(4)

1 0 0
                                    

Asa menghentikan mobilnya di depan gang rumah Sandhya. Ia memberi tahu Sandhya lewat chat untuk menemaninya jalan-jalan.

Sandhya menyetujui ajakan Asa, walau ia tidak tahu apa alasan Asa tiba-tiba mengajaknya.

Sandhya sudah izin pada Sam, dan kakaknya mengizinkannya asal itu dengan Asa.

“Mau ke mana nih anak Bunda?” tanya Jihan — Bunda Sandhya.

“Keluar Bun, main.”

“Sama kak Sam?”

“Bukan Bun, sama pacarnya haha,” celetuk Sam dari arah belakang dapur.

“Kamu punya pacar?” tanya Hamzah — Ayah Sandhya.

“San? Nilai kamu aman, kan?” tanya Jihan lagi.

Sam yang sedang meminum kopi di dapur langsung menghampiri mereka di ruang keluarga. Karena ia tahu, tidak akan ada kata damai kalau membahas soal nilai.

“Aman lah Bun, Sandhya juga masuk 10 besar kok,” sahut Sam yang baru datang.

“Kamu pikir 10 besar itu bagus?” Jihan bangun dari duduknya.

“Bun, udah gapapa, segitu bagus kok.” Hamzah berusaha menenangkan istrinya. Jihan menatap Hamzah penuh amarah.

“Yah, 10 besar itu belum ada apa-apanya!” Jihan kembali menatap tajam putrinya, “kamu itu belajar gak sih San? Bunda kan udah bilang kamu harus bisa berada di puncak itu!”

“Bun, udah ah kok malah marah gini,” kata Hamzah.

“Ya jelas Bunda marah Yah, kerjaan dia aja pacaran! Kamu itu belum waktunya pacaran Sandhya! Sekarang mana cowok kamu? Putusin sekarang juga di depan Bunda!”

“Gak! Sandhya gak mau! Bunda sama Ayah gak pernah kan sekali aja ajarin Sandhya? Kenapa kalian paksa Sandhya buat ada di puncak? Sandhya capek Bun.”

Plak!

Kurang ajar kamu!”

Sandhya memilih untuk keluar dari rumah dan menyusul Asa yang berada di depan gang.

Sandhya masuk ke mobil Asa sambil menangis. “Hey, kenapa?”

“Kak, bawa aku kemanapun kak Asa mau. Aku gak mau pulang dulu.”

Asa mengangguk. “Aku juga gak mau pulang.”

Sandhya menoleh pada kekasihnya yang mulai menyalakan mobil.

“Kamu ada masalah? Ada apa?” Sandhya berusaha tenang karena Asa juga terlihat tidak baik-baik saja.

“Ibu marah karena aku lamar kamu tadi. Haha, padahal dia gak pernah ngurusin hidup aku, masa tiba-tiba ngelarang?” Sandhya mengangguk paham, karena ia juga merasakan hal yang sama.

“Tadi juga Bunda marah. Karena kita pacaran dan aku gak bisa turutin kemauan Bunda untuk berada di puncak itu.”

“Bunda kamu bilang apa?” tanya Asa.

“Aku suruh putusin kamu di depan Bunda. Ya jelas aku gak mau lah, aku kejar kak Asa udah 2 tahun, masa baru jadian udah diputusin.” Asa melirik kekasihnya yang nampak begitu kesal. Ia mencubit pelan pipi kanan Sandhya.

“Sakit kak.”

“Kayaknya aku salah ya karena baru tembak kamu sekarang, harusnya dari dulu kita jadian haha.”

Sandhya tersenyum, “Kamu gak peka sih.”

Asa hanya tersenyum, masih memikirkan akan ke mana mereka saat ini.

“Ke pantai mau gak?” tanya Asa.

“Mau! Mau banget! Udah lama gak lihat senja sama kak Asa,” ucap Sandhya dengan antusias.

“Oke, kita ke pantai. Let's go!”

“Harusnya Bunda gak perlu sekeras itu sama Sandhya dong,” ujar Hamzah.

“Ayah, kita didik Sandhya dengan baik. Kita sekolahkan dia, kita kasih semua fasilitas yang dia butuhin. Tapi apa balasan dia buat kita? Bunda malu kalau kumpul sama temen-temen dan mereka selalu tanya soal anak. Bunda malu kalau harus bilang Sandhya lebih rendah dari anak-anak mereka.”

“Kalau gitu Bunda egois,” kata Sam.

“Kok kamu bilang gitu?”

“Bun, Sam tahu gimana Sandhya. Sam tahu dia setiap hari ngapain aja. Sam tahu aktifitas dia, dan Sam juga tahu pacar Sandhya seperti apa.”

“Ayah sama Bunda tahu? Asa minta izin dulu sama Sam sebelum dia nyatain perasaan dia ke Sandhya. Sam izinin Asa nyatain perasaan dia ke Sandhya karena Sam tahu dia baik. Sam udah kenal Asa lebih dulu, dan Sam juga lebih kenal Sandhya daripada Ayah sama Bunda.”

- TBC -

Halo, gimana sampai sini?

Semoga bisa lanjut yaa, ayow kita next!

Jangan lupa vote! Vote! Vote!

untuk semestaWhere stories live. Discover now