Tari menatap sebal ke arah Ziva saat mereka bertemu lagi di depan rumah Pak RT. Tari jelas masih ingat dengan jelas apa yang dikatakan oleh Ziva sebelum pergi bersama Raja untuk menuju ke tempat Mika dan Hani berada.
"Kenapa mukamu cemberut begitu, Tar? Rasyid belum kasih jatah?" tanya Ziva."Heh! Jangan sembarangan ngomong mulutmu itu, ya! Kenapa tanya-tanya perihal dewasa begitu di depan umum, sih?" omel Rasyid.
"Jatah uang belanja maksudku, Ras. Kamu itu sering sekali terlalu cepat negative thinking, deh," omel Ziva, membalas omelan Rasyid.
"Pertanyaanmu ambigu, Ziv. Ya mana juga aku bisa mikir positif kalau pertanyaanmu seambigu itu?" protes Rasyid.
"Hei, sudahlah. Kenapa kalian jadi bertengkar hanya perkara kata 'jatah', sih? Betisku ini rasanya mau pecah tahu! Capek jalan kaki ke sana-ke mari," adu Hani.
"Kenapa juga kamu enggak suruh Mika untuk sewa motor?" tanya Raja.
"Partner pertamaku tadi itu, Rasyid, bukan Mika. Lagi pula, mana aku tahu juga kalau akhirnya akan berkunjung ke tempat-tempat yang jauh dari desa ini," jawab Hani.
Ziva kembali diam sambil melihat isi catatan pada buku milik Rasyid. Batagor melompat dari gendongan Tari dan meminta digendong oleh Ziva yang dipikirnya sedang kurang kerjaan. Raja mengawasi Ziva yang tampak santai saja, saat Batagor merayapi tubuhnya dan menggigit-gigit ujung kerah kemeja yang dipakainya. Ziva sama sekali tidak merasa terusik dan tetap berkonsentrasi pada catatan milik Rasyid.
"Sebentar lagi waktu shalat dzuhur akan tiba. Mari kita shalat dulu sebelum lanjut mengurus tugas lainnya," saran Ziva.
"Ya, kamu benar. Kita sebaiknya shalat di masjid yang ada di desa ini saja. Kembali ke penginapan jelas akan membuang-buang waktu," sahut Mika. "Kebetulan aku sudah bawa sarung, jadi tinggal wudhu dan shalat saja."
Rasyid pun langsung menyipitkan kedua matanya usai mendengar apa yang Mika katakan.
"Kalau kamu lagi bawa sarung, kamu langsung menyarankan begitu. Tapi kalau kamu lagi enggak bawa sarung ... pasti kamu bakal merongrong aku untuk membawamu kembali ke penginapan," gerutunya.
Mika pun terkekeh senang saat tahu kalau Rasyid ternyata hafal dengan kelakuannya. Ziva berjalan bersama Raja yang sengaja melambatkan jalannya. Batagor masih juga berada di dalam gendongan Ziva dan tampak sangat tenang.
"Kenapa Tari menamai kucingnya Batagor?" tanya Raja.
"Rasyid yang memberinya nama, bukan Tari. Tari setuju-setuju saja waktu nama itu dicetuskan oleh Rasyid. Akhirnya sampai sekarang kucing gemoy ini dipanggil Batagor," jawab Ziva.
"Astaghfirullah," keluh Raja.
"Kenapa? Tingkah Tari dan Rasyid cukup romantis kok, menurutku. Mereka itu kompak banget ketika sedang memutuskan suatu hal. Contohnya nama Batagor. Dulu Tari bingung mau kasih nama apa untuk kucing ini saat baru diadopsi. Seminggu penuh Tari bolak-balik searching di internet untuk cari nama yang bagus. Dan ketika dia enggak menemukan nama yang pas, dia langsung tanya sama Rasyid. Rasyid waktu itu lagi makan Batagor pas Tari curhat soal nama kucing yang tidak kunjung dia temukan. Terus Rasyid bilang deh sama Tari, 'panggil saja Batagor', dan Tari langsung setuju," tutur Ziva, tentang sejarah nama Batagor yang tercetus dari mulut Rasyid.
Raja pun langsung menjambak rambutnya sendiri, usai mendengar sejarah nama Batagor dari Ziva.
"Dari sekian banyak nama kucing yang tersedia di internet. Bisa-bisanya Tari langsung setuju saat Rasyid menyuruhnya 'panggil saja Batagor'. Astaghfirullah ... diskusi keluarga macam apa itu?" keluhan Raja semakin bertambah panjang.
"Ih, kamu baru dengar satu cerita saja sudah langsung stress. Menurutmu aku tidak stress selama ini karena menjadi bagian dari keluarga mereka? Aku ini sepupunya Rasyid loh, Ja. Bisa kamu bayangin enggak, gimana nasibku kalau lagi di rumah mereka?"
"Kenapa memangnya? Kamu dibanding-bandingin sama Batagor kalau lagi berkunjung ke rumah mereka?" tebak Raja.
"Enggak, sih. Cuma aku enggak boleh sembarangan duduk kalau lagi ke rumah mereka. Di mana Batagor mau berbaring, maka dari situlah aku harus minggat. Kalau Batagor mau berbaring di permadani, maka aku harus langsung menyerahkan permadani itu kepada Batagor. Kalau Batagor mau meringkuk di sofa, maka aku harus menyerahkan sofa itu kepada Batagor. Oh ya, nama Batagor juga ada kok di dalam Kartu Keluarga Rasyid dan Tari. Dia tercatat sebagai ahli waris di dalam keluarga mereka."
Raja sudah tidak bisa berkata-kata setelah mendengar cerita yang Ziva tuturkan. Otaknya mendadak macet dan sulit untuk menerima kewarasan dari sisi manapun.
"Yuk, ambil air wudhu. Sebentar lagi adzan," ajak Ziva.
"Iya. Kamu duluan saja. Aku masih mikirin Batagor," tanggap Raja.
"Kamu mikirin Batagor yang lagi kugendong ini, Ja?"
"Bukan. Aku lagi mikirin batagor beneran. Bakso dan tahu digoreng. Aku lapar," jawab Raja, tampak benar-benar frustrasi.
Usai shalat dzuhur, Heru datang untuk melihat perkembangan dalam kasus yang tengah mereka tangani. Tari menjelaskan semuanya secara lengkap, sehingga kini Heru juga berharap akan ada titik terang dari kasus aneh tersebut. Heru jelas tidak mau ada lagi korban yang berjatuhan.
"Insya Allah selama kami ada di sini, tidak akan ada yang bisa menembus pertahanan yang sudah dibuat oleh salah satu anggota kami, Pak," ujar Mika, mencoba meyakinkan Heru agar jauh lebih tenang.
"Saya harap juga demikian. Karena jujur saja, ini adalah hal paling meresahkan yang belum pernah saya hadapi sebelumnya selama menjadi anggota kepolisian. Namun karena ini adalah laporan penduduk sendiri, maka mau tidak mau saya harus menanggapi terutama karena sudah jatuh dua orang korban dari hal aneh ini," tutur Heru.
"Sebentar lagi saya akan menambah pertahanan di sini, Pak. Bapak tenang saja. Saya tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi di desa ini dan menjadi hal yang berlarut-larut. Insya Allah, semuanya akan segera terselesaikan dalam waktu yang singkat. Saat ini saya hanya perlu menggunakan semua cara untuk memancing si pengirim teluh beras kuning itu untuk keluar dari tempatnya bersembunyi," jelas Ziva.
"Lalu, apakah ada hal yang dibutuhkan untuk memberikan pertahanan tambahan di seluruh desa ini?" tanya Heru.
"Saat ini kami sedang menunggu beberapa warga yang sudah kami minta untuk mengambil air dari sungai atau mata air terdekat. Jika airnya sudah tiba di sini, maka kami akan mulai mendoakan air-air itu yang nantinya akan kami jadikan media untuk membangun pertahanan tambahan bagi para warga di Desa Gebang ini," jawab Rasyid, mewakili Ziva yang kini sedang mengamati keadaan sekitar bersama Raja.
"Baiklah kalau begitu. Semuanya akan saya percayakan kepada kalian semua," Heru tampak mulai mencoba mempercayakan semuanya pada keenam orang yang telah ia mintai pertolongan.
Raja menatap ke arah Ziva yang kini hanya diam saja dan sama sekali tidak menyadari kalau ponselnya terus bergetar di dalam saku.
"Ada yang menelepon kamu," bisik Raja.
"Abaikan saja. Kita sedang bekerja, Raja," balas Ziva, ikut berbisik.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BERAS KUNING
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 1 Ziva adalah seseorang yang selalu merahasiakan pekerjaannya, karena selama ini dirinya bekerja untuk membantu orang-orang yang terkena teluh dari berbagai kalangan. Diremehkan oleh anggota keluarga dari pihak A...