18. Lo mana tau rasanya

1.3K 162 6
                                    

Pelan-pelan aja bacanya ok

Ingin rasanya Aidan melawan Afano, berkata kalau ia juga sakit. Tapi sayangnya tidak ada keberanian di diri Aidan. Pemuda itu lebih baik memilih diam menerima semua perlakuan yang ia dapat dari kembarannya maupun orang lain.

Seminggu berlalu Afano menghindari Aidan, bukan. Aidan yang menghindari Afano lebih tepatnya. Tanpa sadar perlakuan Afano menciptakan trauma tersendiri bagi Aidan.

"Dan muka lo pucet" arka menggoyangkan tubuh Aidan, tapi tidak ada respon dari si pemilik tubuh.

"Aidan hey lo kenapa? Udah minum obatnya belum"

Lagi tidak ada respon dari Aidan, akhir-akhir ini Aidan sering bengong pandangannya kosong, kalau Arka menanyainya jawaban yang arka dapat tidak sesuai dengan pertanyaannya.

"Aidan lo-

"Salah ya kalau kita benci tuhan"

Arka tersentak "kenapa benci tuhan"

"Nggak tau, tapi tuhan nggak adil sama aku. Dia-- dia buat aku susah"

"Tuhan itu Adil Dan, seharusnya lo bersyukur di beri kesusahan itu artinya tuhan masih sayang sama lo karena dia masih mau mengingatkan hambanya yang bahkan lupa dengan dirinya"

Aidan tidak bergeming, yang mana membuat Arka menghela nafas "denger gue Aidan, di dunia ini nggak ada satupun orang yang lo percaya termasuk gue, tapi lo harus percaya sama tuhan Dan, karena cuman dia yang bisa nolong lo"

"Maaf-

Arka menarik Aidan untuk ia peluk "jangan minta maaf ke gue minta maaf ke tuhan sana, lo masih punya gue jangan gini ya hati gue sakit"

.
.
.

Aidan mendudukkan dirinya di lantai kamarnya, menatap lurus dengan pandangan kosong.

'kamu tak pantas hidup bahagia'

'kamu di takdirkan hidup sendirian sudahlah akhiri saja hidup mu'

'tidak ada satupun orang yang peduli dengan mu'

'teman mu itu pembohong'

Aidan mengerang, mereka kembali lagi. Ia membenturkan kepalanya ke tembok berkali-kali, berharap supaya mereka tidak menggangu nya lagi.

'gila kamu sudah gila'

'mereka itu hebat buat kamu jadi seperti ini'

Aidan kalut, tubuhnya gemetar dengan dirinya yang masih membentur kan kepalanya ke tembok berkali kali.

"PERGII"

"BERISIK ! PERGII AAAA"

Aidan berantakan sekarang, meluapkan semua emosi yang selama ini ia pendam, sementara diluar Afano berusaha membuka pintu kamar milik Aidan

"AIDAN BUKA JANGAN GILA"

Afano berkali-kali mendobrak ia tidak bisa menggunakan kunci karena Aidan membiarkan kuncinya menempel dari dalam sana.

pintu berhasil terbuka tepat setelah Aidan menyayat tangannya, Afano berlari mendekap tubuh Aidan "lo kenapa jangan gini gue takut anjing"

Tidak dipungkiri hati Afano sakit pertahanan nya selama ini untuk tidak menangisi orang yang telah membuatnya yatim piatu runtuh, egonya hilang begitu saja. kondisi Aidan sekarang benar-benar jauh dari kata baik-baik saja, darah yang mengalir dari tangan dan juga pelipisnya.

"Aidan jangan tidur gue bawa lo kerumah sakit"

Afano melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, masa bodoh dengan peraturan lalulintas yang ia langgar dipikirkan nya hanya Aidan harus di bawah kerumah sakit.

Sebenci apapun Afano pada Aidan pada dasarnya mereka kembar, tidak bisa mengelak saat Aidan sakit Afano bisa merasakan sakitnya juga.

"Kak tolong Aidan kak"

Afano berlarian menghampiri Yudha, di gendongan nya Aidan masih betah memejamkan matanya. Yudha yang panik melihat kondisi Aidan menyuruh suster untuk membawa stretcher.

Afano mengacak rambutnya frustasi, menunggu Aidan diruang tunggu. Tepukan di pundaknya membuatnya mendongak menatap si penepuk

"Ambil" orang itu menyerahkan sebotol minuman yang diterima Afano dengan bingung. Tatapan orang itu sulit di artikan.

"Na lo ngapain disini" orang itu natha, natha mendudukkan dirinya di samping Afano

"Seharusnya gue yang tanya lo ngapain di sini"

"Gue sebenernya—

"Kembaran Aidan kan? Gue udah tau"

Afano diam membiarkan natha yang ntah akan melakukan apa setelah pemuda itu tahu kebenarannya.

"Gue nggak marah sama lo no, gue cuman kecewa kenapa lo bisa cambuk adek lo sendiri, kembaran lo sendiri"

"Gue ngerasa kalau lo orang paling hina yang pernah gue temuin"

"Iya lo bener gue orang paling hina di mata lo, COBA AJA KALAU LO TAU ALASAN GUE NGELAKUIN INI NA"

Afano terkekeh hambar " dan lo tau na gue sama sekali nggak nyesel buat dia kayak sekarang ini"

Bugh

"Anjing lo Afano brengsek tau nggak lo"

Afano mengelap sudut bibirnya yang robek, menatap manik natha "lo liat dia-" afano menunjukkan pintu ruangan Aidan

"dia yang buat gue yatim piatu, gue kehilang orang tua gue karena dia. Gue di bilang nggak punya orang tua diejek setiap hari ibu karena gue dateng nggak bawa bunda kesekolah itu semua karena dia Na. LO MANA TAU RASANYA"

Afano menatap lurus ke lantai " lo nggak taukan jadi gue gimana, iyalah hidup lo kan bahagia"

Natha membuang mukanya saat di rasa matanya memanas " tapi lo nggak pernah taukan gimana rasanya jadi Aidan"

"Adek lo nyakitin dirinya sendiri no, lo masih bisa bilang kalau dia yang salah? Aidan juga nggak mau kali kehilangan orang tuanya tapi dia nggak kayak lo no dia ikhlas dia tau kepergian orang tuanya itu karena takdir"

Dokter yudha keluar dari ruangan Aidan yang membuat kedua pemuda itu bangkit dari duduknya.

"Ribut jangan disini ini rumah sakit"

Natha tertawa " iya deh nggak lagi"

Dokter yudah mendengus, menatap Afano "kakak mau ngomong keadaan Aidan juga percuma kan?"

Afano diam, pundak nya di tepuk dokter yudha " kalau kamu khawatir temuin kakak, jangan terlalu keras sama diri kamu no, ikuti kata hati jangan egois kalau kamu nggak mau menyesal di akhir nanti"

***

Karena aku lagi baik jd aku up skrng atrnya bsk cmn tngn ku gatel :)
Ini lumayan panjang dari chapter sblmnya😭
Kalian nggak gumoh kan? :)
Jangan hujat Afano Weh kasian anknya
Ya sdhlh jngn lupa bintangnya
Jaga kshtn juga bljr nya yg rajin tugas sekolah nya dikerjain dulu jngn leha² kalian. ❤️

 ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Surat Dari Adek | Jeno Haechan [ END ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang