RADENTARA 4

52 23 71
                                    


Ohayooo Hujann in here!!
Tolong untuk vote dan komennya ya sebagai bentuk apresiasi dan support ke aku.
Kalian juga bisa kasih krisar agar cerita ini bisa jadi lebih baik lagi.
Selamat membaca🤍

_________

"Sekar mau apel, Bang."

"Makan dulu nasinya sampai habis. Baru nanti Abang beliin apel."

Bocah perempuan dengan rambut lurus sebahu itu hendak membantah. Namun Raden berucap, "Makan sekarang, Sekar!" titah Raden tak mau dibantah.

Dengan raut wajah sedih bocah bernama Sekar itu pun memilih menuruti perkataan Raden. Dia mengaduk-aduk nasi di dalam piringnya tanpa minat. Lalu dengan terpaksa dia memasuki sesendok nasi tersebut ke dalam mulutnya.

"Abang gak boleh galak-galak gitu dong sama, Sekar. Dia kan masih sakit," ucap Eci-bocah perempuan yang memiliki rambut ikal panjang.

"Lagian kaliannya sendiri gak mau nurut sih kalau dikasih tahu."

"Ya abangnya ngasih tahu sambil marah-marah. Kan, kita jadi males," sahut Eci lagi.

"Bener kata Eci. Abang harusnya bisa lebih lembut lagi kalau ngomong. Kaya Mas Albi tuh. Jadi kitanya bakal nurut dengan cepat." Lin-bocah perempuan bermata sipit dengan rambut kecoklatan berponi menutupi jidat, itu ikut menimpali ucapan Eci.

Raden menghela napas panjang.
Tak jarang Raden kadang muak dengan ucapan adik-adik pantinya itu yang selalu menyuruhnya untuk menjadi lebih lembut seperti Albi. Sifatnya yang emosian mana bisa bersikap seperti Albi yang lemah lembut.

"Abang siap-siap berangkat sekolah dulu. Kalian semua kecuali Sekar, juga jangan lupa siap-siap buat berangkat sekolah. Bentar lagi udah mau jam tujuh," ucap Raden, kemudian berjalan meninggalkan kamar pengobatan-sebuah ruangan yang didesain khusus untuk tempat jika ada anak panti yang sakit.

Ketiga bocah perempuan itu memperhatikan kepergian Raden hingga tubuhnya hilang dari balik pintu.

Sekar menatap kedua teman sekamarnya itu. "Kalian harusnya gak boleh ngomong begitu terus ke bang Raden. Bang Raden adalah bang Raden. Dia gak bisa jadi kayak Mas Albi, karena mereka adalah dua orang yang berbeda," katanya, menasehati dua bocah yang memiliki jarak umur satu tahun di bawahnya.

"Kenapa? Emangnya salah, ya?" tanya Eci tak mengerti.

"Salah."

"Apa salahnya?" Giliran Lin yang bertanya.

"Salahnya kalian minta bang Raden jadi kaya mas Albi yang jelas-jelas berbeda kepribadian dengan dia. Nih, kalau kamu Lin, aku suruh harus kaya Eci yang gak gampang ngambek dan nangis. Gimana? Bisa gak?"

Lin diam.

"Kamu Ci, disuruh jadi kaya Lin yang gak pemalas. Bisa gak?"

Eci juga diam tidak menjawab.

"Susah pastikan?!" Sekar menatap Eci dan Lin yang hanya menundukkan kepala. Mereka sedang merenungi apa yang Sekar ucapkan.

"Ci ... Lin ... Kepribadian setiap orang itu berbeda-beda. Kita gak bisa seenak jidat nyuruh orang buat bisa memiliki kepribadian kaya orang lain yang kita senangi." Sekar berhenti berbicara.

Tangannya menyentuh dagu Lin dan Eci. Diangkatnya perlahan kedua dagu tersebut. Hingga wajah Eci dan Lin kembali mendongak menatapnya.

"Siap-siap pergi sekolah sana. Jangan lupa untuk minta maaf ke bang Raden, ya," titahnya pada keduanya. "Bagaimana pun juga kita harus nurut dan menghargai bang Raden. Sebagai mana kita bersikap ke mas Albi. Inget, mereka sama-sama kakak kita."

RADENTARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang