(8) pessimism.

19.8K 2.5K 79
                                    

Alis Jay berkerut kesal melihat sang adik ―Jeo yang sedari tadi berguling-guling tak jelas di lantai living room rumah mereka.

Jay sudah menegurnya beberapa kali namun sang adik tak menghiraukannya dan malah semakin menjadi-jadi.

"Kalau lo ga berenti guling-guling kayak gitu gue pastiin lo tidur diluar rumah malam ini" ancam Jay yang sudah muak mendengar Jeo misuh-misuh.

Jeo berhenti dari aksi absurd nya itu begitu mendengar ancaman Jay.

"Capek kak" keluh Jeo dengan posisi berbaring telentang dan nafas yang ngos-ngosan.

Jay mendelik malas ke arah adiknya yang terlihat kelelahan.

"Yang suruh lo guling-guling gitu siapa?" sarkas Jay.

"Hish! Gue tuh lagi frustasi kak, frustasi!!" Jeo merengek sambil mendudukkan tubuhnya yang semula berbaring.

"Kenapa lo? gara-gara Jane lagi?" tanya Jay malas.

Jeo yang dulu memang tak pernah menceritakan masalahnya kepada kedua kakaknya. Namun Jay mengetahui semuanya berkat Panji yang setia mengawasi dan menjaga Jeo dari kejauhan di sekolah.

Bagi Jay, Jeo yang dulu seakan membatasi diri dari dirinya dan Panji.

Jeo menggeleng lesu sebagai respon pertanyaan Jay.

"Gue kira-kira bisa hidup damai ga ya kak?" ujar Jeo berbicara dengan nada hampa dan tatapan kosong.

Plak!!

"Hei! malah mukul" Jeo merengut sebal setelah mendapat geplak-an di kepala dari tangan besar Jay.

"Lagian ngapain kek gitu, sekilas lo tadi kayak orang mau kerasukan" tutur Jay yang ngeri sendiri melihat ekspresi kosong Jeo.

"Cape kak, pengen pindah sekolah" Jeo merengut sebal.

"Kenapa, coba cerita sini" Jay yang semula duduk di atas sofa kini turun dan menghampiri Jeo yang terduduk di lantai.

Jay meraih kepala Jeo lalu menyenderkan-nya di pundak lebarnya. Ia mengelus lembut surai sang adik.

Jeo menutup matanya sambil menikmati usapan lembut yang diberikan Jay.

"Kalo suatu hari gue tiba-tiba ngilang dan ga balik-balik, cari gue ya kak. Bahkan kalo cuma mayat gue doang yang ketemu gapapa kok, tolong kubur gue dengan layak" ucap Jeo pelan sambil terus menutup matanya dengan posisi kepalanya yang diletakkan di bahu lebar sang kakak.

Jay terdiam mendengar penuturan Jeo. Adiknya sama sekali tak terdengar bercanda dengan ucapannya barusan.

"Jangan mikir yang enggak-enggak lo, kakak janji kalau Jeo dalam bahaya kakak akan bantu sekuat yang kakak bisa, jadi kalo Jeo ada masalah atau butuh bantuan bilang sama kakak" nada bicara Jay seketika melembut.

Namun jauh didalam pikirannya, Jay sedang mengutuk siapapun yang sudah membuat sang adik khawatir.

Sepertinya Jay harus mulai lebih memperhatikan Jeo dan meningkatkan pengawasannya.

Jeo tak merespon walaupun mendengar kata-kata penenang dari Jay.

Jeo terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Mengira-ngira sendiri, apakah di novel Jay dan Panji berusaha menolongnya ketika Hares membunuhnya.

Tapi semua itu tak penting bagi Jeo sekarang. Ia harus mencari banyak orang yang bisa menolongnya dikemudian hari. Dan salah satunya adalah sang kakak ini.

"Makasih kak" Jeo tersenyum simpul.

Jay tak menjawab dan hanya terus memainkan surai Jeo sambil tersenyum gemas pada sang adik.

ANTAGONISDove le storie prendono vita. Scoprilo ora