bangku kosong🏫 [cerpen]

74 8 0
                                    

Pagi hari aku sudah berada di sebuah sekolah. SMA Alta High School. Sekolahnya tidak buruk dan kualitasnya lumayan. Kalau di luar lumayan pasti dalam lumayan. Aku hanya menatap papan tulisan nama sekolah ini, di tengah-tengah gerbang. Membuat semua orang menatapku aneh!
Dan ya! aku anak baru di sekolah ini. Tapi saat pertama kali aku masuk kelas baruku

...

"Hai! Namaku syakara! Panggil aku Syaka," ucapku.
"Baiklah Syaka kamu bisa duduk di bangku kosong."
Aku hanya mengangguk dan segara berjalan ke bangku kosong di dekat jendela. Rasanya sangat nyaman jika aku duduk di dekat jendela seperti itu. Tapi, saat Aku baru saja menyimpan tas, tiba-tiba seseorang meneriaki namaku.

"Woi Syaka! Lo ngapain di situ! Ambil gak tas Lo!" teriaknya. Sungguh itu membuatku terkejut.

"Lo ga liat di situ ada si Vania!"

Tapi bangku ini kosong, Tidak ada orang. Aku benar benar melihat bahwa bangku ini kosong. Seluruh siswa dan guru menatapku. Seakan akan aku yang salah.

"Syaka! Ibu bilang duduk di bangku kosong situ!" Aku terdiam menatap seluruh kelas. Aneh. Aku hanya menunduk dan berjalan menuju bangku kosong lainnya. Aura di sini, sangat berbeda. Kenapa mereka seperti itu? Padahal jelas-jelas bangku di sana kosong. Sungguh aku sangat takut. Tapi aku sangat penasaran, apa aku cari tahu saja?
Terlalu dalam berpikir aku sampai tak sadar di depan aku ada seorang lelaki tinggi yang membuat diriku menabraknya. Sangat tinggi sampai-sampai aku menatapnya secara mendongak.
"Eh? Lo anak baru di kelas gue kan?" Aku hanya mengangguk tanpa berniat menjawab.
"Oh iya lo pasti aneh kan? Sama bangku kosong di sana?" Sungguh aku tak menyangka! Ternyata bukan aku saja yang menyadari hal itu!
"Kau juga tak melihat apa-apa kan?" Dia hanya mengangguk.
"Yaa, gue juga gak tau kenapa."
Heh? Kok-
"Gue baru pindah satu minggu lalu" Dasar! Dia sama saja! Percuma aku bertanya padanya.
"Tapi gue lagi nyari tau, mau bantu gak lo?" Aku hanya mengangguk. Aku tak bersemangat untuk mengeluarkan kata kata.
"Oh ya namaku Navarro."

Keesokannya aku diajak ke perpustakaan oleh perempuan yang meneriakiku kemarin, ia Vanessa.
"eh lo mau ikut kita ga? Ke perpustakaan sekolah, pulang nanti." Aku hanya menerima saja, toh lagi pula hanya ke perpustakaan sekolah saja.
Ajakan itu berlaku setiap hari. Aku sedikit bosan karna selalu di ajak ke perpustakaan dan membuat diriku susah mencari tau tentang Vania. Pada akhirnya aku memutuskan untuk menolak ajakan itu dan segara mengoreksi tentang itu kepada seluruh siswa di sekolah.
"Eh Sya, jadi kan ya kita ke perpus lagi."
"Sorry tapi aku harus pergi les." Aku sedikit ragu, tapi aku sangat malas untuk ke perpustakaan.
"Lo berani nolak permintaan Vania!" Aku terdiam mematung, ekspresiku jelas bahwa aku bingung apa maksudnya?
"Yakin ga akan nyesel?"
"Nyesel? Maksudnya?"
"Semua rahasia lo di sekolah lama itu bakal terbongkar!"
Deg!!
Tunggu, bagaimana dia tau! Padahal hanya guru di sekolah lamaku, orang tuaku, dan pembully itu yang mengetahuinya.
"Makanya jangan berani-beraninya sama Vania." Vanessa bergerak pergi meninggalkanku.
Aku sedikit ragu untuk ke sekolah. Tapi aku harus melihat apa yang mereka lakukan!

🕊🕊🕊

Aneh, tidak ada apa-apa? Eum... syukurlah aku masih selamat.
Bel telah berbunyi aku segara masuk ke dalam kelas.
"Baik Ibu absen dulu ya."
"Vanesaa?"
"Hadir"
"Vania?" Hening. Tak ada suara sautan dari sang pemilik nama.
"Syakara?"
"Hadir." Aku mengacungkan tanganku.. Tapi kenapa? Wajah Bu Guru sangat bingung seperti mencari sesuatu.
"Loh? Syakara tidak masuk?"
Loh loh loh? Kok? Aku ada di sini? Kenapa dia tidak melihatku? Kali ini benar benar aneh. Jelas-jelas aku duduk di bangkuku dan mengacungkan tanganku. Kali ini semua orang mengabaikanku.
"Oh iya hari ini perpustakaan sedang direnovasi, jadi kalian tidak bisa ke perpus untuk sementara." Wah, Jadi? Kali ini mereka tidak akan mengajak ke perpustakaan dong! Haha lega sekali.
"Maaf Bu, kata Vania gak apa-apa kok, pindah ruangan kosong di belakang sekolah aja Bu."
Maksudnya? Mereka akan tetap pergi? Tapi berbeda tempat! Apa-apaan Vania itu! Memangnya mereka membahas sesuatu yang penting? Padahal mereka hanya tertawa tanpa sebab apalagi tanpa adanya yang melawak. Lama-lama aku tak betah di sini.
Saat istirahat aku berdiam diri di atap sekolah menatap seluruh bangunan rumah dan perusahaan. Dihiasi dengan angin kencang berhembusan.
"Aneh banget!"
"Aneh kan? Seluruh siswa dan guru di kelas pada anggap lo ga ada?"
Aku terkejut. Ternyata itu Navarro.
"Iya lah! Vanessa nyogok mereka lima ratus ribu buat anggap lo gak ada."
Lima ratus ribu? Ha? Apa maksudnya! Hanya di bayar lima ratus ribu mereka mau menjauhiku hari ini?
"Semua akan gampang jika diuruskan dengan uang."
Aku berpikir sejenak, ada benarnya juga ucapannya, tapi bagiku tidak semua hal bisa selesai dengan uang.
"Lo tau? Alasan bangku kosong itu?" Aku hanya terdiam menatap Navarro.
"Vanessa juga nyogok seluruh guru dan siswa di kelas biar anggap sahabatnya yang udah meninggal itu masih ada di sana."
Aku tercengang, ini semua tidak masuk akal, kenapa bisa? Jadi? Selama ini vania itu sudah tenang di alam sana?!
"Ha? Jadi? Di bangku kosong itu ada arwah?" tanyaku bingung.
"Tidak. Di sana tidak ada apa-apa, Vania hanya terlihat di mata Vanessa."
ANEH ANEH ANEH! Berarti Vanessa gila? Atau bisa dibilang seperti khayalan Vanessa saja. Tiba-tiba aku berpikir bagaimana jika seluruh siswa sekolah tau?
"Apa aku bilang kepada mereka soal ini? Pasti akan seru bukan?" Navarro hanya tertawa mendengar ucapanku.
"Haha, aku sudah tau."
DEG! suara itu jelas. Sangat jelas bahwa itu Vanessa. Ternyata ia tak sendiri, ia bersama siswa kelas dan guru tadi. Aku dan Navarro tercengang, seketika kami mematung.
"Siapa pun yang bisa mendorong Syaka dari atap sini, akan kuberikan satu juta, cash!" Secara perlahan seluruh siswa dan mendekatiku.
"Haha, kau tau? Aku yang membunuh pembully lamaku-dan aku bisa saja memberi mereka sesuatu yang mereka inginkan agar mereka tutup mulut." Aku hanya tersenyum licik menatap seluruh siswa yang tercekat.
"So? Jika kalian bisa mendorong Vanessa dari sini. Mungkin akan kuberi sepuluh juta, cash!" Kali ini mereka berlari ke arah Vanessa. Aku hanya tertawa menatap wajah ketakutannya.
"Syaka?! Maksud lo?!" Wajah Vanessa benar-benar terlihat pucat sangat jelas bahwa dia sedang ketakutan, haha aku sangat puas melihatnya.
"He-hei?! T-tunggu!"
"Good bye, Vanessa!" Aku berjalan melihat ke bawah, terlihat jelas Vanessa yang sudah tergeletak di aspal sana dihiasi dengan darah segar di tubuhnya. Aku merasa dejavu dengan hal ini.
"Tapi-" aku menatap Navarro yang memanggilku, dia menunduk, aneh sekali.
"Ada baiknya lo juga ikut dia." Aku tercekat, aku hanya terdiam menatap Navarro.
"Ma-maksud lo?" Navarro mendekatiku secara perlahan, aku tak bergerak. Aku hanya terdiam mematung.
"Haha, good bye sly girl." Navarro mendorongku. Di situ aku tak bisa mengelak, dan aku terjatuh menyusul Vanessa.

-Tamat-

Catatan Kecil Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon