PART 5

534 42 4
                                    

"Sembilan pelayan, satu juru masak, dua asisten, satu manager dan dua orang satpam. Total lima puluh dua juta enam ratus rupiah." Ucap Calia.

"Apa itu yang harus aku keluarkan setiap bulannya?" Lanjutnya bertanya.

Shena mengangguk. "Benar nona."

"Lalu bagaimana renovasinya? Apa sudah dimulai?"

"Ini hari pertama pengerjaannya nona."

"Bagus, pastikan dalam waktu tiga hari harus sudah selesai. Aku tidak peduli jika mereka harus bekerja dua puluh empat jam atau menambah beberapa pekerja lagi. Dan untuk uang DP-nya, apa kau sudah membayarnya Shen?"

"Sudah nona, sesuai dengan perintah nona waktu itu."

"Bagus. Dan aku rasa, hari ini kita bayar lima puluh persen dulu Shen, sisanya setelah pekerjaannya selesai. Kau setuju?" Tanya Calia yang ingin tau pendapat Shena seperti apa.

"Tentu saja nona, lebih cepat lebih baik." Ujar Shena dengan senyum lebarnya.

Tak ada balasan apapun lagi dari Calia, wanita cantik itu terlihat fokus memakan sereal seraya menatap layar iPad milik Shena. Hingga beberapa saat kemudian, akhirnya Shena kembali membuka suara.

"Jika tidak ada yang ditanyakan lagi, Shena izin untuk keluar, nona." Ujar Shena seraya bangkit dari tepi rajang Calia.

"Terimakasih Shen, jika ada sesuatu yang kurang sesuai dengan konsep kita kemarin. Kau bisa langsung memberi tahuku." Jawab Calia.

Shena mengangguk pelan, sejurus kemudian ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar Calia. "Apa malam yang nona nantikan sudah terjadi?" Tanya Shena sedikit menggoda.

Kening Calia mengerut, tak mengerti dengan pertanyaan Shena. "Maksudmu?"

Gadis itu mengedarkan pandangannya menatap barang-barang Calia yang sudah tertata rapih di kamar utama. Melihat tingkah Shena yang seperti itu, Calia memutar bola matanya malas.

"Oh ayolah Shen, semuanya tak seperti yang kau pikirkan."

"Benarkah?" Masih dengan nada mengejeknya.

Calia menatap Shena sengit, tak ingin kena omel dari atasan. Shena pun langsung keluar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, tapi Calia bisa dengan jelas mendengar kekehan Shena yang tertuju untuknya.

***

Jam delapan pagi, Dean sudah berada di kantor, lengkap dengan pakaian semi formalnya. Jika bukan karena pembicaraan-nya dengan Marco beberapa hari yang lalu, mungkin ia tidak akan berada di tempat ini.

"Apa kau baik-baik saja Dean? Wajahmu pucat sekali." Ucap Marco memutus konsentrasi Dean pada laptop kerjanya.

"Benarkah?"" Jawab Dean pura-pura terkejut.

Padahal ia sendiri bisa merasakan jika dirinya memang sedikit berbeda. Kepalanya sedikit pusing dengan kedua kakinya yang sesekali terasa disengat aliran listrik, belum lagi rasa panas seperti ditusuk-tusuk jarum menjalar di tubuh bagian belakangnya.

"Lebih baik kau ke rumah sakit dulu untuk periksa Dean, kondisimu benar-benar tidak memungkinkan untuk rapat ini. Dan untuk tuan Akbar, aku bisa meng-heandel-nya sendiri, dia pasti mengerti dengan kondisimu sekarang."

"Aku baik-baik saja Marc, kau tidak perlu khawatir."

"Apa kau sudah meminum obatnya?"

"Tentu saja, tiga kali sehari aku meminumnya."

"Bukankah dokter Carlo hanya menganjurkannya dua hari sekali. Apa kau yang menggantinya?" Tanya Marco penasaran, pasalnya dokter Carlo yang notabenenya dokter pribadi Dean sama sekali tidak memberinya informasi tentang obat baru untuk pria itu.

RENJANA (On Going)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin