3| Kakak-Adik

1.2K 135 71
                                    

sejujurnya, ini bukan weekend, dan kalian pasti tahu itu. Tapi, Nona tuh udah kangen.
Yuk, ramein kolom komentarnya, bantu Nona nuntasin rindu sama kalian----readersnim

***

PERCETAKAN di pinggir jalan Moestopo, dekat Rumah Sakit Husada menjadi penyelamat bagi cowok berkaos putih dibalut kemeja kotak-kotak itu. Bibirnya mengembangkan senyum setelah hampir seharian ini merengut karena tak kunjung menemukan penyedia jilid spiral jenis plastik berwarna putih. Ya, harus spriral plastik dan warnanya putih.

Sementara sepanjang berkunjung ke percetakan, yang ditemuinya adalah jilid spiral jenis kawat, kalau ada yang plastik itupun warnanya hitam. Sedangkan ia butuh yang putih. Harus putih. Merepotkan memang. Wajar. Tugas Ospek universitas mana sih yang nggak bikin repot mahasiswa barunya?

"Nyengir sekarang," teriak cowok lain dari atas motor scoopy kuning seberang jalan.

Cowok itu berambut lurus, panjangnya mencapai tengkuk. Matanya yang sipit makin tampak segaris ketika melirik sinis pada si kemeja kotak-kotak.

"Jauh-jauh nyari, ternyata ada deket kampus. Hehe!"

Dua gigi besar mirip gigi kelinci itu mengintip dari balik cengirannya. Gemas, menurut para gadis. Namun, akan terasa menjengkelkan sampai ingin menabok kalau disaksikan oleh laki-laki, terutama si cowok yang nangkring di atas scoopy berstiker minion itu, Dyan.

"Malah cengar-cengir! Buruan ke sini! Mendung nih, mau hujan. Gue nggak mau basah-basahan ya!" ancam Dyan sambil mengibas-ngibaskan tangan, menyuruh si kemeja kotak-kotak untuk segera menyeberang jalan.

"Sabar dong!"

Si kemeja kotak-kotak bersungut seraya memperhatikan sisi kanan jalan, mencari celah lengangnya kendaraan. Tak butuh waktu lama, sekiranya sedan putih masih berjarak lima meter dari posisinya. Si kemeja kotak-kotak pun keluar dari trotoar dan berniat menyeberang. Namun, tanpa diduga dari arah berlawanan sebuah motor melaju kencang melawan arus.

Dan kecelakaan pun tak bisa terhindarkan lagi. Untungnya si pengemudi motor sport sempat menarik tuas rem---meskipun terlambat---sehingga si kemeja kotak-kotak tak sampai terpental jauh ataupun terguling-guling. Dia hanya terdorong, dan jatuh dengan posisi telungkup di aspal.

"Bangsat! Mata lo buta!"

Bukannya bersimpati ataupun meminta maaf, si pengemudi motor sport itu justru menyembur korbannya dengan umpatan.

"Astagfirulahaladzim! SEAN!" Terdengar teriakan dari seberang, Dyan berlari menghampiri sang adik---si cowok berkemeja kotak-kotak di tengah jalan. "Se, lo nggak apa-apa?"

Dyan membantu Sean berdiri, lalu memeriksa setiap inci bagian tubuh sang adik.

"Gusi gue kayaknya berdarah, Bang. Asin!"

Dyan langsung mengangkat dagu adiknya, memeriksa kondisi wajah Sean. Benar saja, ada darah di mulutnya, tetapi bukan dari gusi melainkan bibir yang robek.

"Astagfirullah!" Dyan serta-merta bangkit, menyambangi si pengemudi motor yang berniat pergi. "Hoi! Tanggung jawab! Jangan kabur, bocah!" Dyan menghadang motor si pelaku tabrakan.

Dari postur tubuhnya yang kurus, Dyan menduga si pengemudi ini masih remaja. Mungkin seusianya atau lebih muda darinya.

"Mata lo, tanggung jawab! Lo nggak lihat, dia duluan yang nyeberang nggak lihat jalan. Udah tahu ada motor main nyelonong aja!"

"Heh, bocah! Buka helm lo!" Dyan menggeplak helm kurung yang digunakan si pengemudi itu. "Lo ngerti peraturan kagak? Ini jalan satu arah, ngapain lo ngelawan arus. Lo paham peraturan nggak sih?"

WAY: Who Are You S2 [✓]Where stories live. Discover now