PART 3

572 31 9
                                    

Dean tersenyum lepas saat gurauan Seren dilontarkan untuknya. Hal kecil seperti itu yang Calia tunggu namun tak pernah ia terima. Kehadiran Calia belum diketahui oleh kedua orang itu, karena posisinya masih berada ujung pintu. Tak ada lagi Shena yang menemaninya lagi, karena gadis itu sudah izin lebih dulu untuk mengerjakan tugas kuliahnya di luar.

Segudang rindu ingin ia tumpahkan untuk pria disebrang sana. Meskipun ia berniat untuk menjaga jarak dengan Dean, tapi hatinya tidak dapat memungkiri kalau ia merindukan laki-laki itu.

Wanita dua puluh tujuh tahunan itu melenggang pergi melewati kedua sejoli yang tengah melemparkan candan satu sama lain. Senyum yang sedari tadi menghias diwajah Dean luntur seketika, terkecuali Seren.

"Calia,"

Langkah Calia terhenti, badannya berputar setengah menghadap Dean yang duduk di sofa bersama Seren. Bukannya menjawab, wanita itu menatap Dean dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Apa kau tuli sehingga tidak bisa mendengar pertanyaanku?" Kali ini suara Dean sedikit keras.

"Apa pedulimu Dean? Lagi pula kemanapun aku pergi itu bukan urusanmu." Jawab Calia dingin.

Dean terdiam, ia tidak menyangka dengan kalimat yang keluar dari mulut Calia. Wanita itu benar-benar berbeda dengan Calia yang dulu, Calia yang selalu memperhatikannya, dan tak pernah burujar sinis seperti sekarang.

"Nona, tidak baik berucap seperti itu pada suamimu." Balas Seren seolah membela Dean.

Darah Calia bergejolak ketika Seren membela Dean dengan dalih suami.

"Suami apa yang kau maksud? Suami yang menyiksa istrinya dengan seratus cambukan? Suami yang menghina istrinya didepan orang lain? Suami yang tak pernah memberikan nafkah batin? Suami yang berselingkuh secara terang-terangan di hadapanku, bahkan dengan santainya dia membawa selingkuhannya itu kerumah ini! Apa itu yang kau maksud dengan suami? Hah?" Suara Calia bergetar menandakan kalau ia sedang menahan isaknya agar tidak keluar.

Wanita itu berlalu pergi menuju kamar utama meninggalkan Dean dan Seren yang tak percaya dengan apa yang Calia ucapkan tadi.

"Bisakah kau mendekatkan kursi rodaku?" Tanya Dean memecah keheningan.

"Tentu saja Dean, dengan senang hati." Jawab Seren seraya mendekatkan kursi roda dan membantu Dean untuk duduk disana.

"Terimakasih Seren, kau memang yang terbaik." Ucap Dean ramah.

Seren mendorong kursi roda Dean menuju kamar utama yang beberapa menit tadi Calia tempati. Tangan kanan Dean terangkat isyarat untuk berhenti.

"Kenapa Dean?" Tanya Seren bingung.

"Biar aku saja, kau boleh pergi." Jawab Dean.

"Kau yakin? Didalam sana ada Calia, aku takut terjadi sesuatu padamu Dean."

"Aku tidak terlalu lemah untuk melawan wanita seperti dia, jadi kau jangan khawatir." Ujar Dean merasa tersinggung dengan ucapan Seren.

Tanpa kata-kata yang keluar dari mulutnya, Dean memutar roda kusrinya meninggalkan Seren yang masih mematung disana.

Senyum hangat yang sedari tadi wanita itu perlihatkan, kini luntur bersama kepergian Dean dari hadapannya. Tangannya mengepal kuat membuat telapak tangannya memutih akibat tekanan dari kukukunya yang panjang.

***

"Apa yang kalau lakukan di kamarku?" Tanya Dean penasaran.

"Kamarmu kamarku juga." Sinis Calia.

"Benarkah?"

"Apa aku perlu menelpon orang tuamu Dean?" Tantangan Calia.

Dean bungkam, Calia yang berada di depannya ini benar-benar berbeda dengan calia dua hari yang lalu.

RENJANA (On Going)Where stories live. Discover now