Prolog

8K 660 51
                                    

Jarum sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, tapi Jaemin belum ingin beranjak dari kursinya. Matanya masih menatap layar monitor yang menampilkan data-data yang diperlukan pimpiannya untuk melakukan rapat besok pagi. Sebenarnya bisa saja dikerjakan di apartemen, tapi ia memilih untuk menyelesaikannya saat ini juga. Bahan presentasi itu akhirnya selesai juga. Jaemin merenggangkan tubuhnya yang pegal dan mengambil ponselnya yang terus bergetar. Beberapa panggilan dan pesan masuk yang tadi ia abaikan.

'Ayo pulang. Kau pasti belum makan, kita mampir ke kedai biasa dulu, ya?'

Jaemin langsung membalas pesan itu.

'Aku keluar sebentar lagi.'

Buru-buru ia membereskan berkas-berkas di meja, sebelum beranjak dari kursi. Suasana kantor cukup sepi. Hanya satu dua karyawan yang juga lembur di ruang divisi mereka masing-masing. Jaemin menaiki lift untuk langsung turun ke area parkir. Ia sekali lagi memeriksa jam tangannya yang akan segera menunjukkan pukul sembilan malam, padahal besok ia harus berangkat lebih pagi untuk menyiapkan ruang rapat atasannya.

Ting

Begitu pintu lift terbuka, Jaemin setengah berlari menuju mobil range rover hitam yang ia kenali. Seseorang di dalam sana sepertinya sudah menunggu cukup lama, membuat Jaemin agak merasa bersalah. Jaemin langsung membuka pintu di samping kemudi dan menyelinap masuk ke dalam dengan nafas sedikit terengah-engah. "Apa aku terlalu lama, Hyung?"

"Eum, lumayan. Kau sungguh pekerja keras."

Jaemin tertawa kecil. "Seharusnya Jaehyun-hyung tidak perlu menungguku. Aku bisa pulang naik bis atau taksi."

"Tidak apa, kau juga baru pindah," gumam Jaehyun, menjalankan mobilnya perlahan. "Lagipula mana mungkin aku membiarkan pacarku naik bis sendirian malam-malam begini."

Jaemin tersenyum, memperhatikan jalanan. "Kita akan mampir ke kedai dulu?"

"Kau belum makan, kan?"

Jaemin menggeleng. Saking sibuknya ia sampai lupa makan.

"Nah, kita sudah sampai," kata Jaehyun, memarkirkan mobilnya di lapangan dekat kedai yang biasa mereka datangi. Ia turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Jaemin. Cuaca di luar cukup dingin, membuat Jaemin merapatkan jaketny. Sepertinya sebentar lagi musim dingin akan tiba.

"Pesankan tteokboki dan odeng untukku, Hyung. Aku ingin ke toilet sebentar," kata Jaemin, diangguki oleh Jaehyun. Begitu masuk kedai, ia langsung berjalan ke arah toilet yang disediakan oleh pemilik kedai.

Jaehyun mengambil tempat duduk di dekat dinding kaca dan langsung memesan pesanan mereka. Sembari menunggu Jaemin, ia menonton televisi yang menampilkan berita bisnis. Jaemin kembali dari toilet bersamaan dengan pelayan yang mengantarkan makanan pesanan mereka. Melihat makanan yang menggugah selera itu, Jaemin langsung memakannya. Jaehyun terkekeh geli. Terlihat jelas bahwa Jaemin sedang kelaparan. Ia sendiri mengambil tteokboki-nya menggunakan sumpit. Mereka makan dalam diam.

'Lee Mincheol, pewaris Handeul grup generasi ketiga sudah resmi menjadi CEO baru Handeul grup berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang dilakukan pada hari ini oleh para pemegang saham bersama jajaran direksi.'

Jaemin menoleh ke arah televisi, tertegun sesaat.

"Mereka sudah memulai pergantian generasi," gumam Jaehyun.

Jaemin mengangguk, kembali fokus ke makanan yang ada di hadapannya.

"Kau lapar sekali, ya?"

Jaemin menggigit odengnya sembari mengangguk. Pokoknya setelah ini ia harus segera beristirahat di kasur. "Besok Hyung tidak perlu menjemputku, karena aku akan datang lebih awal."

Jaehyun mengangguk mengerti. "Naik taksi saja, jangan naik bis."

"Baik," angguk Jaemin. Ia memang berencana naik taksi saja.

Usai makan dan membayar makanan, Jaehyun mengajak Jaemin langsung pulang. Ia tahu kekasihnya ini harus segera beristirahat agar besok bisa bangun pagi. Jaemin baru saja pindah dari apartemennya yang lumayan jauh dari kantor. Apartemennya yang ini juga lebih luas dan aman dibandingkan apartemen sebelumnya. Dulu Jaemin sering mengeluhkan masalah tetangga sebelah apartemennya yang sangat berisik dan tidak sopan. Makanya ia memutuskan untuk pindah setelah kontrak sewanya habis.

"Hyung hati-hati di jalan. Sampai bertemu besok," kata Jaemin, tersenyum pada Jaehyun dan membuka pintu mobil. Sebelum keluar ia sempat berpesan, "Kabari aku saat sampai di rumah."

Jaehyun mengangguk, membalas lambaian tangan Jaemin yang masih berdiri di samping mobilnya untuk menunggunya pergi. Jaehyun terkekeh kecil dan segera melajukan mobilnya perlahan. Jaemin menunggu sampai mobil Jaehyun tak terlihat lagi oleh matanya. Ia menghela nafas dan berbalik untuk masuk ke gedung apartemen barunya. Beruntungnya Jaemin mendapatkan unit di lantai yang tinggi, cukup untuk melihat pemandangan ibukota yang bagus dari luar jendela.

Ia menyapa satpam yang berdiri di depan pintu masuk. Disini para pegawainya cukup ramah dan responsif, mungkin karena pihak pengelola apartemen yang sangat profesional. Biaya sewa agak lebih mahal daripada apartemennya yang lama, tapi kenyamanannya membuat Jaemin rela mengeluarkan uang lebih. Ia memencet angka 9 untuk naik ke lantai unitnya berada. Dan lantai itu hanya ada sekitar 6 unit yang semuanya sudah terisi. Posisinya sangat strategis, wajar saja langsung terisi saat kosong. Beruntung Jaemin bisa mendapatkan unit ini dengan cepat.

Setibanya di unit yang ia sewa, Jaemin langsung memasukkan kode angka yang kemarin sudah ia atur. Sesampainya di dalam, lampu apartemen sudah menyala sempurna dan penghangat juga sudah dinyalakan. Hampir saja Jaemin merasa jantungnya terlepas dari tubuh saat melihat seseorang sudah berdiri di depannya sambil bersedekap. Sosoknya terlihat lebih besar dan tinggi, juga wajahnya yang terlihat semakin menonjol itu. "Kau!"

"Apa biasanya kau pulang jam setengah sepuluh?"

"B-bagaimana kau bisa masuk?!" pekik Jaemin.

Orang itu mendengus geli, menunjukkan kartu akses apartemen. "Gedung ini milikku."

"Tetap saja. Kau mengganggu privasi orang lain!"

"Maaf, aku malas menunggu di luar, makanya aku masuk ke dalam. Lagipula aku bukan seseorang yang akan mencuri."

"Bukan itu masalahnya, Lee Jeno," dengus Jaemin, lalu ia mendesiskan kata 'konglomerat sialan'.

"Lama tidak bertemu, Na Jaemin."

Jaemin menatap Jeno malas. "Apa maumu?"

Jeno tersenyum. "Kau tidak melupakan perjanjian kita dulu, bukan?"

Jaemin terdiam. Tentu saja. Ia ingat sekali saat Jeno tiba-tiba mendatanginya kala itu.

"Jika kau ingin memanjat ke puncak, setidaknya kau harus mencari tangga yang kokoh. Bukankah begitu, Na Jaemin?"

TBC

Btw, akhirnya aku memilih cover yg di bawah karena itu yg paling cocok sama ceritanya (IMO)

Untuk awal2 mungkin akan slow update, so sorry, karena aku masih ngedit AWTP

Black, White (Nomin)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant