New Day, New Pain - Part 1

10.8K 308 9
                                    

Anna POV

 

"Enak bukan?" dapat kulihat ekspresi menjijikkan dari Yogo.

"Enak apanya, lembek gitu. Udah ah, aku gamau makan itu lagi!" Ia membalikkan wajahnya.

"Tidak bisa, kamu harus makan ini. Untung saja dokter mengizinkan aku memberikanmu bubur. Katanya ada pasien keras kepala yang diberikan bubur saring, bahkan parahnya, ada yang diberikan cairan infus langsung dari mulutnya." timpalku menakuti. Ia menoleh kembali padaku sambil menatapku jengkel.

"Kamu ya. Hobinya kalau bukan ngambek, ya ngerjain." Ia membanting kasar tubuhnya pada sandaran kursi rodanya, kedua tangannya ia lipat didepan dada. Aku terkekeh saat melihatnya mengerucutkan bibirnya layaknya anak kecil.

Semenjak menjalani proses kemoterapi, Yogo tampak jauh lebih kurus. Wajahnya yang dulu oval, sekarang sangat tirus. Kedua kantung matanya terlihat jelas, berwarna kehitaman. Volume rambutnya juga sudah mulai berkurang.

Ini sudah hari ke enam dia menjalani kemoterapi. Saat hari pertama, aku tidak sanggup menahan tangis saat melihatnya meronta kesakitan luar biasa saat terapi itu dilakukan. Bagaimana saat obat-obat yang entah dibagaimanakan tiba-tiba sudah menjadi satu dalam sebuah suntikan, lalu disuntikkan pada tubuh Yogo yang bahkan masih sadar, menyebabkan dia merasakan bagaimana sakitnya terapi itu.

Malamnya, aku yang baru keluar dari kamar mandi, melihat dia yang berusaha menahan mualnya. Setelah kuberikan wadah yang memang sudah disediakan, ia segera menumpahkan semua isi perutnya ke dalam wadah itu. Ia mengeluarkan cairan-cairan putih berbau zat kimia -sepertinya. 

Setelah itu ia terkulai lemas, seperti habis mengeluarkan seluruh energinya untuk muntah. Sebelum tidur, kuberikan lagi obat yang termasuk dalam 'paket' kemoterapi itu. Begitulah yang terjadi selama berhari-hari itu. Menjalani terapi, muntah, lalu tidur. 

Suster secara berkala mengganti infusnya, yang berwarna tidak bening -salah satunya. Ia selalu tersenyum pahit setiap memandangku, senyum lirih. Aku hanya bisa menghela nafas setiap melihatnya.

"Heiiiii, Anna!!!!" aku tersadar dari lamunanku.

"Kamu kenapa? Lihat, saking asiknya melihat cowok itu, jadinya sendoknya bukan ke mulutku, tapi ke arah cowok itu. Iya??" Tuduhnya dengan nada kesal, namun tak terlihat jika dia benar-benar kesal.

Tanpa sadar sendok berisi bubur yang akan kuberikan pada Yogo memang melenceng ke arah yang salah. "Cemburunya kumat lagi. Ngapain aku suka sama brondong?" Aku menunduk, membersihkan bubur yang sempat jatuh ke paha Yogo.

"Bohong." balas Yogo. Mendengar itu, aku mencubit pergelangan tangannya. Ia menjerit kesakitan.

"Auh, kenapa aku dicubit? Sakit!" keluhnya sambil mengelus tangannya yang sedikit perih karena kucubit.

"Makanya, jangan sembarangan ngomong" aku menatapnya tajam. Tatapannya berubah dari yang memelas menjadi khawatir. Berpikir, mungkin saja aku marah padanya.

"Iya deh iya, maaf." katanya tertunduk.

Aku tertawa kecil.

"Loh kenapa ketawa?" 

Aku hanya menggeleng tersenyum padanya. "Tidak apa-apa."

Dia hanya terdiam. Air mukanya berubah tegang, pucat pasi. Aku mengernyit.

"Kamu kenapa Go?" Aku memegang wajahnya, dingin sekali. Aku menepuknya." Yogo, are you okay?"

Dia menggeleng. "Mual..." katanya lirih.

Saat dia mengucapkan itu, saat itu pula dia mengeluarkan semua isi perutnya. Aku terkejut dan berteriak memanggil suster yang sedari tadi hanya terlihat mondar-mandir disitu, seperti mengawasi kami.

Tak lama, suster itu datang bersama beberapa lembar handuk beserta sebuah botol dan kapas. Aku sempat terheran melihat apa yang akan suster lakukan dengan  itu, tapi aku hanya bisa diam.

Salah satu suster membersihkan dagu dan dada Yogo yang terkena muntah dengan sebuah handuk. Dan suster lainnya menuang sedikit cairan itu ke kapas, lalu mendekap hidung Yogo dengan itu. Aku yang sempat kaget, melihat suster dengan tatapan 'beritahu apa yang kamu lakukan'.

Suster itu hanya tersenyum, meraih gagang kursi roda milik Yogo lalu memutarnya menuju arah pintu masuk rumah sakit, "Saya antar mas Yogo ke kamarnya dulu ya mbak. Saya memberikannya obat penenang. Permisi." katanya sambil berjalan menjauh. Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi aku mengikuti kedua suster itu, yang membawa Yogo ke kamarnya.

~~~

Author POV

"Pemeriksaanmu sudah keluar, Roy. Dan dari hasil pemeriksaan itu, kau bisa menuju pemeriksaan selanjutnya. Aku harap pemeriksaannya positif, sehingga kau bisa melakukan pendonoran itu." jelas Bayu. 

Lelaki bernama Roy itu hanya tersenyum kecil. "Baik Bay, terima kasih. Hubungi saja jika seluruhnya telah siap, aku akan sesegera mungkin tiba disini. Sekarang aku pergi dulu, ada sedikit urusan." kata Roy sambil menjabat tangan Bayu. 

"Oke, terima kasih sudah mau membantu." Bayu mengantarkan kepergian Roy dari ruangan itu.

~~~

Roy menyusuri koridor-koridor rumah sakit itu, menatap ke depan dengan lurus, tidak ada yang bisa menebak apa yang ada dipikirannya sekarang. Hari itu sudah sangat larut, tapi ia masih menyempatkan diri untuk datang ke tempat itu. Mencari sesuatu dan ia menemukannya sekarang.

Ia berhenti tepat sebuah pintu kamar VIP, dimana kamar itu ada diantara 2 kamar terakhir dari ujung koridor. Sedikit berdelik, Roy membetulkan kerah kemejanya yang ia rasa longgar. Perlahan ia meraih kenop pintu itu, lalu mendorongnya ke bawah,membuka pintu itu sepelan mungkin tanpa suara.

Ia berjalan memasuki ruangan dan mendapati seorang yang sedang terlelap nyaman di sebuah tempat tidur, dilengkapi dengan beberapa selang disekitar tubuhnya dan alat-alat medis yang mengelilinginya. Melihat itu, ia tahu bahwa orang ini sedang menderita, kesakitan.

Terlihat wajah orang itu mengerutkan dahi, menggeliat pelan, namun tetap menutup matanya. Hanya gangguan mimpi, pikir Roy. Ia kembali mendekat, menyadari kalau orang itu tidak sendiri. Seorang wanita cantik sedang tertidur pulas dengan selimutnya di sebuah sofa panjang kamar. Wajahnya sangat tenang, wajah yang mempesona. 

Dia mendecak pelan sampai menggelengkan kepalanya. Inikah yang selalu menjadi banggaan Yogo? Ini penyebab kecemburuan suster-suster di rumah sakit ini tentang Yogo? 

Ia melangkahkan kakinya, berbalik menuju pintu keluar. Sabarlah Yogo, sebentar lagi aku akan datang menyelamatkanmu. Sebentar lagi..

Ia memasukkan tangannya ke saku tangan, lalu berjalan menyusuri koridor yang sepi itu.

Sendiri.

~~~

Vote and comment for your appreciation~ :)

Responsibility of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang