4. Keputusan Lisa

6 1 0
                                    

“Setelah melihat semua bukti yang ada, dengan ini Hakim menyatakan bahwa Bapak Setiabudi Hartanto tidak bersalah dan dinyatakan bebas.” Suara putusan hakim terdengar menggema di seisi ruang persidangan, disusul ketukan palu sebanyak tiga kali.

Kevin tersenyum mendengarnya. Lagi, kasus yang ditanganinya berhasil dimenangkan.

“Terima kasih banyak, Pak Kevin,” ujar lelaki di samping Kevin, yang namanya disebutkan oleh Pak Hakim beberapa detik lalu.

“Sama-sama, Pak Budi,” sahut Kevin diakhiri anggukan kepala.

Setiabudi Hartanto, atau yang biasa dipanggil Pak Budi pun menghampiri keluarganya yang sedari tadi mengikuti acara persidangan. Kevin bisa melihat rasa haru bercampur bahagia yang terpancar dari raut wajah mereka. Ya, jelas Kevin memahaminya. Keluarga terpandang seperti mereka pasti akan menanggung beban yang berat jika nama baiknya tercemar karena terjerat kasus penipuan.

“Oke, satu kasus selesai,” bisik Kevin, kemudian membereskan berkas-berkas di atas meja ke dalam tasnya. “Mari kita pulang,” sambungnya, diakhiri embusan napas lega.

Mobil melaju dengan tenang, saat Kevin melihat ada panggilan masuk di layar ponsel yang dia letakkan di atas dasboard. Selarik senyum terukir di wajah tampan itu sebelum akhirnya menekan tombol earphone yang sudah terpasang di telinganya.

“Halo, Pak Budi,” sapa Kevin pada lelaki paruh baya itu.

“Halo, Pak Kevin. Kenapa Anda pulang? Tadinya saya ingin mengajak Anda untuk makan siang bersama.”

“Saya merasa tersanjung atas tawarannya, tapi maaf saya ada pekerjaan lain yang harus segera diselesaikan,” sahut Kevin. Padahal sebenarnya dia sedang malas untuk berada di luar rumah dan bertemu banyak orang. Kevin ingin segera pulang agar bisa beristirahat di kamarnya.

“Ah, ya. Saya mengerti. Baiklah, lain waktu saja kita makan siang atau mungkin makan malam.”

“Tentu.”

“Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Sebagai imbalan atas jasa Anda, saya sudah mentransfer sejumlah uang. Sesuai kesepakatan kita tentunya.”

“Terima kasih.” Kini giliran Kevin yang mengatakan itu.

“Sampai jumpa lagi, Pak Kevin.”

“Ya, Pak Budi.” Kevin menatap layar ponselnya, memastikan jika sambungan telepon sudah benar-benar terputus.

Didorong rasa penasaran, diraihnya ponsel dari holder hape dengan tangan kiri. Membuka aplikasi M-banking untuk mengecek kebenaran ucapan Pak Budi, dan ternyata memang saldo tabungannya bertambah dengan dua digit angka. Senyum puas pun terukir di wajah sang pengacara.

'Senang memiliki klien seorang pebisnis yang bisa menghargai hasil kerja kerasku,' batin Kevin.

Memang untuk kasus kali ini Kevin telah mematok harga yang sesuai. Lagi pula, kliennya adalah seorang pengusaha sukses di bidang properti. Untuk pebisnis sekelas Setiabudi Hartanto, jumlah uang sebesar itu sepertinya tidak sebanding dengan nama baiknya. Kepercayaan dari para koleganya jelas lebih berharga, menurut Kevin pribadi.

Kevin menyimpan kembali ponsel dengan asal di jok sampingnya, menatap jalanan yang dirasa sedikit lebih ramai. Memutar kemudi ke arah kiri untuk berbelok, tapi tanpa diduga dari arah kanannya ada seorang penyeberang jalan yang berlari.

Kevin menginjak rem dengan sekuat tenaga, menimbulkan suara decitan akibat gesekan ban mobil dengan permukaan aspal. Sayangnya, tetap saja kalah cepat. Mobil berhenti bertepatan dengan jatuhnya si penyeberang jalan itu.

“Aish, bodoh,” umpat Kevin. Mau tak mau dia pun turun segera demi menunjukkan tanggung jawabnya sebagai pengemudi. “Anda terluka?” tanyanya setelah berdiri di samping si penyeberang itu, yang ternyata adalah seorang perempuan muda.

Sugar Baby Titipan Where stories live. Discover now