Love, Miss, Broken

13.3K 367 8
                                    


Anna tercengang. Ia ingin mengejar mobil menjauh itu tapi tak bisa. Percuma saja.

Saat memasuki kamarnya, bukannya beristirahat, ia malah segera menghadap jendela setelah mendengar langkah ayahnya menjauh. Tak lama kemudian, sebuah black Mazda memasuki pekarangan rumahnya. Ia mengerutkan dahi berpikir siapa yang mendatangi rumahnya dengan mobil asing itu. 

Ia kembali memfokuskan tatapannya pada teras rumahnya, masih nihil. Mungkin mereka masih berbincang dibawah. Pikirnya. Tpi ia tetap berdiri disana, menanti sampai tamunya pergi dari rumahnya. Dan tak lama kemudian, muncul sosok ibunya bersama Yogo disusul oleh ayahnya. Ia baru menyadari kalau Yogo terlihat lebih kurus dibanding saat pertama kali ia melihatnya.

Setelah tertawa bersama, ibunya masuk ke rumah terlebih dahulu. Ayahnya berbicara sebentar pada Yogo, dan Anna terkejut hingga spontan memanggil nama Yogo dari atas ketika ia melihat lelaki itu tiba-tiba saja merosot turun. Ingin sekali Anna turun dan melihat apa yang terjadi jika saja mobil itu tidak pergi dan meninggalkan pekarangan rumahnya.

~~~

Yogo membuka matanya pelan. Sesaat dia meringis kesakitan akibat nyeri yang ia rasakan tiba-tiba. Dilihatnya Bayu sedang sibuk berkutat dengan monitor di hadapannya, lalu menoleh ke jendela yang dibelakangi Bayu, hujan deras.

Yogo berusaha bangkit, tapi tidak bisa, dilihatnya kantong cairan kuning dan bening lagi-lagi memasuki punggung tangannya dengan bantuan jarum. Sial!!!!!

"Menyerahlah Yogo." kalimat yang membuat Yogo memutar matanya.

"Jalani kemoterapi sambil menunggu donor yang cocok. Kau sudah menghindarinya selama 4 bulan, dan lihat apa yang terjadi, penyakitmu memasuki stadium 2!" Bayu melepas kacamatanya dan melemparnya asal di atas meja. Menggosok matanya yang terasa berat.

Mata Yogo tiba-tiba berhenti berputar, dia langsung menatap lurus ke mata dokter di hadapannya itu. "Benarkah secepat itu? Wah, padahal kukira akan memakan waktu lama, setahun mungkin?" Katanya tak acuh.

Bayu tiba-tiba menatapnya tajam. "Kau tau Yogo, aku mengabdikan hidupku untuk menyelamatkan banyak orang, membantunya mempertahankan hidup. Dan sekarang kau begitu saja mengatakan itu? Jangan kira hidup itu remeh, Yogo. Kau sudah ku anggap adik. Aku akan merasa sangat bersalah jika tidak mengupayakan apa-apa untukmu." Ia menghela nafas dan meraih gagang telepon dan menelepon seseorang. Dan tak lama seorang office boy membawakannya secangkir kopi.

"Memang" Gumam Yogo yang masih berbaring melipat satu kakinya ke atas, menahan rasa sakit yang terasa di belakangnya. "Lagipula percuma melakukan itu semua, hanya akan merontokkan rambut, muntah. Akh, memperlihatkan pada semua orang kalau kita lemah." Dia memutar jarinya di antara selang infus, memainkannya.

"Tidak pernahkah kau ku beritahu? Ini adalah usaha, Yogo. Lagian penyakitmu belum mencapai stadium lanjut, masih bisa ditangani. Transplantasi pun tidak perlu dilakukan kalau kau mau mencoba kemoterapi ini." Bayu sedikit menaikkan suaranya, dalam hatinya ia berharap kalau Yogo mau mendengarkannya kali ini.

Yogo terbahak. "Dan setelah itu, penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Atau mungkin bahkan semakin parah. Seperti di sinetron saja." Katanya lirih. Dapat terlihat kilatan kesedihan yang terpancar di matanya. Bayu menghela nafas melihat kilatan itu.

"Lakukanlah Yogo. demi orangtuamu, keluargamu, demi semua yang kau sayang." Bayangan Anna tiba-tiba muncul di otaknya. Dia segera tersadar dari lirihannya lalu menatap Bayu yang sedang menatapnya penuh harap.

"Aku mau kembali ke kamar." Pintanya singkat. Ia berjalan terseok, membawa tiang infusnya dan menahan nyeri luar biasa yang baru dirasakannya belakangan ini.

Responsibility of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang