4. Hangat

23 3 0
                                    

Absen dulu dari kota mana, nih?

Kalau author dari Sumut.

happy reading

***

Bab 4

"Nduk, ayo makan dulu."

Pintu kamar yang terbuat dari tirai kain terbuka dari luar dan menampakkan sosok wanita yang wajahnya sangat keibuan sekali. Mengalihkan atensi Chandra yang sejak tadi termenung di atas kasur keras itu. Chandra masih bingung dengan situasi sekarang. Bagaimana dia bisa berada di tubuh gadis kampung ini? Lalu bagaimana caranya untuk kembali ke kehidupan yang dulu?

Lantas Chandra kembali tertegun. Bukankah dia yang mengakhiri hidupnya sendiri malam itu? Dia yang menabrakkan mobilnya ke truk itu sehingga terjadilah kecelakaan yang dia inginkan itu. Apakah ini risiko yang harus dia ambil karena sudah sengaja untuk bunuh diri malam itu? Sehingga Tuhan marah padanya dan malah memasukkan rohnya ke dalam raga gadis kampung ini. Chandra menghela napas pelan, dia semakin pusing memikirkan semuanya. Ini masih menjadi tanda tanya dan pertanyaannya terus sama yaitu 'bagaimana bisa?'

Chandra lupa, kalau Tuhan sudah berkehendak, maka semuanya bisa terjadi di dunia ini.

"Nduk?"

Surai hitam itu diusap pelan menjadikan Chandra yang berada di dalam tubuh gadis kampung itu tersentak pelan. Lalu Chandra memberikan senyum kikuknya.

"Kamu ngelamunin apa, sih, nduk?" tanya Ibu dengan helaan napas pelan. "Kalau ada masalah sini cerita sama Ibu, nduk. Jangan memendam semuanya sendirian." Chandra terdiam mendengar itu, hatinya menghangat ketika diperlakukan dan diperhatikan seperti ini. Hal yang hampir tidak pernah dia dapatkan dari orang tuanya kandungnya.

"Sa-saya nggak apa-apa, kok, Bu." Tidak tahu harus membalas apa, Chandra hanya bisa mengatakan hal itu.

Ibu menatap wajah ayu Gelis saksama. "Benar, nduk? Kamu Ndak apa-apa?" tanyanya sekali lagi, memastikan putri sulungnya benar baik-baik saja. Sebab, dia tidak mau kejadian malam itu terulang lagi. Entah kenapa putri cantiknya ini bisa berpikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

"Iya, Bu." Chandra lagi dan lagi hanya bisa memberikan senyum kikuknya.

Ibu tampak menghela napas lega. "Ya, sudah, ayo kita keluar dulu, kamu harus makan, nduk."

Akhirnya Chandra menurut dan ikut keluar dari kamar itu hingga mereka tiba di ruang tengah rumah kecil itu. Di mana letaknya berdekatan dengan posisi dapur. Dua adik kembar Gelis sudah duduk lesehan di lantai yang beralas karpet tipis. Sedangkan ayah tampak sibuk menata makanan di lantai.

Chandra dituntun duduk di lantai. Diam-diam Chandra menelan ludahnya kasar. Ini serius, mereka makan lesehan di lantai seperti ini? Sungguh, ini pengalaman pertama untuk Chandra. Biasanya dia makan di ruang makan mewah rumahnya.

"Ayo makan yang banyak, nduk." Puncak kepalanya kembali di elus pelan.

Lagi dan lagi Chandra menelan ludahnya kala melihat isi piringnya yang terdapat sayur kangkung yang direbus dengan tempe dan tahu goreng. Demi apa pun, Chandra tidak pernah memakan makanan sederhana ini. Namun, sekarang, haruskah dia memakan makanan ini? Chandra jadi ragu, apakah makanan ini bisa dia telan atau tidak.

Ingin KembaliWhere stories live. Discover now