak saudara. Quincy mengambilnya dengan ijin Noah, dan disetujui. Kiki juga senang. Sekarang dia jadi gadis cantik jelita karena terurus. Rasa ingin tahunya besar, jadi Kiki belajar dari Riri bagaimana cara menggunakan kamera.

Nina dan Ulan. Mereka sebenarnya calon karyawan Noah, tapi diambil Quincy. Mereka juga hidup sebatang kara seperti Kiki.

Nina awalnya tak jago editing, tapi setelah diajari dan banyak menonton video di internet, Nina jadi handal. Sementara Ulan, dia anaknya kalem daripada mereka bertiga. Maka dari itu, Quincy mempercayakan dia sebagai keuangan.

"Bagus, Ri. Selalu bagus!" puji Quincy.

Riri tersenyum senang, lalu Quincy beralih pada Kiki yang juga menunjukkan hasil jepretannya. Namun, tiba-tiba ada yang menganggu. Seorang perempuan dan laki-laki menghampiri mereka, ingin melihat hasil tadi.

Quincy tak masalah saat perempuan tadi duduk di sebelahnya, yang Quincy masalahkan adalah pria tadi yang kini berjongkok di depan Quincy seraya memandang kamera.

Quincy risih dan merasa tak nyaman. Karena entah kenapa, jika ada seseorang yang mendekatinya langsung timbul sebuah getaran samar yang membuat khawatir dan was-was.

Tidak. Bukan. Ini bukan getaran cinta macam yang orang lain rasakan. Getaran ini terjadi saat Quincy merasakan kehadiran yang tak diinginkan, Quincy bingung bagaimana harus menjelaskannya. Yang jelas perasaan itu adalah hawa takut yang tetiba muncul saat Quincy merasa terancam.

Maka dari itu, Quincy memilih bangkit dan kembali ke mobil. Mimik wajahnya mungkin terlihat mengkhawatirkan, itu sebabnya Quincy harus pergi.

Sayangnya tangan seseorang malah meraih bahu polos Quincy. Quincy yang sudah diselimuti oleh rasa takut langsung menepis tangan itu dan berteriak, "Don't touch me!"

"Ben!"

"Mbak Quincy!"

Dadanya bergemuruh, Quincy tahu ini akan terjadi. Ditatapnya wajah pria itu walau sekilas lantas pergi dari sana. Quincy berlari keluar gerbang dan menjauhi area sekolah.

Tangannya gemetaran. Detak jantungnya berdegup kencang. Quincy sungguh-sungguh takut.

***

"Wisudaku tinggal hitungan bulan. Gak nyangka deh aku bisa lulus tepat waktu."

Noah tersenyum, menatap ke arah Kiana dengan tatapan bangga. "Kamu hebat, Kian. Kamu berhasil mewujudkan impian orang tua kamu. Mereka pasti bangga banget deh."

Tangan Noah mengusap surai Kiana lembut. "Kamu nunjukin bahwa siapapun bisa kuliah. Siapapun bisa mewujudkan mimpinya asal ada niat dan mau berusaha. Kamu harus bangga sama diri kamu yang udah berjuang sejauh ini."

Air mata Kiana menetes. Dia pun tak menyangka bisa berada di posisi ini sekarang. Tentunya banyak hal yang sudah dia lewati, banyak hal yang ia korbankan.

"Thank you Mas Noah, berkat kamu juga aku bisa kayak gini. Makasih karena udah bantu aku, makasih banyak karena udah ikut perjuangin mimpi aku."

Noah mengusap pipi Kiana yang basah. "Terimakasih kembali, Kian." Lalu menarik Kiana masuk dalam pelukannya.

Mereka sedang berada di ruangan Noah, ini jam istirahat dan seperti biasa, mereka akan makan bersama.

Para karyawan lainnya sudah tahu dan maklum, Noah dan Kiana kan sebentar lagi akan menikah. Cepat atau lambat, Kiana akan menjadi bos mereka juga.

"Oh, iya, Minggu depan kamu ulang tahun. Enaknya kita rayain di mana ya?" tanya Noah.

"Gak usah, Mas. Kita di rumah aja, aku gak mau kemana-mana kok," tolak Kiana.

"Gapapa, Kian. Kita makan-makan sama Quincy, atau aku ajak Fares juga biar rame."

"Hm ... ya udah deh, terserah kamu. Aku ngikut aja," kata Quincy.

"Mending masak atau makan di luar, ya?" Noah bertanya lagi.

"Dimana aja boleh sih. Kalau mau masak aku siap-siap aja, hehe."

"Di rumah aja kali ya ... kita bikin barbeque party, pasti seru!" ucap Noah.

"Boleh!"

Noah tersenyum, sudah lama juga dia tak mengadakan pesta di rumahnya. Terakhir saat peluncuran studio foto Quincy.

Saat sedang memikirkan Quincy, tiba-tiba orangnya datang dengan wajah berantakan.

"Kak Noah!"

***

Complicated Love || 2020 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang