7. Perundungan

14 2 0
                                    

Bab 7

Chandra menatap gedung sekolah Gelis dengan helaan napas lega. Akhirnya dia bisa sampai di sini juga meski dia sempat bingung jalan ke arah sini walau sudah dijelaskan oleh Gigi tadinya usai dia mengantarkan adik kembarnya di sekolah SD mereka.

Chandra turun dari sepedanya. Dia berjalan memasuki area sekolah ini seraya mendorong sepeda butut ini. Meski sepedanya tampak sudah tua, tetapi sepeda ini berguna untuk membawanya ke sekolah ini.

Chandra melirik ke kiri dan kanan. Dia sedang mencari tempat parkiran untuk sepeda butut Gelis ini. Matanya tertuju pada sebuah sepeda yang sudah terparkir di sana. Tidak banyak parkiran kendaraan di sini, hanya beberapa motor saja. Karena Chandra lihat anak-anak sekolah di sini diantarkan oleh orang tuanya ketika bersekolah alih-alih membawa kendaraan sendiri. Ada juga sebagian antara murid sini berjalan kaki untuk tiba ke sekolah ini.

Usai memarkirkan sepeda Gelis. Chandra terdiam sebentar sesaat dia sudah melanjutkan langkahnya untuk menuju kelas Gelis.

"Bentar-bentar, gue nggak tahu kelas si Gelis di mana." Chandra bergumam pelan. Dia melihat beberapa murid yang baru datang, tidak ada yang menyapa Gelis sama sekali. Jadi, Chandra berpikir kalau orang yang berpapasan dengannya itu bukanlah teman sekelas Gelis.

"Ini cewek kampung nggak punya teman dekat atau gimana, sih?" tanya Chandra pada dirinya sendiri. Dia agak resah bila tidak bisa menemukan kelas Gelis sebenarnya.

Chandra hanya bisa menghela napas pelan. Dia melanjutkan langkahnya lagi, dia akan mencari-cari kelas Gelis dengan sendirinya. Akan aneh nantinya kalau dia menanyakan kelas Gelis pada murid di sini. Dia bisa dianggap amnesia, masa kelas sendiri lupa.

"Wah, wah, ada yang baru masuk sekolah, nih."

Chandra mengernyit ketika langkahnya dihentikan oleh tiga gadis dengan tampang menor di wajah mereka. Chandra hampir bergidik ngeri melihat tampilan ketiga gadis ini yang sungguh norak menurutnya.

"Apa?" tanya Chandra dengan satu alisnya terangkat tinggi. Dia tidak tahu kenapa ketiga gadis itu menghadang jalannya.

"Songong banget tampang kamu! Si miskin ini kayaknya udah berani sama kita, guys." Salah seorang gadis yang berambut keriting dengan lipstik merah di bibirnya berujar dengan sinis dan menatap Gelis penuh kebencian.

Chandra terheran-heran. Kenapa ketiga gadis ini tampak tidak menyukai Gelis? Oh, apakah ini rival Gelis di sekolah! Dia tidak menyangka kalau gadis kampung ini ternyata punya musuh di sini. Bisa bikin repot Chandra saja kalau begini.

"Heh, jangan belagunya!" Bahu Chandra di dorong dengan keras membuatnya mengernyit tidak suka. Seumur hidupnya Chandra membenci seseorang yang berani melawannya. Meski sekarang dia berada di dalam tubuh Gelis, dia tetap tidak menyukai hal begini.

"Kamu ke mana aja berapa hari ini, hah?! Kenapa nggak masuk sekolah?" Kini gadis berambut pendek sebahu yang berujar padanya. "Kamu tahu nggak, selama kamu libur. Kita semua keteteran ngerjain tugas. Jadi, sebagai hukumannya kamu harus ikut kita sekarang!"

Dua gadis lainnya, termasuk gadis berambut keriting tadi sudah memegang kedua tangan Gelis. Dia dipaksa melangkah untuk mengikuti ketiga gadis aneh ini.

"Eh, eh, Lo pada mau bawa gue ke mana?! Lepasin tangan gue!" sentak Chandra. Dia adalah seorang laki-laki, tenaganya lebih kuat dari dua gadis ini sehingga kedua tangannya mudah dia lepaskan dari pegangan dua gadis tadi.

Pemberontakan Chandra tadi membuat ketiga gadis itu geram.

"Ck, kamu udah berani sama kita, ya?!" Gadis yang berponi tadi memegang tangannya tadi kini berujar. Tampak tidak senang melihat perlawanan yang dilakukan oleh Gelis.

Ingin KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang